Ketika Istri (Terlihat) Tidak Berterimakasih Kepada Suami

Ketika Istri (Terlihat) Tidak Berterimakasih Kepada Suami

Sharing By Rey - Salah satu masalah yang paling sering terjadi di rumah tangga adalah, ketika istri (terlihat) tidak berterimakasih kepada suaminya.

Entah, suaminya masih berjuang agar bisa menafkahi dengan layak, atau ada juga yang sebal dengan istrinya yang (terlihat) tidak tahu berterimakasih plus tak pernah merasa cukup.
Kalau dengar-dengar rumpian teman-teman, atau baca-baca artikel, atau semacamnya.
Sering banget saya menangkap sebuah kesimpulan, bahwa lelaki itu amat sangat bersemangat, jika apapun hasil usahanya, selalu diapresiasi oleh istrinya.

Saya memikirkan sambil mengangkat sebelah bibir saya, dan membatin,
"Yeeeee.... itu mah bukan hanya lelaki doang, perempuan juga suka banget diapresiasi. Bahkan perempuan tuh, jauh lebih 'makan puji' ketimbang lelaki" (menurut saya ya!)
Akan tetapi, apakah semua suami yang berharap diapresiasi oleh istrinya itu, pernah juga mengapresiasi istrinya?

Dan apakah semua lelaki yang berharap diapresiasi itu, mengatakan secara lebih jelas, pengennya diapresiasi kayak gimana?. Apakah dengan say tengkiu udah cukup? atau masih ada hal lain yang diharapkan?

Karena sesungguhnya, kebanyakan masalah rumah tangga itu ya karena kurangnya komunikasi, entah karena pasangan yang nggak pandai berkomunikasi atau menyuarakan isi hatinya dalam kata, atau juga pasangannya yang nggak bisa berkomunikasi yang baik secara dua arah.

Alhasil, percikan-percikan kecil kekecewaan di antara masing-masing pasangan, terus tertanam di hati, terdiam dan teronggok di sana, menanti akhirnya.
Entah akhirnya jadi terbiasa dan cuek, atau mungkin bongkahan kekecewaan berlarut itu musnah setelah melihat ada orang lain yang (terasa) jauh lebih memahami.

Padahal ya semu! hahaha.

 

Istri Tidak Berterimakasih Karena Menganggap Itu Adalah Kodratnya


Kalau nggak salah, saya pernah menuliskan tentang bagaimana sedihnya saya, saat berani mengungkapkan kepada pasangan, betapa saya merasa ada yang aneh dengan diri saya saat punya bayi dulu.

Ketika Istri (Terlihat) Tidak Berterimakasih Kepada Suami

Saya uring-uringan, memarahi bahkan membentak dan memukul si kakak, bahkan sampai pernah melempar si bayi yang masih merah itu ke kasur (untungnya kok ya di kasur, huhuhu)
Saya merasa butuh sesuatu, tapi saya nggak tahu itu apa?

Sampai saya mengetahui tentang yang namanya baby blues dan postpartum depression.
Dan saya nggak mau berakibat makin fatal, saya ngomong deh ke pasangan.
Awalnya sih dia diam aja, sampai lama kelamaan dia bilang.
"KAMU TUH MENGELUH SAJA, SEMUA ITU ADALAH KODRATMU SEBAGAI SEORANG ISTRI DAN IBU!
Uwow banget kannn!

Saya kembali memikirkan mengapa saya bisa menjadi aneh setelah melahirkan anak kedua, sementara anak pertama tuh baik-baik saja.
Dan saya menemukan jawabannya yaitu, karena saya menyusui anak kedua secara ekslusif.

Berbeda dengan si kakak yang minum susu formula, jadinya pas dia bayi, kami sama-sama begadang gantian buat jagain si kakak bayi.
Karena kalau nangis kan bahkan papinya bisa buatin susu.

Lah sementara si adik?
Papinya baru berani gendong setelah usianya 3 atau 4 bulanan gitu kayaknya.

Kebayang kaaann...
Saya sesar btw, luka sesar saya perih, dan menyusui itu ternyata astagaaaa tidak semudah keliatannya.
PD saya lecet, setiap kali si bayi nangis, saya menyusui sambil berurai air mata.

Ya perihnya sampai mau ngompol, ya sedih karena saya hanya bisa menikmati semua itu tanpa didampingi 1 orang pun.

Papinya ke mana?
Tidur dong, bahkan ngorok dengan keras, sampai si bayi nggak bisa tidur, terlebih kedua anak saya memang sejak 0-6 bulan tuh tantangannya luar biasa.

Si adik misalnya, dia sama sekali nggak mau minum sufor, pernah saya bikinkan sufor 1 kali, habis minum dia muntah dan badannya merah sodarah.
Daaaannn sepanjang usianya 0-6 bulan, dia pup ada kali 10 kali sehari.

Daaann, si adik sama juga dengan si kakak, setelah minum susu kagak boleh digoyang sama sekali, kalau nggak mau byooorrrrr abis semua ASI yang susah payah saya kumpulkan karena ASI saya terasa sedikit.

Saya capek banget masha Allah, belum lagi kudu urusin si kakak, karena dia hanya mau nurut sama saya, duh yaaaa.. saya merasa boleh kan ya saya mengeluh pada pasangan?
Pada siapa lagi cobak saya mengeluh?

Dan jawabannya apa?
Semua menyakitkan hati.
Dari yang kalau saya mengeluh luka sesar saya sakit, dibilang itu kodrat saya.
Atau saya menyusui sambil jerit-jerit dan bersimbah air mata (coba kalian bayangkan, jari kalian lecet, lalu diisap bayi dengan lidahnya yang kasar, BAYANGKAN!!!)

Atas bawa perih masha Allah..
Luka sesar nggak berhenti cenut-cenut saking belum kering tapi saya udah keliling ke sana ke mari.
Dan kedua PD saya perihnya naudzubillah.

Dan pasangan cuman bilang, ITU KODRATMU!

Oke baiklaaahhh...
Maka jadilah postingan saya dulu, tentang kodrat suami dan istri.

Jika memang istri tidak boleh mengeluh dengan semua kodratnya yang penuh tantangan tersebut, lantas pantaskah seorang suami mengeluh tentang kodratnya yaitu bertanggung jawab menafkahi anak istrinya dengan baik?

Iya, kebanyakan istri (terlihat lupa) berterimakasih, bukan karena mereka tidak mau mengapresiasi hasil usaha suaminya, akan tetapi merasa suaminya nggak butuh hal seperti itu, karena toh udah kodratnya kan mencari nafkah dan menafkahi dengan baik.

Lalu, apalagi yang kudu diterimakasihkan?


Contohkan Dan Ungkapkan, Istri Bukan Cenayang


Yup, biar kata banyak yang bilang, kaum hawa itu kebanyakan kode-kode, bikin kaum lelaki bingung maunya apa?

Ketika Istri (Terlihat) Tidak Berterimakasih Kepada Suami

Etapi bukan hanya kaum wanita loh yang gitu, buktinya ada juga tuh kaum lelaki yang bukan cuman kode-kodean malah, tapi batin membatin.

Nah loh?
Itu mah jauh lebih sulit lagi!

Kalau wanita sukanya main kode-kode, minimal jadinya kayak teka-teki dengan clue nyindir-nyindir.
Itupun masih sering banget lelaki yang bisa menebaknya.

Terus, apa kabar para suami yang biasanya cuman membatin, Bwambwang!!!
Memangnya istrimu cenayang?

Nggak usah lagi berdalih dengan anggapan,
"Ya kan, udah nikah lama, harusnya udah tahu apa yang membahagiakan suami!"
Nah, suami sendiri tahu nggak? cara apa yang membahagiakan istri?

Kalaupun memang nggak pandai berkomunikasi, tunjukan atau contohkan napa?
Contohnya, berterimakasihlah karena istri sudah menahan segala ketidaknyamanan dengan mengandung anak-anak.

Minta maaflah karena nggak bisa meringankan beban ketakutan dan kesakitan saat melahirkan.
Saya dong, 2 kali melahirkan dengan sesar, 2 kali juga kudu menangis meminta tangan perawat entah siapa di ruang operasi, saking saya takut banget mati, dan sepatah katapun nggak ada kalimat menyemangati dari pasangan.

Saat memang nggak bisa gantiin istri dalam menyusui bayi, setidaknya ringankan bebannya dengan beliin pompa ASI kek, atau gimana?
Kalau nggak punya duit? plis temanin istrimu saat dia terbangun harus menyusui di malam hari.
Menyusui itu berat banget tauk!
Apalagi di saat bayi newborn dengan puting lecet dan perihnya minta ampun.

Saya sampai nangis, antara nangis kesakitan, sama nangis kesal nggak ada yang nemanin, malah ditinggal tidur dan ngorok dengan keras pula, huhuhu.

Lalu, dengan semua kecuekan tersebut, bahkan udah dikasih tahu malah dibilang itu kodrat.
Sungguh saya mau ngakak kalau ada suami macam demikian, merajuk hanya karena menganggap istrinya nggak berterimakasih atas usaha yang udah setengah mati dia lakukan (menurutnya).

Idiihh, are you OK?

Masih untung nggak ditambahin ama istrinya,
"Oohhh minta terimakasih karena udah ngasih duit? emang situ pikir wanita kagak bisa cari duit? sampai gila terimakasih gitu?"
Nah loh!
jadi makin jleb nggak sih?

Memang benar, pasangan kita adalah cerminan diri kita.
Kalau kita pelit terimakasih dengan anggapan itu adalah kodrat, lantas betapa lucunya jika ada seorang suami yang begitu gila terimakasih dari istrinya, hanya karena ngasih duit belanja.

Lah terus, kodrat suami apa kalau bukan ngasih duit belanja?
Ye kan? hehehe.

So, contohkan! lalu ungkapkan! apa sih harapan kita ke pasangan, karena pasangan kita bukan cenayang! begitu Bwambwang!


Indahnya Kerjasama, Berterimakasih Atas Nama Cinta


Iya, i still believe in love!
Meski mungkin cinta bisa hilang, asalkan cinta di hati saya tetap ada.
Meski itu wajib saya perjuangkan, dengan berbagai cara.

Ketika Istri (Terlihat) Tidak Berterimakasih Kepada Suami

Sesungguhnya, masih banyak kok istri-istri yang masih tetap berharap selalu bersama, bisa mencintai dan membahagiakan pasangannya.

Meski mungkin, kehidupan yang dijalaninya masih saja sesulit dahulu.
Kayak si Rey misalnya, bucin kelas kakapnya masih tetap bertahan, bahahaha.

Bayangin deh, udahlah masa kecilnya selalu merasa kekurangan, sampai dulu waktu kecil bertekat pengen jadi orang sukses, wajib banget mengangkat derajat orang tua.

Nyatanya? saat jatuh cinta, hilang semua impiannya tersebut.
Mata jadi terbutakan.
Meski tahu bagaimana sulitnya dan nggak enaknya hidup nggak punya duit.
Dan tahu banget, bagaimana sudahnya cari duit.

Teteeepp aja nekat menikah dengan lelaki yang sama sekali belom punya pekerjaan tetap.
Meski orang tua dan keluarga berkali-kali menyarankan untuk setidaknya sayanya yang kudu punya kerjaan tetap.

Saya bergeming!
Karena saya yakin, kehidupan akan berubah, saya menikah dengan lelaki super baik.
Uang bisa dicari bersama, tapi kebahagiaan sulit dicari.

Lalu 5 tahun berlalu, kehidupan makin sulit, dan 11 tahun berlalu?
Bahkan keadaan jauh lebih sulit dari pertama kali memulai kehidupan bersama, bahahahaha.

Dan selama 11 tahun menikah, saya selalu berusaha biar kayak di sinetron itu loh.
Di mana ada yang judulnya dramatis.
"Istri Tergoda Lelaki Kaya Karena Suami Selalu Kekurangan"
Atau,
"Istriku Selingkuh Karena Aku Tak Kunjung Memberinya Hidup Yang Layak"

Nah loh! 
*Backsound : "Kumenangiiiissssssssss......."
Hahahaha.

Kenyataannya, 11 tahun menikah, sedikitpun tak pernah meninggalkan pasangan, jangankan mau ninggalin, berpikir mau ninggalin aja sulit, sampai pembaca blog ini, kalau baca-baca tulisan saya di label "Marriage", jadi gemes sendiri.

Bucin banget sih Rey! 

Ya gimana dong!
Ada anak juga soalnya!

Meski hati babak belur dengan segitu banyak kekecewaan, meski selalu ada godaan untuk meninggalkan pasangan yang berkhianat dari garis awal pernikahan.
Jauh di lubuk hati, saya masih pengen bisa menikmati hal seperti dulu.

Saat bagaimana hubungan ini bermula, saling mengenal apa kelemahan dan kelebihan masing-masing.
Saya sadar betul bagaimana sifat dan karakter pasangan bahkan sebelum menikah dulu.
Dan dengan semua kelebihan dan kekurangannya, maupun kelebihan dan kekurangan saya.

Kami berdua itu udah punya cara tersendiri agar hubungan itu berhasil.
Ya sama dengan pasangan lainnya sih ya, di mana setiap pasangan punya tips dan trik yang sama sekali nggak bisa ditiru oleh orang lain.

Tips dan trik itu udah menyatu seperti chemistry yang hebat.
Sehingga, saya nggak perlu merasa takut dengan masa depan, even udah menikah 11 tahun masih gini-gini aja, bahkan jauh lebih menyedihkan, hahaha.

Dengan hal tersebut, akan lebih mudah merealisasikan indahnya bekerjasama, dan selalu saling menghargai, penuh dengan ucapan terimakasih, atas nama cinta.
Eaaa... eaaaa...


Udah ah, ini ngomongin apa sih saya?
Awalnya ga mau bahas ini sebenarnya, mau bahas kodrat, tapi malah curcol, hahaha.

Jadi demikian ya temans, sesungguhnya tidak semua istri tidak tahu berterimakasih pada suaminya.
Meskipun mungkin ada juga yang nggak pernah puas dengan pemberian suaminya.
Kebanyakan sih, para istri (terlihat) tidak berterimakasih pada suaminya, karena mereka menganggap itu biasa.

Apa yang hebat dari kodrat suami memberikan uang belanja?
Istri juga bisa kok cari duit.
Sementara kodrat wanita yang nggak bisa didelegasikan seperti hamil, melahirkan, menyusui dengan susah payah, dibilang biasa aja, karena kodrat.

Ketika Istri (Terlihat) Tidak Berterimakasih Kepada Suami

So, kalau mau istri begitu manis dan selalu berterimakasih dan menyemangatimu.
Plis contohkan dan ungkapkan apa maumu!

Begituh!

Sidoarjo, 11 September 2020


Sumber : pengalaman dan opini pribadi
Gambar : Canva edit by Rey 

46 komentar :

  1. Sangat suka dengan tulisan mbak yang ini. Menambah insight baru, bagi kami, yang belum nikah.

    Kadang mikir, "ooh gini ternyata.."

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terus mas Dodo kapan melamar si dia mas? 🙂

      Hapus
    2. hahahha, si Mas Agus maaahh, merusak kesyahduan wkwkwkw :D

      Betul sekali tuh, setidaknya udah punya sedikit bayangan, seperti apa sih menikah itu?
      Jadi nggak cuman mikir enaena doang :D

      Hapus
    3. mungkin tahun depan mas agus, kalo ga, tahun depannya lagi hahaha

      Hapus
    4. Yang jelas jangan malam ini yak Do, KUA tutup soalnya wakakakak

      Hapus
  2. Baru aku sadar, ternyata mbak Rey kalo posting itu sebenarnya plot twist. Judulnya kadang ini, isinya ternyata ini.🙂

    Menurutku suami kurang pas lah kalo minta istri berterima kasih terus kalo dikasih uang. Soalnya itu sudah kewajiban suami memberikan nafkah pada istri dan anaknya.

    Istri memang kelihatan tidak berterima kasih langsung tapi dia juga memberikan terima kasih dalam bentuk lain

    Coba saja siapa yang masak makanan kalo pagi hari, siapa yang membuatkan teh atau kopi, terus mencuci baju, mengepel, membereskan rumah dan kalo malam...ah sudahlah. Maksudnya aku kalo malam itu makan bersama dan ngobrol.

    Itu semua kalo dikerjakan pakai ART bisa pakai dua orang, jadi kalo dipikir-pikir sesuai bukan dengan pengorbanan suami mencari mencari nafkah.

    Tapi tidak apa-apa sih sekali-kali istri mengucapkan terima kasih pada suami. Sekali saja misalnya pas ulang tahun suami, kan biar suami juga jadi semangat cari duit, sama seperti istri juga semangat kalo belanja eh...😱

    Kaboorrr 🏃🏃🏃

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaha, sebenarnya kadang runut kok, sesuai judul, kalau ga kejar tayang, dan bukan curcol melulu :D

      Kadang juga tergantung suasana hati, kalau lagi baper, itu biasanya melebar ke mana-mana :D

      Sebenarnya suami istri itu wajib saling berterimakasih, dengan caranya masing-masing atau dengan cara yang diinginkan pasangan, ASALKAN PASANGANNYA NGOMONG maunya apa :D

      Suami istri sejatinya sahabat dalam bekerjasama, dibutuhkan saling pengertian, namun pengertian yang diterima dengan baik oleh kedua belah pihak :D

      Hapus
  3. Menurut saya, sebisa mungkin ke duanya saling berterima kasih, mba. Terlepas itu kodrat apa bukan. Sudah sewajarnya suami berterima kasih pada istri yang mau membesarkan dan merawat anak-anak, menjaga rumah, dan lain sebagainya. Pun sudah sewajarnya istri berterima kasih pada suami yang sudah mau mencari nafkah untuk keluarga.

    Terlalu buruk, kalau suami sampai berkata itu kodrat hanya karena istri mengeluh sakit dan sebagainya. Menurut saya kata-kata itu nggak etis diucapkan especially pada pasangan :| apalagi sampai punya ekspektasi istri berterima kasih karena suami mencari nafkah setelah suami merendahkan istri sedemikian rupa. Rasanya nggak makesense phfttt, ibarat kata kalau mau diapresiasi, sebisa mungkin mengapresiasi terlebih dahulu, ya kan. Bagaimana istri mau berterima kasih kalau suami nggak tau rasa terima kasih *eh saya jadi gemas sendiri* hehehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, bahkan sekesal apapun, setidaknya kalimat 'kodrat' dilontarkan kepada ibu penderita babyblues dan PPD itu amat sangat berbahaya :D

      Secaraaaaa, kalau dipikir-pikir tantangan kodrat wanita di dunia itu tiada duanya.
      Mengandung, melahirkan, menyusui itu nggak bisa didelegasikan ke suami, sementara kodrat suami menafkahi seringnya diambil alih wanita.

      Karenanya sungguh menyebalkan mendengar kalimat seperti itu huhuhu

      Hapus
    2. Kak Rey, aku juga jadi ikutan gemas bacanya. Berasa seperti sedang menonton ftv Indosiar 😭

      Aku sepakat dengan kata-kata kak Eno. Baiknya dari ke2 belah pihak, saling mengungkapkan rasa terimakasih. Mungkin juga cara mengungkapkan rasa terima kasihnya berbeda, seperti yang kak Agus bilang. Bisa juga dicoba ikutan test Love Language yang ada di Google, jadi kedua belah pihak saling tahu bahasa cinta pasangan sehingga rasa toleransinya lebih tinggi :D

      Hapus
    3. Aku jg sekata eh sepakat sm Lia n mbk Eno...

      Sungguh gemes sebel mbacax...

      Hapus
    4. Lia : lah kok saya auto bekson : 'kumenangiiissss' hahahahaa
      Betul Lia, i'll try to find a way untum itu *Tsah keInggrisan hahaha.

      Komunikasi dari hati ke hati dulu sebenarnya, dan itu sangat sulit, pengen menyerah aja rasanya :D

      Mba Ike : kek sinetron ya Mba huhuhu

      Hapus
    5. Nyiahahaha! Aku jadi auto ingin melanjutkan "membayangkan...betapa kejamnya dirimu atas dirikuu..." ��

      semoga kak Rey tetap diberi kekuatan hati dan ketabahan supaya bisa menjalaninya >.<
      Aku melihat kak Rey ini sosok yang kuat sekali jadi pasti bisa bertahan jika ingin :D

      Hapus
  4. Berasa semangat 45 baca postingan ini Mba Rey 😂😁

    Ayok para suami, bapak-bapak, pemuda-pemuda, lumayan nih dapet masukan dari Mba Rey. Siapa tau ini bisa menambah wawasan, meskipun saya yakin udah banyak lelaki yang mengerti yah, tapi mungkin sering lupa atau abai karena menganggap hal ini tidak terlalu penting, ayoh bapak-bapak, ibu-ibu, para penganten baru, masukan ini juga penting loh untuk perempuan yang mau belajar. (berasa jadi tukang obat saya yah)😂 tapi bener, tulisan ini suatu saat bisa jadi obat, untuk mereka yang lalai dalam memperhatikan rumah tangganya. 😉

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iyaaa, kadang sebenarnya mungkin para suami itu mengerti, tapi juga lagi pusing, tapi nggak mau dikomunikasikan, terus yang ada ngehek gitu hahaha

      Hapus
    2. Oo gitu ya kalau menikah ... #kaburr...

      Hapus
    3. Makanya Bapak, kasih wejangan nikah napah! wkwkwkwk

      Hapus
  5. Wuihhh curcolnya panjang banget kakakkk.

    Alhamdulillah selama menikah gw sudah sangat terbiasa mengucapkan terima kasih bahkan untuk hal sekecil apapun. Gak tau yah, udah kebiasaan aja dari kecil untuk selalu berterima kasih sebagai bentuk penghargaan pada sesuatu. Nah karna gw sering bilang terima kasih, bini gw jadi ikut-ikutan. Tadinya sih dia kagok. Tapi makin ke sini juga makin kebiasa.

    Moga-moga pernikahannya langgeng mbak. Anak-anak sehat, suami sehat, mbak Rey juga sehat. Aminn.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, tengkiu Riza..
      So sweet banget sih calon Bapak ini, terus seperti itu ya, apalagi saat nanti si kecil hadir :)

      Saya juga bertekat untuk ngajarin anak-anak saya selalu mengucapkan hal tersebut :D

      Hapus
  6. Mas Reza kayak suamiku, rajin ngucapin makasih utk hal2 kecil sekalipun :). Awalnya aku juga risih, karena buatku hal kecil seperti aku nyiapin baju dia, ya memang kewajibanku :D. Tp lama2 biasa sih, dan memang jd keikut juga.

    Dan setelah aku cek, ternyata kebiasaan terimakasihnya pak suami itu ya Krn bimbingan ortunya juga. Aku memang hrs angkat topi untuk mertua dlm mendidik anak2 sih.

    Kayak nya itu juga yg bikin aku lebih mencontoh cara mertua didik anak2nya, ke anakku sendiri. Krn aku pgn saat besar nanti anak2 tau bagaimana caranya berterimakasih ke pasangan ato kesiapa aja yg sudah menolong mereka.

    Kok aku keikut sedih dan keselnya pas suamimu bilang itu udh kodrat istri utk menyusui dan lahiran. Jadi ga usah banyak ngeluh, ntr bisa ngurangin pahala. Hufft..... -_-

    Yg sabar ya Rey. Semoga dibukakan mata hati itu pak suami. :( Punya anak kan tanggung jawab bersama, kenapa cuma mau enaknya, giliran hrs nemenin si bayi malah ga mau bangun :( Gemeeees -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ya Allah, tengkiuuu Mba Fan :)

      btw betul sekali Mba, membiasakan hal-hal yang sederhana pada anak itu penting, apalagi kalau anak laki-laki kan, di mana dia seharusnya membimbing nantinya.

      Dulu sebenarnya si paksu itu manis banget, suka berterima kasih, hanya saja dia nggak kuat tekanan, setiap kali tekanan datang, saya nggak boleh jatuh, karena saya tempat berdirinya.

      Capek juga sih ya hahaha.

      Hapus
  7. Teori memang gak sama ma praktek/kita masuk dalam situasi yang sebenarnya [nyata].
    Aku bahkan yang katanya udah banyak belajar teorinyapun menjadi kelabakan pas menjalani.

    Banyak yang bilang [perempuan,istri] itu mahkluk yang aneh. Penuh dengan intrik. Tapi, bukankah [laki-laki, suami] lebih aneh lagi jika perempuan-istri sudah mengerti, memberikan perhatian lebih, menghormatinya sebagai imam, melakukan segala sesuatu berkaitan urusan rumah tangga, namun masih saja berubah?

    Memang setiap keluarga [pasangan suami-istri punya masalah masing2 dan berbeda.
    Aku bilang 'pasti' punya masalah. Gak ada yg gak. Kecuali udah gak hidup, alias sudah muko, y mati.

    Seharusnya sudah bisa mematikan rasa egois dan mengedepankan cinta, kasih, syg, karena utk bersatu butuh cinta berdua. Mengapa mesti dibuat begitu sulit saat sudah berkeluarga. Mau menang sendiri, merasa paling bener, gak pernah mengaku salah...

    Maafkan ya bapak2 yg mbaca komen ini🙏

    Akupun merasa agak sebel saat baca "itu kodarat istri 'Melahirkan, menyusui'
    Wahai para suami, bapak2, itu perjuangan antara mati n hidup saat melahirkan.

    Terima kasih karena dirimu sudah berbagi.
    Tetep kuat n sabar. Semoga ada jalan yg lbh baik.

    Salam sahabat. Slm hangat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hadeuh.... kepentung dah gue... wakakakaka

      Rey elu mah cari gara-gara neh, jadi kami kaum suami ketimpa juga.. hahahaha

      Hapus
    2. xixixixixi sabar patenang pak anton #ngacirrAhh

      Hapus
    3. Nah itu dia Mba Ike, mungkin juga paksu stres, tapi setidaknya pemilihan kata-katanya yang menyebut kodrat itu bikin hati saya terluka dan sulit kembali.

      bagaimana bisa dia mengatakan kalau itu kodrat saya, dan saya harus tampil sebaik mungkin di kodrat saya, sementara kodrat dia dilakukan sesukanya hiks.

      Bener kata Mba Ike, saya suka baca tulisan-tulisan percintaan di blog Mba Ike, dan rasanya auto damai, meski masih sulit untuk bisa mindfullness kepada pasangan :(

      Pak Anton mah, kan si bapak adalah suami dan ayah terbaik, aamiin :D

      Ajak ngopi aja tuh Mba Inun :D

      Hapus
  8. Aku dulu juga ngalamin baby blues mba, semua serba nyebelin rasanya di hadapanku. Ditambah kadang ada cibiran gak bisa ngurus anaklah, anaknya nangis teruslah,dll..eh jadi curcol disini, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iyaaa, tapi kayaknya saya baby bluesnya lebih ke capek sih awalnya, sepertinya memang kita kudu mengenali diri ya, kita lebih kuat di mana, mental atau fisik?
      Kayaknya kalau mental saya masih mending, tapi kalau fisik mudah lelah, jadinya sampai baby blues hahaha

      Hapus
  9. backsoundnya saya pencet pencet gak bunyi

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwkwkw, iya ya, wajib ditambahin bekson wakakakak

      Hapus
  10. aduh kak rey jadi ikutan emosii 🤣, tapi jujur ya setuju banget ini sih. kalau bisa laki laki di seluruh dunia harus baca ini sih 🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau nggak mau gimana? hahaha...

      Hapus
    2. Wkwkwkw, kalau laki-laki nggak mau baca, jadiin syarat nikah gimana? wkwkwkw

      Hapus
  11. Post pantrum depresion itu sayangnya masih banyaaaak banget orang yg ga mengerti, apalagi para bapak2 dan suami2. Aku bahkan sejak hamil sudah forward banyak info tentng PPD ke suami, takut dia ga siap kalau aku tiba2 mengalami PPD abis lahiran kan..

    Aku ngerti banget gimana sakitnya menyusui. Sungguh menyusui itu ga seiindah foto dan diiklan2 di internt. Aku bahkan lahiran normal, ga kebayang nyusuin sakit plus bekas operasi sesarnya. Huhu. Mba rey kuar bangeett luaaar biasaa!! Semangaat terus mba rey. Seperti kata mba rey, setiap pasangan punya cara sendiri buat menjaga hubungannya masing2. Punya suami yg berkomentar seperti itu, untung aja mba rey sebagai istri punya kesabaaraan seluas semudraa 😍😍 Mudah2an pak suami makin menyadari betapa wanita juga berjuang buat kodratnya bahkan sampai mengobankan mimpi2nya ya mba rey, mudah2an makin so sweet juga ga pake kode2an, dan makin bahagia mba rey dan keluarga..

    BalasHapus
    Balasan
    1. duh Thessa terlalu memuji deh :D
      Aslinya saya nggak sabar, cuman mungkin mental saya sedikit lebih kuat, atau lebih tepatnya saya selalu mencari cara agar nggak meledak sendirian :D

      Aamiin, tengkiu yaaakk :*

      Hapus
  12. Rey.. Dikau cari gara-gara neh.. Jadi kami kaum suami secara keseluruhan ikut teraniaya... wakakakkakaka

    btw, saya bukan orang yang terbiasa mengatakan segala sesuatu adalah kodrat. Kalau untuk melahirkan yah, karena secara fisik kaum wanita memang dikodratkan untuk melahirkan keturunan. Soal menyusui, fisik wanita memang disiapkan untuk itu meski sebenarnya sufor bisa berperan sebagai pengganti.

    Saya tidak terbiasa mengatakan itu sudah kodratmu karena saya berpandangan, pria dan wanita sebagai pasutri merupakan sebuah tim dan harus bisa bekerja sama dengan baik.

    Meski secara sistem kemasyarakatan, pria adalah kepala keluarga, tetap kedudukannya bagi saya sih sama saja, cuma peran dan fungsinya yang berbeda. Tidak ada yang lebih tinggi.

    Tiga kata penting yang pertama saya ajarkan kepada si Kribo waktu kecil, Tolong, Terimakasih, Maaf. Karena ketiga kata itu luar biasa penting dalam interaksi sosial antar manusia.

    Dan pasutri/keluarga adalah masyarakat terkecil (inget kan pelajaran SD).

    Jadi, kebetulan, saya sudah terbiasa untuk melakukan itu kepada semua orang. Bahkan kepada istri sendiri pun, selesai makan siang, biasanya saya bilang kepadanya, "makasih ya say buat bekalnya".

    Bukan apa-apa, saya tahu dia bangun pagi dan berjuang menyiapkan bekal itu pasti capek.

    Ia juga selalu bilang makasih ya mas kalau menerima gaji setiap bulan atau apapun.

    Saya juga selalu membiasakan diri untuk memeluknya sebelum berangkat kerja, supaya dia tahu meski saya tidak di rumah, saya sayang padanya dan sedang berjuang untuknya.

    Soal anak sih, kami berdua juga tim. Waktu bayi, saya biasa tidur jam 12 sampai jam 1 malam sambil main game komputer untuk memberikan waktu bagi dia tidur. Setelah itu, baru saya tidur karena besok harus kerja dan kalau si bayi bangun, giliran istriku yang bangun.

    Kerjasama tim Rey...

    Hahahaha... dikotomi kodrat pria dan wanita mu rupanya bikin geram banyak pembaca yah.. hahahaha... sampai ada yang bilang semua suami harus baca, wakakaka... emosi.. dikau berhasil sebagai penulis..

    Cuma, memang betul, kebiasaan ini terbentuk karena pola pikir saya terbentuk di masa kecil dengan cara seperti itu, kebetulan istri juga begitu. Kami melihat kebaikannya dan kami berinteraksi dengan cara seperti itu, sejak awal.

    Tidak selalu semua harus diungkapkan dengan kata yang panjang, kadang karena kami sudha begitu dekat, tanpa ngomong pun istriku sudah mengerti

    (btw dipotong dulu.. harus hadir webinar online kampusnya si kribo

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tah, ini mah tipe paksu IDAMAN betul🤭
      Klo semua paksu spt ini, betapa bahagianya buis [bu istri] di dunia 😇

      Hapus
    2. Astagaaaahhh si Bapak Anton pacaran di komentarrrr wakakakakakak..
      so sweet banget sih bapak!
      I know Bapak! saya udah sering membaca komentar bapak tentang pemikiran pak Anton mengenai kodrat, dan masih ingat betul bagaimana menganggap bahwa suami istri itu adalah kerjasama tim dan percaya atau nggak?
      Saya jadi sering mengatakan kalimat tersebut.

      Saya mengatakan ke paksu, agar kami seharusnya bekerja sama dengan baik, tidak perlu malu jika memang belum bisa membahagiakan saya dengan keuangan, di mana dia menganggap kalau harga diri laki-laki itu adalah dengan membahagiakan keluarga dengan duit.

      Dan saya udah bilang selalu, saya kenal banget dia, 8 tahun kami pacaran sebelum nikah, saya tahu kekurangan dia dalam menghasilkan uang, toh saya tetap mau menikah, karena saya udah siap kerjasama.

      Nyatanya makin bertambah usianya, makin hilang bijaknya, egonya sebagai laki-laki yang maunya menonjol keluar, tapi masalahnya adalah dia nggak atau belom mampu, dan dia nyalahin saya akan hal itu.

      Betul sekali bapak, pola pikir sejak kecil.
      Dan juga lingkungan kali ya..

      tengkiu sharingnya bapak, semoga teman-teman yang baca postingan ini, khususnya lelaki bisa membaca komentar pak Anton dan bisa dijadikan renungan.

      Bahwa menganggap istri adalah partner itu sama sekali nggak menjatuhkan harga diri, justru dengan egois sampai lupa tanggung jawab itulah yang bikin harga diri jadi hilang :D

      Hapus
  13. Saya malah sedih membaca tulisan ini. Nggak kebayang gimana rasanya sakit habis lahiran, ditambah sakit hati pula...😞 kuat banget mbak rey bisa terus bertahan selama 11 tahun demi anak-anak.
    Suami maupun istri punya kodratnya sendiri, tapi dalam berumah tangga rasanya kita harus saling pengertian dan mencoba nggak ngomong kasar kalau pasangan lagi curhat.
    Semangat terus ya mbak rey💪

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awww... selama 11 tahun juga ada bahagianya kok say, semangaaatt, jangan takut buat menikah, asal poin-poin pentingnya sebaiknya dibahas dulu sebelumnya :)

      Hapus
  14. kayaknya aku belum pernah denger dari cerita temen temenku, kalau ada suaminya yang mengatakan ke istri "itu adalah kodratmu sebagai wanita"
    kayaknya nggak bisa gitu juga, kalau begono namanya egois kan yak
    seperti yang temen temen comment diatas, baik suami atau istri menginginkan dihargai satu sama lain,meskipun dari awalnya mengucapkan hal sederhana seperti kata terima kasih ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya buanyak loh Mba Inun, para istri yang tergabung di komunitas MHI punya beberapa cerita mirip saya, kayaknya memang pelajaran tentang baby blues dan PPD ini harus lebih di sosialisasikan :D

      Hapus
  15. wah, aku jadi kehabisan kata mau komen apa ....

    BalasHapus
  16. Kayaknya perlu dicoba tuh mbak Rey, si istri berterima kasih lebih dulu kepada suami. Karena sependek yang aku paham dari cerita di atas, sepertinya si istri yang lebih aware tentang solusi masalah komunikasi mereka. Kalau tunggu-tungguan khawatir nggak ada yang ambil inisiatif, jadi makin runyam. Kalau kata ibuku menikah adalah pelajaran menurunkan ego, bukan soal kalah dan menang, bukan saling menuntut, tapi saling berlomba memberi. Dan mungkin bisa dimulai dari si istri memberi apresiasi ke suaminya terlebih dulu. Mencontohkan terlebih dahulu. Kenapa harus si istri? Ya balik lagi. Di cerita di atas, sepertinya yang lebih paham akan solusi adalah si istri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udeh saaayy, udeeehhh...
      Diriku udah ke curcol ke beberapa psikolog.
      Lalu diajarkan mindfullness, lebih sabar, memang ada sedikit perubahan sih, tapi ya gitu. Tetap egonya nggak bisa turun.

      Sesukanya, ujung-ujungnya saya depresi sendiri nahan beban sendiri.

      Memang hubungan itu kudu diperjuangkan keduanya.
      Kalau cuman sepihak, timpang, dan jadinya mubeng-mubeng mulu.

      Kecuali memang sang istri malaikat kali yak wkwkwkwk.

      Masalahnya sayapun bertempur dengan masalah mental saya, dia juga begitu, tapi ketambahan ego.

      Harusnya kan sama-sama nurunin ego, karena tidak semua perempuan itu sabar.
      Kalaupun ada perempuan sabar, pasti punya kekurangan lainnya :(

      Hapus
  17. Whoho.. Coba mampir nih mba rey.

    Sy tertarik bertanya nih, kepribadian suami secara umum bagaimanakah?

    Apakah dia introvert? Ekstrovert? Eh, zodiaknya apa? *eits kok sampe nanya zodiak.. 😂

    Krn begini, sy punya permasalahan yg 11 12 awal menikah dulu. Hingga sekarang masih sih kadang.

    Yaitu kami memiliki kekurangan dikomunikasi karena sama2 berkepribadian introvert.

    Aku introvert feeling yg suka pasif agresif. Sedangkan suami lebih ke thinking. Yang mikirnya realistis dan hampir zonk empati.

    Soal komunikasi ini pun harus diimbangi dg pengetahuan innerchild masing2. Aku terbiasa memendam krn sejak kecil memang tidak dibiarkan untuk bisa berekspresi. Sedang suami memiliki innerchild dimana budaya patriarki kental sekali. Jadi ya begitulah, kurang lebih sama. Dia sama2 menganggap 'ini tugas istri'.

    Intinya dikomunikasi sih mba rey. Sy pun jg bolak balik belajar berkomunikasi yg benar.

    Dan dr 3 kata (tolong, maaf dan Terima kasih).. Aku lebih milih mendominankan kata terima kasih. Krn tipe suami kdg energinya keisi saat merasa dihargai.

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)