Menyikapi Suami Yang Terlalu Sibuk

Menyikapi Suami Yang Terlalu Sibuk

Sharing By Rey - Menyikapi suami yang terlalu sibuk harus saya upayakan sejak menikah 11 tahun lalu.
Dikarenakan, saya menikah dengan lelaki yang bekerja di lapangan.

Terlebih, bidang pekerjaannya ada di Indonesia, which is UU Tenaga Kerjanya sebelum berlakunya UU Cipta Karya kemaren aja, udah kacau, apalagi sekarang? hahaha.

Well, nggak bisa menyalahkan pemerintah semata sih ya, kalau saya jadi paksu, dengan sistem kerja kayak gitu, saya bakalan kerja mati-matian, sampai tuh perusahaan sulit berjalan tanpa saya, setelah itu saya say babay... hahaha.

Dari awal menikah, si paksu malah kerja di luar kota, meski 2 kali seminggu dia pulang, tetap aja saya sebel. Masa iya, baru nikah tapi sendirian juga, kalau kayak gitu kan buat apa nikah coba?
Bahkan akhirnya, setelah saya nekat resign dan mengikuti paksu di Jombang.

Podho wae sodarah.
Memang sih akhirnya saya bisa ketemu paksu setiap hari, tapi ya cuman sejam dua jam an doang.
Tetap saja paksu banyak lembur sampai pagi.

Dan yang menyebalkan, karena terlalu sering lembur, alhasil kalaupun pulang, baru juga nyentuh bantal, udah ngorok sampai pintu bergetar, bete nggak sih? hahaha.
Dia kecapekan sodara.

Harapan satu-satunya ya cuman weekend.
Etapi jangan salah..
Weekend pun juga lembur beibeh, hahaha.

Dan saya bisikin apa yang paling menyebalkan..
Kata orang, 
"Enak dong lemburannya uakeh(banyak)"
Dari HongKong?
Lembur nggak lembur ya podho wae, udah include.
Aturan UU tenaga kerja, nggak berlaku dong di mereka, ckckckck. 

Ya begitulah, asal mula bagaimana pekerja di proyek itu sukanya gerogotin pengeluaran proyek, karena nggak jelas gitu aturannya, hahaha.
Iya gitu ya kalau gajinya banyak.

Dijamin, setiap hari saya bakalan happy-happy ama anak-anak di rumah.
Belanja online permainan yang seru bareng anak, dan banyak hal lainnya yang seru-seru.

Ini kagak bok!
Si mamak Rey, kudu ikutan cari duit juga, biar anak-anak bisa punya kesempatan dalam berbagai hal.
Juga agar bertahan di masa seperti pandemi seperti ini.

Tapi, post ini tentunya nggak berisi tentang keluhan pemasukan ye...
Saya hanya mau sharing, bagaimana menyikapi suami yang terlalu sibuk, sehingga meminimaliskan hal-hal yang tidak diinginkan.
Mulai dari pertengkaran, bahkan sampai akhirnya perselingkuhan, efek dari kesepian, hahaha.

Tentu saja, semua hal ini, saya lakukan bersama waktu.
Mulai dari yang namanya memberontak, ngamuk, nangis, ngancam sampai akhirnya merasa depresi sendiri, lalu ujungnya adalah... belajar menerima dengan menyikapinya secara lebih positif.

Di antaranya adalah:

Oh ya, diclaimer dulu ya...
Ini tidak berlaku buat suami yang memang diktator.
Paksu saya, biar kata sering eror, tapi sesungguhnya dia home man *halah..
I mean, biar kata dia terjebak oleh pekerjaan yang tak pernah ada waktu luang, tapi jika dia lagi normal aka nggak kesambit, si paksu selalu saja ngacir pulang, biar kata waktunya sempit.
Alias dia lebih mementingkan keluarganya, ketimbang temannya (kalau lagi normal, betewe, hahaha) 

1. Cari Kesibukan Positif Di Rumah 


Kalau saya baca di beberapa artikel, cara menyikapi suami yang terlalu sibuk bekerja adalah berpikir positif.
Tapi menurut pengalaman saya, etdaaahhh... pegimana mau positif coba?
Kalau kitanya bengong kesepian di rumah?

kata-kata untuk suami yang sibuk bekerja

Yang ada kita bakalan scroll medsos, terus liat foto mesra-mesraan pasangan lain, terus kita iri, terus kita rebut suaminya yang lebih perhatian *woiii Rey, serius! hahahaha.

I mean, sungguh ya, kurangnya kesibukan yang positif itu, bikin kita jadi lebih punya celah untuk berpikir negatif, kalau kayak gitu, gimana coba menciptakan pikiran positif?

Tapi, coba deh kalau kita sibuk, dijamin kita makin emosi karena memikirkan suami enak-enakan kerja nggak perlu urus anak, sementara kita kudu cari duit plus urus anak pula, *lah ini pegimana maksudnya, Rey, hahaha.  

Maksud saya, dengan kesibukan positif, membuat kita bahkan nggak punya waktu buat baper dan berpikiran negatif.

Meskipun memang efeknya, kalau terlalu mendalami kesibukan tersebut, dibutuhkan modal yang lumayan juga, biar nggak kebablasan dan jadinya bikin hati dongkol karena berpikir kudu ngerjain semuanya, sementara suami cuman cari duit saja.

Solusinya, ya kudu disiplin terhadap balance, antara prioritas kita sebagai ibu dan istri, pun juga sebagai sisi lain kita dalam menekuni kesibukan positif itu.

Akan tetapi, beneran deh.
Sibuk adalah cara paling ampun untuk bisa membaurkan diri dengan keadaan yang tidak sesuai dengan hati dan ekspektasi kita.

Dan itu work pada saya.  
Meskipun belum sehebat wanita lain, tapi temans yang mengikuti tema #FridayMarriage di blog ini mungkin ngeh, bahwa tulisan saya akhir-akhir ini mencerminkan hati saya yang sudah bisa lebih tenang dari sebelumnya.

Soalnya ya itu tadi.
Aye cibuk brosis...
Jangankan berpikir dan baper mengingat paksu yang jarang pulang, bahkan buat bobok aja saya kudu berjuang penuh menyesuaikan waktu tidur yang cukup.

Jadi, meski lelahnya minta ampun, tapi thanks to kesibukan yang membuat saya bisa hidup lebih tenang dan positif.


2. Berpikir Positif 


Nah, setelah kita terlalu sibuk dengan kegiatan positif di rumah, maka berpikir positif itu jadi terasa lebih mudah.

suami sibuk kerja istri dicuekin

Mengatur pemikiran kita, bahwa suami yang terlalu sibuk bekerja di luar sana, adalah untuk membiayai keluarga juga. Terlebih kalau semua kebutuhan pokok keluarga tetap dia penuhi, biarpun keuangan dia yang handle.

So, memelihara pikiran positif, akan membuat kita jadi lebih tenang dan tidak merasa ngenes nggak bisa kayak pasangan lain yang bisa ketemu tiap hari.

Terlebih, jika ditambah dengan keyakinan, bahwa wanita yang baik, hanya untuk lelaki yang baik.
Karenanya, jika saya selalu berusaha menjadi wanita terbaik, saya tak perlu khawatir dengan suami yang terlalu sibuk bekerja di luar sana.

Jika memang dia nggak baik, saya pasti bakal dikasih yang lebih baik.
So, terus berpikir positif, adalah sebuah langkah yang bijak dalam menyikapi suami yang terlalu sibuk.


3. Jalin Komunikasi Meskipun Dongkol, Gunakan Anak


Yang sering baca tulisan tema marriage di blog ini pasti ngeh, bahwa saya punya masalah dengan paksu, terutama masalah kepercayaan.

Hal tersebut bikin saya kesal, dan jadinya malas banget buat komunikasi, selain minta duit, bahahaha.
Akan tetapi, jika keadaan seperti itu dipertahankan lebih lama, ujung-ujungnya jadi negatif lagi.

suami lebih mementingkan pekerjaan

So, meskipun kesal, saya selalu berusaha menjaga komunikasi, menjawab chat WAnya, meminta anak-anak menerima video call-nya.
Etdah, kalau masalah menerima call atau Vcall, sebenarnya bukan karena saya males dan kesal sama paksu.

Tapi memang i hate menerima telepon, selain dari kakak dan ortu saya.
Menurut saya, menerima telpon itu kurang kerjaan banget, apalagi kalau nelpon cuman buat basa basi.

Lah wong yang ditelpon ini mamak-mamak, bahkan seringnya nahan kebelet saking anak-anak masih rusuh ini itu mengharapkan perhatian saya.
Eh ini malah ada telpon.
Kan bisa chat dong, di mana kalau chat kan bisa dibalas ketika nggak rempong.

Nah, karenanya, ketika paksu yang doyan banget Vcall (mungkin dia sekalian mau ngecek, apakah teman-teman lelaki saya, datang mengapeli saya, bahahaha) itu menelpon, saya selalu menyuruh anak-anak untuk mengangkat dan mereka yang ngobrol.

Demikian juga, kalau saya telat balas WAnya, selain karena saya sengaja atau akhirnya lupa beneran, hahaha.
Saya sering membalas chat basa basinya (orangnya memang nggak bisa kreatif nanya, selain nanyain anak lagi ngapain? hahaha) dengan mengirimkan video tentang anak-anak yang seperti biasa, adaaaa aja tingkahnya, hahahaha.

Komunikasi dengan melibatkan anak itu amat sangat terbukti dan ampuh untuk melumerkan suasana hati yang dongkol.
Dan juga, tidak membuat paksu di sana menjadi lost contact dengan anaknya.


4. Menerima Keadaan


Kayaknya ini adalah koentji yak! hehehe.
Dari semuanya, apapun masalah, menerima adalah sebuah sikap yang terbaik yang bisa kita lakukan.
Terlebih, kalau memang suami sibuk karena kewajiban, atau sebuah hal yang sama sekali nggak bisa atau sulit diubah.

Misal, keadaan paksu yang sebenarnya sekarang bekerja masih sedaerah dengan kami, bedanya dia di ujung, kami di ujung.
Dia di perbatasan Surabaya - Madura, kami di perbatasan Surabaya - Sidoarjo.

Sebenarnya, untuk selalu pulang ke rumah itu hal yang masih bisa dilakukan, meskipun resikonya ya kecapekan di jalan.

Tapi, toh paksu memilih nginap di mess dekat tempat kerjanya, ketimbang pulang, bahkan kadang dia hanya bisa pulang 2 minggu sekali.

Rasanya, dengan permasalahan yang masih ada di antara kami, sungguh sulit bisa menerima keadaan tersebut, berbagai pikiran negatif muncul.
Apa benar dia di sana lembur dan kerja?
Atau memang enak-enakan biar bisa istrahat dengan puas, karena kalau pulang adalah suatu kemustahilan bisa tidur dengan nyenyak.

Anak-anak sukanya gangguin bapakeh, sama ketika mereka gangguin saya kerja, ketika nggak ada bapakeh, hahaha.

Tapi, setelah semua hal yang saya lewati, dibantu dengan tahapan saya menyibukan diri di rumah bersama anak-anak, dan mulai menanamkan pikiran positif dengan terus berusaha jadi wanita terbaik, dan yakin wanita terbaik hanya untuk lelaki terbaik, serta terus mempertahankan komunikasi.

Lama-lama, sampailah saya di tahap yang mulai menerima keadaan ini.
Di mana, memang belum ada jalan keluarnya, dan ngamuk, marah, nangis, bete, kesal dan lainnya itu, hanya bikin kerutan di wajah saya jadi makin keliatan *lah, hahaha.  
Alias semua hal negatif nggak ada gunanya.

Jadinya, mulailah saya menerima.
Dan suprised, paksu sedikit demi sedikit mulai kembali jadi orang yang dulu saya kenal.
Kuncinya satu, dia selalu ngalah, biarpun belum bisa sepenuhnya kayak dulu, which is dulu kalau saya lagi marah, dia seketika pulang ke rumah.

Sekarang palingan dia minta maaf sambil memberondong dengan emoticon melas, wakakaka.
Ya setidaknya ada kata maaf, meski jujur i am bosaaannn bacanya, hahaha.
Karena yang saya butuh saat saya lelah adalah, partner yang bisa bantuin saya jagain anak-anak, bukan kata maaf.

Tapi minimal, semua itu bisa lebih bisa diterima hati, ketimbang dia hanya diam dan kabur, seolah lupa anak kayak dulu.

suami tidak ada waktu untuk keluarga

Dan begitulah...
Menerima...
Penerimaan..
Adalah kunci dari semuanya dalam menyikapi suami yang terlalu sibuk bekerja, khususnya yang memang suami terlalu sibuk karena memang benar-benar bekerja, bukan sibuk main ama temannya.

Kalau yang itu mah, lain lagi ceritanya.

How about you, temans?
Pernah mengalami punya suami yang terlalu sibuk kerja kah?
Atau dulu, ayahnya yang terlalu sibuk bekerja?
Share yuk :)


Artikel ini diikutsertakan dalam tema mingguan dari komunitas 1 Minggu 1 Cerita, dengan tema : SIBUK.

sibuk dari #1m1c


Sidoarjo, 11 Desember 2020


Sumber : pengalaman pribadi
Gambar : Canva edit by Rey

13 komentar :

  1. Kalau yang sibuk kerja istrinya sedangkan suaminya cuma bisa tidur makan sama berak, kaya saya... Menyikapinya bagaimana nyonya Rey. 🙄 😳

    Yaa Betul sekali 4 yang telah dijabarkan diatas..Meski terkadang hal seperti itu banyak tak dipahami oleh para pasangan muda, Bahkan yang tua juga mungkin seperti itu.😊😊

    Intinya kepercayaan serta harapan harus sudah terpupuk erat dari hati yang paling dalam. Dan tetap ikhlas meski keadaan seperti apapun... Karena kalau kita sudah saling percaya pasti akan tegar dengan seglumit masalah rumah tangga yang memang harus diselesaikan secara bersama-sama dan tidak mementingkan ego masing2..😊

    Berdebat demi sebuah solusi hal yang wajar dalam mengatur waktu ditengah kesibukan suami atau istri. Bukannya berdebat saling menyalahkan satu sama lainnya.

    Banyak para pasangan yang menurut saya masih belum paham dengan hal ini.. Mengapa, Mereka tahu dan mengerti tetapi tidak dijalankan dengan benar.. Bisa juga rasa kepercayaan kepada pasangan cuma setengah...Setengah lagi lebih percaya omongan orang, Omongan mertua dan masih banyak lagi hal yang terkadang membuat sang istri punya pola pikir bercabang-cabang karena yang suaminya sibuk, Bahkan hanya pulang seminggu sekali atau lebih.

    Makanya terkadang banyak orang yang sudah menikah masih suka percaya dengan omongan sahabatnya, Atau lebih sering berkumpul sama teman2 gosipnya. Jika punya suami yang 'JARPUL' timbulnya penyelesaiannya dengan emosi atau ego masing2..😊😊

    Sebagai contoh..."Kerja sebulan nggak pulang2 sekalinya pulang cuma bawa duit chepeng ceng mending mampus aja luh"...🤣 🤣 Giliran suami dirumah nggak kemana2... "Mending luh pergi sono dirumah cuma bikin gw stres aja cari apa kek yang biar bisa beli BMW kaya si anu tuh"..😳😳

    Sebenarnya kunci dari semua itu sederhana...Rasa saling percaya dan pengertianlah solusinya..Sederhana tetapi menjalankannya terkadang banyak yang tidak paham.😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Astagaaa Kangggg, ngakak saiaaahh :D

      Lah kan bagus kalau suami di rumah mulu, jadi ada waktu terus buat keluarga :D

      Btw, mungkin karena ini ngomongin hati kali ya KangSat, jadi ya butuh waktu untuk memahaminya, sayapun demikian.
      Baru bisa berpikir jernih setelah waktu bertahun berlalu :D

      Tapi sumpah saya ngakak, suami jarang pulang, ngamuk.
      Suami di rumah mulu, ngamuk, hahahahaha

      Hapus
  2. Saya nggak bisa komentar banyak Rey... Bukan apa-apa karena saya tidak punya suami.. wakakakakakak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk ngakak saya baca koment mas Anton, kita sependapat mas, maaf nimbrung koment disini kak Rey...

      Hapus
    2. Kalau Kak Anton punya suami, aku jadi nggak bisa komentar banyak... Wkwkwk

      Hapus
    3. Ada kok, laki laki yang punya suami terutama di Amerika atau Eropa.🤣

      Hapus
    4. hehehe kalau di negara amerika sono aku percaya kalau suami beristrikan "suami"

      Hapus
  3. Saya ngga bisa komentar banyak mbak, soalnya saya lagi nganggur jadinya dirumah saja sama istri dan anak. Tapi memang menerima memang adanya begitu bisa bikin rumah tangga adem.

    Ada tetangga saya yang kerja di laut jadi anak buah kapal, jadinya pulangnya tiga atau empat bulan sekali. Kalo memang tidak menerima maka bisa kisruh rumah tangganya, tapi untungnya ia bisa menerima, lagi pula suaminya mencari nafkah buat keluarga.🙂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah iya ya, itu beneran pejuang LDM tuh, lama banget baru bisa ketemu anak istrinya, semoga diberi kesetiaan dan kesabaran keduanya ya :)

      Hapus
  4. Eh kita sama yg ttg males Nerima telp hahahahaha. Aku juga lebih suka chat Rey :p. Apalagi kalo telpnya berupa vidcall. Mon maap, bakalan aku cuekin :p. Kalo telp, masih mau aku trima asl dr keluarga ato temen deket, selain itu chat ajalaaah :D.

    Naaah, aku sbnrnya ngerasain kalo suamiku makin lama makin sibuk :D. Cm bersyukur yaaaa, dia masih Wfh. Tapi jgn tanya jam kerjanya. Kadang sampe jam 1 pagi wkwkwkwkwk. Dan hrs diingetin utk stop -_- .

    Cm aku sendiri masih blm ada masalah sih. Krn biar dia lumayan sibuk, tapi paksu masih mau nyempetin diri buat main Ama anak2 ato ngobrol Ama aku pas istirahat. Dan mungkin Krn background kami sama2 banker, sesekali kami discuss ttg kerjaan dia :D.

    So sesibuk2nya dia skr, aku masih bisa trima. Toh aku sendiri walo resign ttp ada jadwal kerjaan di rumah. Jd bener yg kamu bilang, dengan kesibukan positif, kita ga bakal ada waktu utk mikir negatif :p.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, nyebelin banget dah kalau terima telpon itu, apalagi video call, saya pernah gitu kumpul ama teman-teman, terus mereka video call, teman lainnya asal ngangkat aja gitu, biar kata di rumah ga pake jilbab, hahaha.

      Kalau saya Vcall masih lari cari jilbab, duh malas, dan ga suka aja kalau terlalu menyita waktu, mending chat kan, kita bisa balas sambil disambi hal lainnya :D

      Hapus
  5. Lagi mengalami fase ini, pernikahan 1 tahun, Kebetulan suami orng lapangan yg kerja luar pulau, ketemu 2 sd 3 bulan sekali. Masalahnya doi juga lembur, kerja 7x24 jam dlm seminggu.

    Karna saya bekerja, timbul keinginan dia dirumah saja, resign.
    Dqn mnjadi karyawan biasa saja Asal dikota yg Sama,
    Tapi saya memahami dia punya passion bekerja d lapangan,,

    Banyak moment, dan keadaan yg saya butuh suami
    Tpi dia tidk ada,
    Sediiih :(

    Saya masih dlm tahap penerimaan mbak,
    Semoga bisa sperti mbak Rey 😁

    Saya senang baca artikel ini, bahwa saya tidak sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat ya, sejujurnya saya juga masih on off, yang lebih parah tuh karena saya cuman bertiga di rumah, nggak ada keluarga yang bisa bantuin.
      Dan kalau sakit, bubar jalan deh sabarnya, kadang cuman bisa nangis, sakit sendirian, harus urus anak pula :(

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)