Day 9 Ramadan, Berdamai dengan Melepas Satu Tantangan

berdamai

Masya Allah, nggak kerasa udah hari ke-9 ramadan ya, serius saya nggak nyadar loh, saking dari awal puasa sampai detik ini, saya jungkir balik banget nget.

Dari rutinitas yang berubah, keuangan yang nggak karuan karena lelah mengingatkan tanggung jawab bapakeh anak-anak. Mencoba mengalihkan beban di hati dengan kerja-kerja dan kerja, sampai-sampai saya lupa bernafas dan megap-megap.

Bekerja emang sangat ampuh mengalihkan pikiran yang riuh rendah, sayangnya yang namanya bekerja, khususnya ala Rey ya. Saya nggak suka kerja asal-asalan.

Maunya kerja dengan konsisten yang fokus, tapi manalah bisa?

Masih ada kegiatan ramadan dan anak-anak yang harus diurus, tapi karena udah terlanjur memulai, jadilah saya beneran jungkir balik menyelesaikan.

Dan tau nggak sih, saya cuman tidur 2 jam setiap malamnya. Bahkan di minggu pertama puasa, saya begadang terus sampai sahur, habis sahur baru tidur, itupun nggak bisa sampai puas, karena si Adik yang nggak puasa akan segera bangun dan nangis-nangis minta makan.

Sejak awal ramadan, saya memang menerima beberapa kerjasama barter. Ada yang murni buat bantuin usaha orang, ada juga yang karena saya pikir, feedback-nya bisa saya nikmatin.  

Tapi, karena sejak awal ramadan saya memang mengikuti begitu banyak ramadan blog challenge, akhirnya ya kelimpungan juga ngerjainnya.

Ya edit video, ya edit foto, nulis hingga 2-3 artikel setiap harinya.

Belum lagi ada challenge, yang ngasih challenge emang nggak main-main, pakai acara minta video liputan di YouTube. Tantangan pertama, meski hampir menyerah, tapi di menit-menit terakhir, saya berhasil menaklukannya.

Namun, hari ini masuk tantangan video kedua, sejujurnya udah pengen menyerah.

Tapi, tau nggak sih, kalau udah terbiasa hidup tak mau kalah oleh keadaan, amat sangat berat untuk bisa menyerah di masa sekarang. Meskipun aslinya saya udah nggak mampu lagi, mampu pun dipaksakan, tapi udah nggak sehat lagi.

Kayak hari ini, meski udah niat untuk mengakhiri challenge yang tidak Rey friendly itu, tetap saja saya maksain untuk mencoba mengerjakan tantangan tersebut.

Alhasil, meski semalam saya tidur cuman 2 jam saja, yang seharusnya biasanya saya netralkan dengan mencuri tidur siang 2 jam lagi. Hari ini cukup sejam aja tidur siangnya, itupun nggak bisa deep sleep, karena anak-anak bolak balik nanya ini itu, hiks.

Selain itu, hari ini kok pas banget saya ada job receh di Twitter, ketemu dengan job lain pulak. Masalahnya adalah, job twitter itu selalu terikat waktu, kita disuruh standby menanti arahan.   

Lalu demi menuntaskan kelengkapan challenge tersebut, saya putuskan untuk keluar rumah setelah shalat ashar bersama anak-anak.

Jadi ya gitu, saya paksain bangun meski masih super ngantuk, dan kepala saya berat banget. Langsung buka laptop melihat update job. Setelah mengerjakan job yang dimaksud, saya buru-buru shalat Ashar dan mengajak anak-anak keluar,

Namun ternyata, sinar matahari pukul setengah 4 sore itu sangat tidak bersahabat, dan karena kurang tidur, kambuh lagi deh sensitifitas mata akan sinar matahari.

Langsung migren dong.

Saya paksain naik motor meski migren melanda, sesekali melindungi mata dari silaunya sinar matahari sore yang terasa menggigit. Rencananya saya pengen ke taman, cari sesuatu yang bisa direkam, tapi pas liat jam udah kesorean, apalagi si Kakak udah bolak balik mengingatkan kalau dia mau shalat magrib dan berbuka di masjid.

Sementara itu, si Adik minta es lah, minta pukis laba-laba favoritnya lah.

Ditambah kepala migren, akhirnya saya putuskan mampir saja ke bazar takjil Karmen. Sampai di sana udah ramai, meski belum separah ketika sore. Tapi, orang-orang yang berdesak-desakan, ditimpali silaunya sinar matahari sore yang bikin nggak nyaman, semakin membuat kepala saya sakit.

Niat ingin mengambil videopun hilang, buru-buru beli gorengan lalu pulang.

Tapi, saya nggak mungkin tega pulang tanpa membelikan permintaan si Adik kan ya, akhirnya mampirlah kami di bazar takjil dekat ITS, beli pukis laba-laba dan es teler yang rasanya masih masuk akal pakai bahan yang sehat.

Setelah itu, saya teringat kalau guru si Adik minta tambahan beras yang dibawa, katanya buat zakat fitrah. Mau nangis sebenarnya ya Allah, duit yang tersisa itu udah saya pakai sehemat mungkin. Zakat fitrah saya niatkan nanti aja menunggu papinya anak-anak sadar kalau anak-anaknya ini butuh duit lebih. Alias, nanti aja lah, tapi sekolah anak-anak udah maksa suruh bawa beras buat zakat fitrah.

Jujur udah mau nangis, itu nagih zakat fitrah apa nagih hutang sih? 

Tapi sudahlah, akhirnya saya mampir lagi beli beras, sambil berdoa semoga Allah mencukupkan kebutuhan saya dan anak-anak.

Sekarang tuh ya, mampir toko bentar beli beras, eh melayang uang merah, hiks.

Setelah itu saya pulang deh, udah nggak tertahankan sakit kepala. Antara pengaruh kurang tidur plus silau oleh matahari, ditambah perasaan kesal karena nggak berhasil mengerjakan tantangan. 

Rasanya itu bukan saya banget tauk!

Menyerah itu lebih buruk rasanya daripada kelelahan. 

Lalu mulailah hati merutuki keadaan, sebenarnya sore tadi saya bisa saja mencari bahan video, apalagi saya keluar masih siangan. Yang saya butuhkan adalah waktu yang fokus dan mungkin sampai agak sorean.

Berandai-andai.

Seharusnya anak-anak nggak usah ikut, atau seharusnya si Kakak mau sehari aja nggak perlu buka puasa di masjid. Seharusnya anak-anak mengerti kalau ikut mami, yang diutamakan ya kebutuhan mami, bukan keinginan mereka.

Rasanya pengen marah banget, sampai akhirnya saya menyadari.Masa sih tantangan untuk memuaskan hati lebih penting dari anak-anak?.


I mean, udah sejauh ini saya berjuang untuk anak-anak, meski sering dihinggapi pikiran buruk, untuk ikut meninggalkan mereka.

Kenapa anak-anak harus jadi tanggung jawab saya sih? bukankah anak-anak seharusnya tanggung jawab ayahnya?.

Astagfirullah, segera saya istigfar, terlebih ketika melihat tangan mungil si Adik yang menggandeng tangan maminya.

Ya Allah, mengapa sebuah challenge malah jadi bikin saya stres sendiri?. Challenge duniawi pulak!. 

Saya pikir, ini bukan salah anak-anak, tapi saya yang salah mencari cara untuk melupakan beban di hati pakai cara duniawi.

Meskipun, ada sih manfaat positifnya, misal saya jadi mendapatkan uang, tapi kalau udah menarik energi negatif pada diri sendiri, ditambah ini adalah bulan ramadan, betapa meruginya saya.

Dan begitulah, akhirnya saya putuskan untuk berdamai dengan melepas satu tantangan, toh itu bukan karena saya malas. Toh saya juga sudah berusaha memulai dan mencoba serta bertahan dengan amat sangat keras.

Toh, saya udah luar biasa mencoba sampai sejauh ini. Seharusnya, tak perlu ada penyesalan jika akhirnya menyerah di tengah jalan. 

Mumpung masih ramadan, menyerah untuk satu tantangan duniawi, dan menggantinya dengan tantangan ibadah, insya Allah jauh lebih berkah.

Dan begitulah, setelah sampai di rumah, Alhamdulillah waktu berbuka kurang 15 menit, saya habiskan waktu tersebut untuk beberes, lalu mengecek beberapa pesan di WA.

Setelah adzan magrib, berdua dengan si Adik kami menyantap es dan gorengan. Rasanya damai, dan baru sadar kalau selama ramadan ini, udah hari ke-9, rasanya kok saya belum pernah melewati waktu berbuka dengan damai, tanpa dikejar challenge, hahaha. 

Ditambah 1 biji parasetamol, lumayan banget meredakan sakit kepala yang mendera. Sampai akhirnya malam ini bisa buka laptop dan menuliskan curhatan ini.

Ramadan memang selalu mengajarkan banyak hal kepada kita semua, rasa sabar, menerima dengan damai, demi ketenangan hati.

Meskipun, abis ini kepikiran challenge lainnya, tapi setidaknya challenge yang ada masih masuk dalam zona kewarasan saya.

Oh ya, ini bukan salah challenge ya, ini salah saya yang kurang tepat menyikapi beban di hati. Bisa-bisanya gitu saya lari ke hal-hal yang menyita banyak waktu begini, padahal mau ada beban di hati atau enggak, beban di dunia akoh, mengurus dan menanggung semua hal tentang anak 2 ini ya masih di pundak saya.

Kenapa enggak lari ke Allah saja ya?

Demikianlah  


Surabaya, 20 Maret 2024

1 komentar :

  1. I feel you mbak. Aku kemarin milih mundur dari bootcamp juga karena sudah ga tahan nahan stresnya. Menurutku, lebih baik mundur untuk introspeksi dan mulai lagi dengan lebih baik, daripada maksa lanjut tapi hasil setengah.

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)