Tantangan Menyekolahkan Anak Di Sekolah 'Mahal'

pergaulan di sekolah mahal

Sharing By Rey - Memilih sekolah terbaik untuk anak, adalah sesuatu yang sudah jadi keputusan saya dan suami bersama.

Jarang-jarang loh kami sepemikiran dalam memikirkan suatu hal, Alhamdulillah, untuk pendidikan ternyata kami bisa sama pola pikirnya.

Meskipun pola pikir tersebut, amat sangat challenging buat kami.

Karena saya dan suami, bukanlah orang yang beruntung, mendapatkan ilmu agama sejak kecil, familier dengan segala kegiatan keagamaan.


Maka mau tidak mau, kami harus mencarikan sekolah yang basic agama Islamnya bagus, lingkungannya pun bagus, setidaknya sekolah yang tidak hanya berorientasi pada akademik semata, tapi juga fokus mendidik akhlak muridnya.

Sayang seribu sayang, sekolah yang seperti itu, hanya ada di sekolah swasta, bukan di sekolah negeri.
Dan sayang sejuta sayang lagi, kebanyakan biaya sekolah berbanding lurus dengan kualitas sekolahnya.

Jadi begitulah, dengan berbekal Bismillah dan kenekatan tingkat universe, kami memilih sekolah yang sejujurnya tergolong 'mahal' bagi kemampuan ekonomi kami.

Dan begitulah juga, perjuangan di mulai, Alhamdulillah mungkin karena niat kami semata demi membekali anak tentang agama sebaik dan sebanyak serta sedini mungkin.
Allah selalu memberikan pertolongan di manapun dan kapanpun, Alhamdulillah.


Tantangan Menyekolahkan Anak Di Sekolah 'Mahal'


Beberapa waktu lalu, ada seorang ibu yang menghubungi saya melalui DM instagram akun saya @reyneraea (monggo di follow, jangan lupa kasih tanda kalau sesama blogger yak, biar di folbek, *etdaahh promosi mulu, lol).

Sang ibu menanyakan hal-hal terkait dengan sekolah tempat anak saya menuntut ilmu, dari sekian banyak pertanyaannya, ditutup dengan pertanyaan remeh tapi penting sebenarnya.
"Mbak Rey, mohon maaf, mau nanya nih, gimana dengan pergaulan anak di sekolah, saya kan jujur bukan orang yang kaya, hanya pengen banget menyekolahkan anak di sekolah Islam terbaik, tapi kepikiran juga, takutnya anak jadi merasa minder atau mungkin jadi pengen ikutan seperti teman-temannya yang ortunya kaya?"
Waooo..
Jujur, pertanyaan tersebut juga pernah dan kadang sampai sekarang masih bercokol di benak saya.

Akankah si kakak bisa berbaur tanpa rasa minder, karena beberapa temannya yang punya barang bagus, sementara dia biasa saja?
Akankah si kakak, jadi ingin ikutan seperti temannya yang ortunya mampu tersebut?

tantangan menyekolahkan anak di sekolah mahal

FYI, di sekolah si kakak, semua seragam sama.
Namun sepatu dan tas tidak diwajibkan memakai dari sekolah.

Demikian pula peralatan tulis menulis, peralatan sholat, perlengkapan ganti, sandal buat wudhu, dan printilan lainnya, semua itu tidak disediakan oleh sekolah, maka mau nggak mau kudu bawa dari rumah.


Karenanya, yang namanya anak-anak ya, mulailah mereka saling pamer, sepatu bagus, tas bagus, perlengkapan tulis menulis yang bagus, perintilan buat ganti di sekolah yang bagus.

Di awal si kakak kelas 1, sering banget dia minta banyak hal, meskipun dia tidak mematok harganya kudu yang mahal.

Misal, ada temannya yang bawa tasbih digital, itu tuh yang kecil imut bisa dijadikan cincin terus di 'cetek-cetek' aja nanti ketahuan berapa jumlah 'cetek'annya.
Sungguh saya merasa aneh yang menciptakan benda tersebut, karena menurut saya masih mending pakai tasbih biasa yang berbentuk kalung gitu.

Lalu pernah juga sajadah, karena atas nama kepraktisan, saya bungkusin deh sajadah kecil punyanya sendiri, maksudnya kan biar lokernya gak penuh.
Eh si kakak protes dong, dia minta sajadah yang besar dan empuk, soalnya biar kayak teman-temannya, bisa berbagi sajadah, nggak dipakai sendirian.

Oke deh, karena memang masih ada sisi positifnya yaitu berbagi, saya ganti deh sama yang besar.
Beruntung kami punya beberapa sajadah lebar dan empuk, hadiah orang umroh atau pas mau lebaran, lolololol.

Dan hal-hal remeh semacam itu, jujur si kakak terpengaruh banget dengan hal-hal tersebut, meskipun effort-nya bukan ke hal yang sama persis, cuman pengen punya juga.

Yang lebih bikin deg-degan adalah, sewaktu kelas 1, sering banget teman-temannya mengadakan traktiran ulang tahun dengan membagikan makanan dan snack di sekolah.

Waooo, lumayan juga mikirnya, secara... sekelas mereka ada 30 orang, ali kelasnya ada 2 orang, belum satpam dan lainnya.

Selain itu, biasanya teman-temannya traktiran makanan yang lumayan 'mahal', setidaknya buat kami.
Kalau dikalkulasi sekitar 100ribuan per orang, bahkan lebih.

Shock juga nggak tuh?
Apalagi si kakak mulai wanti-wanti, kalau ulang tahun pengen traktiran kayak gitu, waoooo hahaha.

Lalu apakah saya dan suami kabulkan keinginannya?
Tentu saja tidak!

Etdah, daripada traktir teman-temannya yang mampu itu 3 jutaan lebih, mending mah beli makanan lalu dibagikan ama yang benar-benar membutuhkan.

Alhamdulillah, si kakak memang sejak lahir sama sekali tidak terbiasa dengan traktiran atau acara ulang tahun.
Setiap kali dia ultah, kami hanya membelikannya cake ultah.

Alhasil, dengan segala rayuan manis, si kakak akhirnya setuju, memilih beli cake saja dan berbagi makanan ke orang yang membutuhkan saja.
Tentunya dengan sedikit sentuhan, bahwa dia boleh memilih mainan kesukaannya dengan budget tertentu yang sudah di sepakati.

Alhamdulillah juga, tidak semua temannya ikut merayakan pakai traktiran seperti itu, jadi si kakak tidak merasa kalau itu adalah sebuah keharusan.

Begitulah, sesungguhnya tantangannya hanyalah hal-hal yang biasa dijadikan ajang pamer oleh anak-anak, namun masih bisa ditangani, setidaknya buat si kakak.

Dan beruntung pula, di sekolahnya, ada batasan uang jajan yang dibawa, ada pula peraturan tidak boleh membawa handphone, tidak boleh memakai perhiasan, bahkan jam tanganpun tidak boleh yang terlalu mahal.

Oh ya, jam tangan digital apaan sih namanya tuh, yang sempat booming beberapa waktu lalu? itu juga dilarang dipakai di sekolah.

Jadi, ajang pamernya masih terbatas, lol.


Tips Membantu Anak Tetap Percaya Diri Berbaur Di Sekolah 'Mahal'


Sebenarnya, nggak ada tips yang benar-benar paten, saya rasa tiap ibu punya tips masing-masing untuk ini, tapi sebagai sharing, ini yang saya lakukan agar anak bisa tetap percaya diri, meskipun harus berbaur dengan teman-teman dari ekonomi lebih atas.


1. Biasakan hidup sederhana sejak dini


Well, meskipun si kakak dulu pernah jadi anak tunggal hingga usianya hampir 7 tahun, bukan berarti kami memanjakannya hingga berlebihan.
Selalu ada batas dan konsekwensi yang kami ajarkan pada si kakak sejak kecil.

sekolah anak mahal

Sebisa mungkin kami memberikan meyelipkan pelajaran kebiasaan untuk bisa hidup sederhana, namun bukan berarti juga tidak bisa sama sekali merasakan hal yang lebih sesekali.

Karena hal tersebut, sounding yang saya lakukan ketika si kakak masuk ke sekolah 'mahal', jadi lebih mudah diterapkan.

2. Ajarkan pengendalian diri sejak dini


Sebagai anak tunggal sementara, tentu saja saya memanjakan si kakak, seperti orang tua lainnya.
Tapi, semua itu ada batasan remnya.
Dan itu bernama pengendalian diri.


Saya sering membelikan si kakak mainan sewaktu kecil, dan setiap ke mall, saya selalu mengajaknya bermain.

Tapi bukan berarti harus setiap ngemall main dan beli mainan.
Ada waktunya kami benar-benar ngemall hanya untuk jalan-jalan.
Dan tentu saja, saya ogah menghindari toko mainan atau tempat bermain.

Saya justru mengajaknya masuk toko mainan, tentunya dengan bekal sounding sejak dari rumah, kalau maksud kedatangan kami, hanya melihat-lihat, bukan membeli.

Karenanya, meski teman-temannya punya berbagai barang menarik dan mahal, si kakak masih bisa menahan diri, bahwa tidak semua hal harus dipaksakan dibeli.


3. Mendorongnya mengejar keinginannya secara positif


Adakalanya, si kakak ingin banget memiliki sesuatu yang sama kayak temannya, misal Al-Quran yang bagus, meskipun dia sudah punya Al-Quran yang biasa, tapi karena temannya punya yang lebih bagus, si kakak jadi mupeng.

Karenanya, saya menjadikan hal tersebut untuk mendorongnya mengejar keinginannya secara positif, misal menabung.

FYI, uang jajan si kakak sebenarnya lebih sedikit ketimbang teman-temannya, kalau nggak salah batas uang jajan untuk kelas 3 SD adalah 15 ribu perhari, namun saya memberikannya 10 ribu saja, itupun masih saya komporin agar nggak dihabisin semua, agar sebagian bisa ditabung untuk membeli barang keinginannya.

Bukan hanya mendorongnya rajin menabung, pun juga mendorongnya untuk bisa berpikir menghasilkan uang, sayangnya hal ini masih belum bisa terlaksana, saking maminya kekurangan ide, produk apa yang akan dijual dan di mana? lol.

Sering pula, saya gunakan keinginannya tersebut, untuk mendorongnya berbuat baik, jika dia bisa berbuat baik dan manis, maka biasanya saya memberikan hadiah dengan membelikannya barang yang diinginkannya, secara surprised.


4. Sounding ...sounding... listening.. listening..


Yup, hal yang paling ampuh adalah, sounding dan listening.

Tidak pernah lelah memberikan pengertian pada si kakak, eh meskipun aslinya lelah sih, lol.
Lelah banget buat seseorang yang aslinya nggak suka banyak omong melulu kayak saya.

Tapi balik lagi, diselah kelelahan saya, tersiratlah bahwa, inilah jobdesc saya sebagai seorang ibu.
Adalah selalu ada di samping anak, memastikan anak bisa tumbuh jadi anak yang lebih baik lagi.
Meskipun setiap saat kudu bersitegang dengan hati sendiri, saking bosan ngasih tahu, lol.


Selain sounding, tak lelah juga saya menyediakan waktu mendengarkan keluhannya, memberikan jalan keluar misalnya dengan mendorongnya untuk gemar menabung, demi membeli barang keinginannya.


Setidaknya, 4 hal tersebut yang saya lakukan, agar anak masih bisa tampil percaya diri, meskipun dia tidak memiliki semua barang yang dimiliki teman-temannya.

Mungkin belum berhasil 100% membuat anak saya percaya diri banget sih, saya rasa si kakak juga mulai merasakan perbedaan yang harus dia jalani di antara teman-temannya yang mungkin ekonominya jauh di atas orang tuanya.

Namun di situlah peran saya sebagai ibu, untuk selalu mendampinginya, memberikan semangat positif agar si kakak, bisa lebih percaya diri, dan lebih semangat mengejar impiannya.

Demikianlah..
Hingga saat ini, Alhamdulillah belum ada masalah berarti terhadap tantangan menyekolahkan anak di sekolah yang 'mahal'.

Kalau temans lainnya?

Sidoarjo, 23 Oktober 2019

Sumber : pengalaman pribadi
Gambar : Dokumen pribadi

25 komentar :

  1. Pendidikan yang dikelola negara banyak yang berkualitas tinggi, karena kemampuan anggaran. Tapi sayang, prioritasnya bukan pdd agama...

    Swasta memang pilihan tapi itu tadi tuh..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul, karena rata-rata ditujukan untuk semua agama ya

      Hapus
  2. Emang bukan hal mudah ya mom kalau nyekolahin anak di sekolahan mahal, soalnya suamiku guru di Internation school yg emg muridnya anak2 orang2 tajir semua, kalau ada yg ultah emang mreka nraktirnya wah banget, souvenirnya pun wah, belum lagi kalau acara parpisahaan dll. Aku mikir, kalau ada anaknya orang yg ekonominya kelas menengah gmn ya? karna yg namanya anak2 kan pasti rentan iri, sedangkan teman2nya "wah" semua, tp aku mikir lagi, mungkin yg sekolah disana emang anak orang tajir semua hahahha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wewwww... international school mah terlalu mahal banget buat kami hahahah.

      Hapus
  3. Dilema juga yah Mom di sekolah mahal
    Serba ada printilan budaya-budaya yg dibuat-buat

    Tapi kalau di sekolahan biasa, juga takut nanti anak-anak kena pengaruh buruk dari teman-temannya yang tinggal di lingkungan kurang baik

    Ini jadi salah satu bukti pentingnya peran para parents yg emang tetap harus punya kendali penuh thd anak-anak, walau pada kerja dan berkarir ya

    BalasHapus
  4. Dari kata mahal saja sudah sebuah tantangan hehehe.
    Biasanya sih kualitas berbanding lurus dengan harga. Selagi ortunya mampu kenapa tidak. ya kan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dimampu-mampukan tepatnya hahahaha.
      Karena masa tumbuh kembang anak nggak bisa diulang lagi :D
      Jadi sebisa mungkin di usianya yang benar-benar sedang menyerap kehidupan dengan tajam, dicekoki saja banyak ilmu agama dan menerus, baik di rumah maupun di sekolah :)

      Hapus
  5. saluttt buat mbk rey cara mendidik anaknya. Terutama yang mendorong anak untuk mau mengejar mimpinya.

    Info sedikit mbk, sapa tahu bisa dijadikan tambahan referensi, hehe 😊
    Ini ada adek lesku, cowok, kelas 3 SD, sama ibuknya diajari jualan kerajinan gelang rajut.
    Dia sangat suka dan bangga, serta tidak minder sedikitpun kalau cerita ke saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hhuhuhu, saya nggak kreatif nih, nggak punya keahlian bikin kerajinan, padahal anak saya pengen jualan katanya hahaha

      Hapus
  6. Dimana pun sekolahnya... yang utama adalah orangtua nya dan pendidikan rumahnya. Keren bunda rey... Terimakasih sharingnya😊

    BalasHapus
  7. Dimana pun sekolahnya... yang utama adalah orangtua nya dan pendidikan rumahnya. Keren bunda rey... Terimakasih sharingnya😊

    BalasHapus
  8. Anakku kusekolahin disekolah yang sedeng² aja mb rey, tapi memang dasar anak² ya, teman pake apa sampai rumah bilang pengin ini itu. Jurus andalanku pastilah bilang " nabung dulu ya, Mbak" kalau uang sudah terkumpul baru beli. Eeee uang belum terkumpul juga, telepon ke Eyangnya, akhirnya malah Eyangnya yang membelikan😅

    BalasHapus
  9. dulu saya sempet "berambisi" sekolah anak pertama saya di sekolah alam, tapi setelah search dan kepokepo mengenai cost-nya, saya tepok jidat. saya akhirnya menyerah karna masalah finansial dan masukin anak saya di TK R.a ( biasa ), tapi saya tidak menyesal, karena minimnya fasilitas di sekolah kakak sekarang tidak mengurangi kualitas pengajarnya, keenan (anak saya) perlahan memperlihatkan perkembangannya dengan baik, saya setuju dengan edukasi yang baik diikuti dengan biaya yg mahal, tentu untuk menunjang semua fasilitas biar maximal dan optimal, tetapi tidak menyempitkan kesempatan juga buat sekolah yang "murah", karena toh yg "murah" juga ternyata berkualitas, semua akan kembali ke pengasuhan kita ssebagai ibunya yg tentu jadi center of knowledge buat anak kita :) salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Murah atau mahal sebenarnya relatif :)
      Kalau kami, sekolah Islam yang terdekat dengan tempat tinggal kami ya sekolah tersebut.
      Ada yang SPPnya lebih murah dikit, tapi lebih jauh.

      Kalau dikalkulasi, ya jadi lebih mahal dari segi finansial dan waktu serta tenaga anak.

      Kebanyakan orang kalau dengar kata 'mahal' tuh langsung dikaitkan dengan ibu sebagai pusat pendidik.

      Padahal ya konsepnya bedaaaaa banget, hehehe

      Menyekolahkan anak di sekolah 'mahal' bukan berarti saya lepas tanggung jawab, justru terus terang, kami orang tua benar2 semacam 'berjihad' karenanya.

      Kok bisa?

      Ya untuk ayahnya, kudu kerja lebih keras agar bisa terus membayar sekolahnya.

      Untuk saya?
      Kudu lebih keras lagi memaksa diri untuk menyempurnakan visi dan misi sekolah yang memang juga sama kayak kami.

      Jadi, amat sangat salah jika orang2 berpikir, sekolah mahal itu orang tuanya keenakan.

      Mungkin ada yang kayak gitu, tapi tidak semuanya.

      Terlebih bagi saya.
      Justru, kalau anak saya sekolah di sekolah gratis, saya nggak bakal heboh banget mendidik anak, karena memang nggak ada push dari luar.

      Btw juga, tulisan saya di atas sama sekali nggak menyempitkan kesempatan sekolah murah.
      Semua itu pilihan sih.

      Dan mungkin juga sekolah yang saya bilang 'mahal' ini, ternyata murah buat orang lain hihihi

      Hapus
  10. jujur aku agak takut nyekolahin anak di swasta krn masalah biaya yg aku tau gede :D. Sbnrnya sih gajiku dan suami bisa utk mencover biaya tersebut, tapi kita berdua putusin utk nyekolahin anak di negri. Semnetara utk ilmu agamanya aku panggil guru ngaji utk mengajari dia segala sesuatu yg menyangkut agama. Aku ama suami bukannya ga mau memperjuangkan sekolah bagus rey, hanya aja kita berdua ga mau terlalu stress tertekan hanya krn ngumpulin duit utk ini. Budget traveling hrs selalu ada, krn dari situ juga aku bisa ngajarin anak2 ttg dunia luar. ga hanya dr sekolah. makanya kami berdua lbh memilih sekolah negri supaya cash flow keuangan rumah tangga tetep stabil :D.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha iya mba, kalau fokus ke sekolah anak, jadinya kudu milih membatasi traveling juga yak hihihi

      Hapus
  11. Samaa, di sekolah anakku juga ga boleh pake perhiasan, termasuk jam imoo yg sempat nge tren banget itu. Awalnya anakku udah sempet minta jam imoo, pas di jelasin harganya mahal dan ga boleh d pake di sekolah, akhirnya ga jadi dia minta beliin. Alhamdulillah dompet mama nya aman 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha iya mba, jam itu beneran bikin deg-degan, teman-teman anak saya awalnya pada make :D

      Hapus
  12. Sama Bun. Aku juga memiliki standar sendiri juga dengan sekolah dan sama sekolah yang ku inginkan seperti konsep sekolahnya Bunda Rey. Dan standar sekolah kita mahal ya hahaha. Harus hemat kita dan nabung. Nggak papa demi ngasih pendidikan yang terbaik di luar rumah. Semoga dilapangkan rezekinya kita ya 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, benar bun, pendidikan yang terbaik adalah modal buat anak ke depannya :)

      Hapus
  13. Gw belum punya anak, tapi punya cita-cita sekolahin ke sekolah yang baik buat anak. Tentu sesuai dengan kemampuan finansial gw. Alhamdulillah, sejak pertama kerja gw udah menabung untuk biaya pendidikan anak. Emang sih kedengeran aneh, karena gw sendiri menikah aja belom. Temen-temen gw pada nertawain gw. Tapi gw gak peduli. Lebih baik nabung di awal daripada pas punya anak baru nabung. Toh prinsip gw, kalopun nanti uangnya gak kepake, mau gw kasihin ke anak. Sapa tau dia mau lanjut sekolah ke luar negeri atau mau usaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kereeeennn ih, jarang banget ada yang kayak gini :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)