#DiaryRey - Harga Yang Dibayar Saat Memilih Hidup Jauh Dari Ortu

hidup jauh dari orang tua

Sharing By Rey - curcol allert lagi!!!
Tahu nggak sih, apa yang menyebalkan saat kita memilih hidup jauh dari orang tua?
Itu berarti kita harus menerima, ketika kita dinomor sekiankan oleh orang tua.

Oke, saya mengerti sih, karena sebagai anak, saya tidak bisa berbuat banyak membantu orang tua.
Tidak ada di samping orang tua ketika mereka sakit.
Tidak bisa membantu, ketika orang tua butuh bantuan langsung.

Alhasil, orang tua akan lebih mendahulukan anaknya yang dekat dengan mereka.
Itu juga yang saya alami.

Okelah, sebagai anak tengah, diapit kakak perempuan dan adik laki-laki (dulunya), saya sudah sering mengalami ketidak adilan sejak saya kecil.
Saya selalu jadi yang ketiga.


Adik saya dulu, kakak saya, setelahnya kalau masih ada sisa, barulah saya diingat.
Sakit, tapi saya bisa apa?

Saya melewatkan masa remaja dengan penuh keminderan, karena orang tua sama sekali tidak memperhatikan kebutuhan saya, bahkan sampai saya seharusnya sudah memakai bra, minimal miniset, mama saya bahkan tidak sadar akan hal itu.

Alhasil? ketika saya malu diejek teman-teman, saya terpaksa memakai punya kakak saya, lalu kakak saya marah setengah mati, dan mama saya juga.

Can you imagine that?

Banyak yang bertanya, mengapa saya begitu bucin sama pacar dulu, posesif meski juga sedikit egois dengan elegan.
Saya rela memilih seorang lelaki tanpa masa depan yang pasti, mengabaikan kesempatan jadi PNS dengan mudah, hidup jauh dari orang tua dan saya dikatakan bodoh.

Tidak ada seorangpun yang mau bertanya, apalagi sadar mengapa saya senekat itu?

Tentu saja saya nekat.
Mata hati saya sudah tertutup dahaga perhatian.
Bayangkan saja, sejak kecil haus perhatian orang tua, lalu tiba-tiba ada yang menomor satukan saya, menganggap saya adalah segalanya buatnya.

Dadah babay deh orang tua dan keluarga.
Meski secara batin saya masih terikat dengan mereka.

Demikian lah, saya memilih hidup jauh dari orang tua, dan terpaksa merelakan semua bagian warisan jatuh ke tangan kakak saya.
Kakak saya menguasai semua tanah milik orang tua saya.

Sewaktu saya bermasalah dengan suami 5 tahun lalu, bapak nekat menjual salah satu tanahnya dengan harga rendah banget, dan kakak saya marah besar akan hal itu.

Saya diam saja, dan tetap menerima uang pemberian bapak, i know bapak saya sebenarnya lebih sayang saya ketimbang kakak saya.
Hanya saja saya jauh dari beliau.

Bukan hanya soal harta warisan, bahkan apa-apapun, untuk cucunya, ortu saya lebih peduli kepada anak-anak kakak saya.

Saya pernah merasa kecewa sedikit, saat pulang beberapa tahun lalu dan mama dengan tanpa merasa bersalah, memamerkan gelang emas yang lumayan besar, katanya itu dia beli buat cucunya (anak kakak saya), saya diam saja meski dalam hati bertanya, bukannya mama juga punya cucu dari saya ya?

Ah tapi sudahlah, saya menepis semua kekecewaaan tersebut, berusaha memaklumi kalau itu adalah harga yang harus saya bayar, karena saya memilih jauh dari orang tua.

Meskipun, bukan hanya karena menemukan perhatian, yang membuat saya rela hidup jauh dari mereka, tapi saya lakukan hal itu agar mereka bahagia.

Kakak saya, meski sejak kecil orang tua khususnya mama amat mencintai dia, tapi kakak selalu tidak bisa melihat niat baik mama.
Sejak saya pergi, semua kasih sayang dan perhatian terlimpahkan ke dia, dan semua jadi lumayan membaik ketimbang saya ada di sana.

Dan, suami kakak saya, awalnya menginginkan saya.


Kebayang kan, gimana kalau saya memutuskan tinggal di sana?

Sementara dulu pernah ada kejadian yang bikin kakak saya sakit hati banget.
Yaitu, saat bapak bertengkar dengan mama saya, lalu saya pun geram tidak tahan dengan semua bentakan bapak selama ini.

Saya marah, saya berteriak, semua kacau balau, dan tahu nggak sih, si suami kakak saya malah sibuk nyelamatin saya padahal kakak saya ada di samping saya.

Pikirin sendiri saja, bagaimana perasaan kakak saya terhadap saya, jika saya hidup di sana?


Dilupakan Tapi Dibebani


Saya sudah berusaha menelan semua resiko yang harus saya jalani hidup jauh dari orang tua, tidak ada tempat mengadu, tidak ada yang membela saya.

Semua adalah resiko.

Tapi...
Mengapa bukan resiko saya yang saya pikul? mengapa beban lain yang masih saya pikul?

Saya kesal banget, kemarin pagi, saya sedang sibuk menyediakan sarapan dan mengurus anak-anak.
Sabtu pagi adalah hari sibuk buat saya, karena si kakak libur sekolah, yang artinya saya kudu nyiapin sarapannya, makan siangnya juga.

Plus harus cerewet memastikan si kakak mengerjakan apa yang menjadi tugas-tugasnya.
Belum lagi kudu mengurus si adik, plus kepala saya pusing, karena saya begadang pas malamnya.

Lalu tiba-tiba, telpon berdering, saya malas dong ngangkatnya, karena bersamaan dengan itu si adik muntah, entah karena masuk angin.

Saya cuman intip sejenak, ternyata dari kakak saya.
Tapi saya nggak mau angkat dulu karena sibuk mengurus si adik yang muntah.

Dan kakak saya marah dong, dia sms marah-marah.
Katanya saya tuh jauh dari orang tua, harusnya saya dekat-dekat hape terus, gimana kalau ortu meninggal dan mereka nggak ada waktu buat nelponin saya berkali-kali hanya karena saya nggak langsung angkat telpon?


Kesal banget rasanya.
Eh plissss deh!

CHAT LAH MAEMAUNAAHHH!!!!!
KALAU PENTING TINGGAL CHAT!!!!!

Sebal banget saya, kenapa sih orang masih juga kekurangan kerjaan hanya dengan nelpon orang tanpa kenal waktu?
Kalau butuh kan bisa chat? pasti dibalas kok,

Lagian, kalau ada apa-apa, saya mah yakin banget, saya yang akan lebih dulu tahu kabarnya.
Mengapa?
Saya femes di facebook, yang mana friendlistnya tetangga mama saya semua bahahahahahahaha.

Sebal saya!

Sungguh loh, saya merasa hidup saya ini bagai tergadaikan.
Saya sudah mengalah seumur hidup saya, HANYA KARENA SAYA ANAK KEDUA, PEREMPUAN LAGI!

Tapi, memangnya saya yang mau terlahir seperti itu?
Kan harusnya, kalau ortu nggak menginginkan saya lahir, SALAHKAN TUHAN DONG! JANGAN SAYA! hiks.

Sudah sering seperti itu, dan yang menyakitkan, saat saya butuh, mereka tidak bisa dihubungi, tapi saat mereka butuh, saya WAJIB segera respon.
IYA GITU KALAU MEREKA YANG BIAYAIN HIDUP saya!

Saya sedih hidup jauh dari orang tua, tapi saya yakin ini yang terbaik untuk saya maupun mereka, saya tidak cocok hidup di lingkungan yang mewajibkan seorang adik tunduk kepada kakaknya, meski kakaknya salah.

Meski adik, saya juga punya hak atas diri saya sendiri.

Saya sering banget pulang ke sana, hingga 2 minggu, dan saya tidak punya waktu sedikitpun untuk mengunjungi teman-teman saya, atau sekadar jalan-jalan.

Kakak saya akan begitu gembira menyambut kedatangan saya, dan menyerahkan 3 orang anaknya yang sangat beda karakter dengan anak saya, untuk saya jagain.

Anak saya, sejak usia 3-4 tahun buka dan pakai baju sendiri.
Anak kakak saya, bahkan sudah masuk SD tapi masih minta dimandikan, buka dan pakai baju dan celana harus dibantuin.

Ohh maaiii...

*Sigh!

Hidup jauh dari orang tua dan keluarga itu berat.
Tapi setidaknya, i have my own life.

Ah begitulah.
Cuman mau bilang, saya kesal harus terus menerus dipaksa tunduk, harus selalu ada saat mereka butuh, tapi mereka boleh mematikan telpon saat saya butuh.

Bete!

Sidoarjo, 19 Januari 2019

@reyneraea

8 komentar :

  1. Saya juga sudah belasan tahun hidup jauh dari orang tua, mba :D tapi adik sayapun sama, hidup jauh dari orang tua juga. Jadi nggak ada yang dianak emaskan oleh ortu saya, yang ada ortu saya sibuk sendiri dengan pekerjaan dan dunianya hehehehe.

    Memang nggak enak kalau nggak dianggap, apalagi kalau dibedakan perlakuannya oleh orangtua. Tapi saya pun kalau ada di-posisi mba dan boleh memilih, saya better hidup jauh dari orang tua dan berkomunikasi memang seperlunya saja. It's okay untuk mereka kontak saya, tapi nggak akan setiap hari juga butuhnya :D

    Soal kakaknya mba Rey, well kadang sosok kakak itu memang merasa superior dari adiknya (saya juga sih sepertinya agak keras ke adik saya) :/ tapi sikap kakaknya mba Rey agak berlebihan kalau sampai selalu marah-marah ke mba rey dan hanya memanfaatkan mba untuk jaga anak mba saja. Semoga kakaknya mba Rey tau ya kalau hal-hal tersebut bisa merusak hubungan persaudaraan. Andaikata sekarang belum bisa, semoga one day bisa sadar. Semangat mba~ <3 keep being strong!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awwww.... entah mengapa, saya kok selalu merasa tercerahkan, terademkan baca komen-komennya di blog ini :)

      Jujur saya kadang merasa bersalah memilih jauh dari ortu dan keluarga, tapi hati kecil saya berbisik, kalau ini bukan sepenuhnya salah saya, nggak mungkin saya memilih ini, kalau saya punya keterikatan mendalam dengan ortu.

      Betul banget, kakak saya superior plus sensitif, sumpek rasanya, makanya paling tenang emang hidup berjauhan hahahaha

      Hapus
  2. Saya dari usia 18tahun jauh dari orang tua juga, Mbak Rey.

    Rasanya pedih itu pas Bunda sakit trus ga bisa ngapa-ngapain, apalagi sempat sekali Kakak bilang "Mas ga butuh duitmu, butuh kamu datang" rasanya mau nangis gulung-gulung.

    Yang dekat dengan orang tua pun ternyata ga mudah, adek sering merasa dibanding-bandingkan dengan aku. AKu merasa di nomer duakan.

    Keep strong, Mbak. Aku ga berani bicara banyak but actually I have almost same story with you. Cuma aku sekarang sudah bebaskan perasaanku dari hal-hal itu. I can do it without any support tapi juga ingin terus support ortu sebagai wujud baktiku.

    Adekku, kemarin sempat telpon nangis...katanya "Mbak...Mbak Iis, Mbak Dar, Mbak Enny semuanya yatim dan yatim piatu. Aku sedih banget, semua teman-teman kita sudah ga punya orang tua" aku ikutan nangis sambil bayangin kedua orang tuaku yang semakin tua :)

    Kalau sibling cewek ama cewek emang rentan pertengkaran, ada kaya kompetisi tanpa kita sadari. Kalau misal aku boleh bilang love your sister more, Mbak. Dia merasa dirimu lebih kuat dan hebat.

    Big Hug, Mbak please cheer up and be happy :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasihhh banget nget Mba saayyy..
      Masha Allahhhh, ini yang bikin saya selalu berani buka-bukaan di tulisan saya, karena saya yakin di kelilingi orang-orang baik yang selalu support saya meski lewat tulisan saja.

      Makasih banget ya, sangat berarti buat saya, setidaknya saya tahu apa yang saya rasakan itu manusiawi, dan saya tidak sendirian :)

      Saya rasa, semakin sering menulis hal begini, mendapat masukan pencerahan dari teman-teman, saya akan lebih mudah menjadi perempuan yang 'letting go', lebih ikhlas, dan lebih peduli akan apa yang saya beri, bukan apa yang saya dapatkan, baik kepada anak, suami maupun lainnya, aamiin :)

      Hapus
  3. Saya bisa memahami apa yang dirasakan oleh Mbak. memang tidak mudah berada diposisi Mbak. butuh kekuatan lebih, butuh kesabaran lebih, butuh ketabahan lebih. Apalagi menyangkut harta dan berasa di nomor sekian kan....

    Semoga Mbak Rey diberikan banyak keluasan Rezeki dan Hati yang lapang menerima semua cobaan ini.

    Bagaimana kabar kedua ortunya sekarang ini Mbak ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, makasih banyak Kang.
      Senang ih Kang Nata kembali ke kolom komentar blog ini hihihi :D

      Alhamdulillah mereka baik-baik saja Kang, mama saya masih sakit-sakitan sih, tapi over all Alhamdulillah baik :)

      Hapus
  4. Feel you Rey :). Tapi mungkin case kita beda dikit, persamaannya, sama2 ga Deket Ama ortu dan ngerasa apa yg kita lakuin ga dihargain aja . Dari kecil aku takut Ama ortuku. Krn didikan mereka keras. Makanya LBH Deket Ama babyasitterku yg ngayomi, lembut *jd kangen Ama si Mbah :(

    Pas sekolah, jgn tanya hubungan kami kayak apa. Aku jd anak paling nakal bisa dibilang, sering berontak Krn udh sebel Ama semua larangan2 nya. SMU aku pindah ke Medan, happy bangettttt. Bisa bebas merdeka. Pokoknya sjk SMU lah aku jd jauh Ama ortu. Tp justru dengan jauh itu, hub kami membaik. Jd ngobrol di wa bla bila.... Giliran ketemu, ribut lagi :p.

    Tp 2018 nov kmrn, ada something yg bikin aku ribut Ama papa dan mama. Sampe skr :(. Masalah sepele, tp jd besar. Dan kmrn itu Rey, mamaku DTG ke JKT. Krn ada sodara nikahin anaknya. Hubku Ama mama msh oke, tp agak kaku aja. Cm Krn pgn baikan, aku ngajakin mama utk makan bareng hari Minggu kemarin, barengan aku ajak juga tante2 ku (kakaknya mama) utk ikutan. Aku yg traktir ceritanya. Aku janji bakal jemput mama yg wkt itu stay di Tangerang, tempat sepupuku.

    Hari minggunya, aku udh jalan kesana Rey, udh di tol, dan kemudian iseng nelpon mama utk siap2, Krn aku udh otw. Tapi tau ga jawabannya Rey? "Maaf fan, cancel aja ya. Mama diajak pergi jg Ama rilfa nih. Udh mau siap2 pergi"

    Aku ga prnh mau nangis depan suami biasanya Rey. Tapi abis nutup telp dari mama itu,aku lgs nangis sesenggukan. Tau kan rasanya?? Aku udh janji bbrp HR sebelumnya, pgn ajakin mama makan, aku jemput dan beliau udh bilang ok. Tapi pas aku ngabarin aku udh otw, ttp aja dgn gampangnya dibilang, kalo dia LBH milih jalan Ama sepupuku itu. Aku kayak ngerasa, give up lah mau baikin mama. Mungkin EMG selamanya kami ga bisa Deket. Dan di situ bersyukuuuuur banget aku msh ada mertua yg malah udh aku anggab kayak mama kandung.. miris yaak.. skr mah, udahlah Rey... Pasrah aja. Aku mah ga mau jd anak durhaka juga, ttp baik pastinya, tp udh males ngarep bakal diperhatiin. Terserah aja kalo itu.. takut sakit ati kalo ngarep banget

    Hahaha aku jd curhat di blogmu niiih :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Allah Mbaaaaa, saya nangis beneran loh bacanya hiks.
      Saya tahu banget perasaan itu.

      Cuman bedanya, saya lebih bisa menyembunyikan perasaan kalau di depan mama saya.
      Mama saya sering berbuat hal begitu Mba, bukan sekali dua kali, bukan masalah pergi-pergi sih, tapi lebih ke barang.

      Saya selalu berusaha ngasih sesuatu yang beliau sukai, tapi nggak diambil dong, maksudnya diambil tapi nggak dipakai, malah dikasihin ke kakak saya atau saudaranya yang lain.

      Tapiiii, giliran orang lain yang ngasih, kayak mantan bawahannya dulu pas kerja, diterima dan dibangga-banggain, kakak saya selalu nangis kecewa masalah ini, saya pura-pura ngerti saja, padahal ya di dalam hati sakit banget.

      Tapi saya salut ama Mba Fanny, tegas.
      yang bikin saya selalu terjebak sakit hati ya gara-gara saya nggak mau tegas, saya udah tahu bakal sakit hati, tapi tetep diulang lagi hahahah.

      Thanks udah curhat Mbaaa, saya suka banget baca kisah-kisah related gini, bikin saya jadi lebih tercerahkan, dan merasa nggak sendiri, merasa lebih baik lagi :)

      Bukannya senang yang lain juga sama menderitanya, tapi jadi sadar, kalau apa yang saya alami sebenarnya juga masalah banyak orang. jadi belajar mengikhlaskan saja :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)