Rumah Ortu, Tempat Wisata Favorit Ketika Pulang Kampung Ala Rey

 

rumah ortu

Kalau ditanya, apa aja nih tempat wisata favorit di kampung halamanmu?. Off course saya akan menjawab, rumah orang tua.

Sungguh menyedihkan ya, tapi buat saya enggak menyedihkan banget sih, karena udah terbiasa sejak dulu di rumah melulu, nggak boleh keluar, pokoknya kayak dipingit dah.

Hal yang awalnya merupakan sebuah cara bapak saya memproteksi anak perempuannya, siapa nyana malah jadi sebuah hal kebiasaan. Saya jadi nyaman di rumah saja, nyaman jadi orang yang introvert, dan nggak menyesali jika termasuk orang yang nggak kenal banyak wisata di luar rumah.

Karena buat saya, di rumah ortu itu, udah berasa kayak wisata, bisa makan sepuasnya. Dasar emang si Rey ini, makaaan aja yang dipikirin.


Alasan Mengapa Rumah Ortu Jadi Tempat Wisata Favorit Ala Rey

Well, sebenarnya di kampung halaman, eh maksudnya di tempat tinggal ortu saya, ada beberapa tempat wisata yang sering dikunjungi orang-orang di sana. Tapi, karena saya sejak kecil nggak dibolehkan keluyuran oleh bapak. Jadinya saya sendiri belum pernah sama sekali ikut ke lokasinya.

Ada yang namanya bendungan, sampai detik ini saya cuman bisa membayangkan kayak apa itu bendungan yang sejak dulu sering dikunjungi teman-teman saya.

Setelah marak adanya media sosial, barulah saya bisa melihat keadaannya, ternyata mereka di sana bisa berenang di bendungan yang dibuat untuk irigasi sawah masyarakat.

Namun, karena saya udah nyaman di rumah melulu, saya nggak tertarik lagi untuk nyobain ke sana, mana jalanannya jauh, becek pulak. Tuh kaaannn... khas anak pingitan, susah diajak eksplorasi alam, wakakakaka.

Ada pula pantai, dan saya pun belum pernah ke sana. Hanya dulu ketika kecil teman-teman saya sering banget ke sana, mereka piknik, mai ke pantai sambil bawa makanan. Dan saya cuman bisa iri melihat teman-teman bisa ikutan kayak gitu.

Yang menyenangkan juga, bisa ke muara sungai, di mana di sana ada kampung orang-orang Bajo (bukan yang ada di Sulawesi Selatan ya, ini di Buton). Waktu kecil saya pernah sih lewat situ, naik perahu sama mama dan bapak, tapi udah lupa.

dusun bajo
Source: triptrus

Kakak saya juga pernah ke situ, ketika lulus PNS kan dia pernah mengabdi dulu di Puskesmas tempat mama saya bekerja dulunya. Jadi dia bisa ikutan acara posyandu ke desa orang Bajo itu.

Tapi jujur, saya nggak seberapa tertarik ke sana, malahan ngeri. Karena sekarang tuh di sana banyak buaya yang sering muncul, setelah manusia memporak porandakan alam. Akibat tambang aspal kan.

Aneh banget, padahal dulu ketika kecil, nggak ada tuh berita ada buaya yang terlihat. Tapi sekarang, bahkan pernah loh ada orang lagi mancing di sungai, eh disergap buaya, untung ditolong orang, jadinya cuman tangannya luka kena gigitan buaya.

Duh, melihat kondisi seperti itu, saya makin betah deh menganggap rumah ortu adalah tempat wisata terbaik dan paling aman. Apalagi kalau sama anak-anak, wakakakakak.  

Ya itu tadi, karena waktu kecil saya nggak pernah keluar rumah, jangankan mau keluar rumah ya, keluar pagar aja udah lah saya kena bentakan bapak. Syukur-syukur nggak kena sabetan sapu di betis, wakakakakak.

Akhirnya hal tersebut jadi kebiasaan sampai saya dewasa, suka sih bepergian, tapi jujur lebih suka stay di rumah aja, nyaman aja gitu melakukan banyak hal.

Lucunya, dulu di rumah ortu saya tuh nggak ada sinyal internet, sekarang udah ada sih, sejak 2 atau 3 tahunan ya dibangun BTS Telkomsesl di sana.

Meskipun demikian, entah mengapa saya betah aja gitu di rumah sederhana ortu. 


Hal-Hal Menarik yang Bisa Dilakukan Di Rumah Ortu

Menganggap rumah ortu sebagai tempat wisata menarik, tentunya ada beberapa hal-hal yang menarik untuk saya dan anak-anak lakukan, di antaranya:


Memetik sayuran

Sungguh receh ya, tapi jujur gegara lama tinggal di Surabaya, bahkan lebih dari separuh umur saya lebih banyak di Surabaya ketimbang di rumah ortu, jadi hal-hal receh kayak petik sayuran jadi hal yang menyenangkan buat saya, hahaha.

Jadi, karena rumah ortu saya di pedesaan, ada halaman yang luas di sekitar rumahnya. Sama mama ditanamin beberapa sayuran. 

Ketika Bapak masih ada, sayuran yang ada lebih banyak, ada kelor yang selalu jadi favorit saya ketika mudik. Ada daun pepaya muda, bayam, kacang panjang.

You know, saya pernah liat ada restoran atau rumah makan, yang kalau ada pelanggan, mereka bakal metik sayur dulu di kebun buat dimasak.

Saya lupa itu di Indonesia atau di luar negeri, tapi jujur gegara itu saya jadi ingat rumah ortu, dan ketika bisa mudik, ya udah saya cosplay lagi ada di resto atau rumah makan itu, jadi masak sayurnya fresh, wakakakakak. 


Memetik jeruk nipis

Di belakang rumah mama, ada pohon jeruk nipis yang udah lumayan besar, buahnya banyak. Bahkan sebagian masuk ke jendela dapur mama. 

Saya dan anak-anak sering metik buahnya, terus sok-sokan bikin es jeruk nipis atau lemon tea, hahaha.

Jeruk nipis ini selalu standby di rumah sih, karena mostly orang Buton itu nggak bisa makan kalau enggak pakai sambal. Dan sambalnya pakai jeruk nipis itu. 


Memetik buah kedondong dan sukun

Selain jeruk nipis, ada pula pohon Kedondong dan Sukun. Paling sering sih Kedondong.

Kami memetik buahnya pakai galah panjang yang dipakai buat nyodok buah tersebut. Di sana namanya penjolok dan kegiatan itu dinamakan menjolok kedondong, hehehe.

Sebenarnya buah ini kurang begitu saya sukai, karena banyak serat bijinya kan. Cuman, saking lamanya saya di Surabaya, susah cari kedondong murah dan gede-gede, jadinya agak sok jadi anak kota kalau mudik, wakakakakaka. 

Kalau sukun, biasanya kakak saya yang rajin metik, saya ogah karena kudu diolah lagi, dikupas lalu digoreng, ribet amat, hahaha. 


Makan kelapa muda

Ini mah cuman bisa kami rasakan ketika ada bapak dulu, karena pohon kelapa di samping rumah mama udah agak tinggi, dan banyak semutnya.

Jadinya kudu dipanjat, dan hanya bapak yang selalu semangat manjat pohonnya meski akhirnya blio dikerubungi semut, demi anak perempuan kesayangannya yang jarang pulang, dan cucu-cucunya yang jarang ketemu.

Huwaaaaa, kangen Bapak, sampai kita bertemu lagi, bapak! Alfatihah untukmu, aamiin.


Panen pisang dan bikin pisgor

Yang paling banyak sih pohon pisang, nggak banyak banget sih, tapi lebih dari satu. Kebanyakan pisang kepok. Jadi kalau udah ada yang matang dikit, langsung ditebang.

You know, waktu kecil dulu saya yang kurus kerempeng bisa loh manen pisang. Saya liat caranya dari mama, dengan cara melukai batang pisangnya di pertengahan pohonnya, sampai tandan pisang merunduk, baru deh dipotong pisangnya.

Setelah itu, kami bikin pisgor pakai sambal dong.

Udah tahu kan alasan, mengapa saya suka banget pisang goreng dan bisa goreng pisang, soalnya sejak kecil itu jadi kudapan kami hampir setiap hari.


Dengan hal-hal menarik seperti itu, yang bertahun-tahun nggak bisa saya dapatkan di Surabaya, ditambah emang saya nggak familier dengan tempat wisata alam atau luar rumah di sana. Jadilah saya menganggap, kalau rumah ortu ya sebagai tempat asyik berwisata.

Mau piknik? cukup goreng pisang lalu makan di belakang rumah, wakakakak.

That's why, kalau si papinya anak-anak ke sana, dia betah banget. Karena rumah sederhana ortu kami itu bagaikan vila yang ada di Jawa, tapi mihil kalau diinapin, wakakak.

Di sana gratis pulak.

Ah, kangen deh.


Surabaya, 21 Maret 2024

#BPNRamadan2024

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)