Ketika Si Rey Berhasil Membaca 1 Novel Tebal Dalam Sehari

Baca novel seharian

Oooo maiiii gud! udah pukul 21.53 dan saya belum menulis apa-apa untuk disetor di website KLIP (lagi dan lagi, hahaha).

Alasannya karena si Rey seharian menghabiskan waktu untuk membaca buku novel karangan Keigo Higashino yang berjudul Pembunuhan di Nihonbashi (The Newcomer).

Sebenarnya saya udah punya 1 artikel yang bisa disetor di website KLIP sih, tapi merasa kurang sreg, karena temanya di luar tema yang biasa saya setor di sana.

FYI, selama bulan Januari 2024 ini, saya menulis tanpa henti setiap hari tak pernah putus, gara-gara ikut challenge ini. Dan saya karena sejak awal saya setornya kebanyakan temanya parenting, family dan curhat mom. Jadinya si mamak idealis ini pengen mempertahankan tema tersebut setiap kali menulis untuk setoran di sana. 

Menariknya, di challenge KLIP ini kan ada sesi akhir yang namanya harus mengerjakan skripsi. Pas saya baca-baca ternyata skripsi itu adalah para peserta harus bisa menulis buku yang diambil dari tulisan-tulisan mereka selama setahun.

Saya melihat beberapa buku atau tepatnya bisa dibilang e-book yang dihasilkan peserta tahun 2023 silam. Bagus-bagus dong, dan isinya emang setidaknya 1 atau 2 tema yang bersinggungan.

Karena itulah, saya putuskan untuk selalu idealis mengumpulkan tulisan dengan tema yang sama. Siapa tahu kan, meski belum tahu bisa bertahan hingga akhir. Tapi dengan ikut challenge ini, saya jadi punya bayangan, seperti apa sih nulis buku itu?.

Ye kaaann, saya udah ngeblog dengan serius selama hampir 6 tahunan (itu serius dan konsistennya ya, kalau mulai ngeblog mah sejak tahun 2005 atau 2006 keknya).

Dan udah menghasilkan tulisan hingga 2000an judul keknya. Juga, mostly tulisan tersebut adalah hasil pikiran sendiri, tulisan dari otak sendiri. Jadi, saya pikir sudah saatnya memikirkan naik pangkat jadi penulis buku *tsah, hahaha.

Meskipun memang belum bisa saya fokus ke niatan jadi penulis buku sih ya. Alasannya, saya masih newcomer (ikutan judul bukunya, uhuk) banget dalam dunia penulis. 

Biar kata udah bertahun-tahun nulis di blog, tapi saya akui penulis buku itu jauh lebih sulit ketimbang nulis blog. Meskipun mungkin nggak terlalu sulit bagi para penulis lainnya ya. Tapi, you know lah, akoh kan belum pengalaman. 

Meskipun lagi nih, sejujurnya saya udah pernah ikut menulis buku, tapi hanya buku antologi sih. Pertama kali nulis buku 'Ngeblog Seru Ala Ibu-Ibu', yang kalau nggak salah ini diselenggarakan oleh IIDN.

Kemudian berikutnya saya diajak menulis antologi lagi tentang parenting yang berjudul 'Tips Mengoptimalkan Kemampuan Belajar Anak'. 

Selain itu, saya juga pernah ikutan antologi buku yang dibuat oleh Creameno dengan judul 'Thoughts'. 

Dan sebenarnya setelah itu, beberapa tawaran menulis antologi juga sering saya dapatkan, tapi dasar si Rey ini ya, terlalu banyak berpikir.

Padahal, menulis buku, meski antologi sebenarnya bagus, selain buat branding, juga sebagai portofolio sebagai penulis buku, iya nggak sih?. 


Namun, menulis buku itu butuh lebih banyak waktu yang fokus, dan itu yang masih sulit saya punyai. Selain itu, saya masih butuh pemasukan tambahan setiap bulannya, dan hingga saat ini saya cuman mendapatkannya dari blog.

Kebayang dong kalau saya fokus ke menulis buku, yang ada blog saya pasti nganggur, dan kerja sama pastinya juga akan lebih sepi.

Terus, akoh dapat duitnya dari mana? huhuhu.


Back to judul tulisan ini, tentang alasan saya belum menulis padahal sudah selarut ini. Mungkin ini sama dengan menceritakan a day in my life versi lain deh, hahaha.

Karena alasannya emang dimulai sejak pagi tadi saya harus mengantar si Adik untuk latihan drumband di sebuah GOR dekat sekolahnya. Biasanya saya memang menunggui si Adik sampai selesai latihan, karena waktu kepulangan mereka tidak selalu tepat waktu.

Jadi, daripada saya tinggalin dengan nongkrong di McD sambil ngetik, abis itu gelagapan pas ternyata si Adik udah pulang, jadi saya putuskan ditungguin aja langsung.

Namun, karena tempat GOR-nya emang nggak nyaman, saya nggak bisa bawa laptop. Yang bisa saya lakukan hanyalah mantengin HP, entah bikin konten, balas chat ataupun lainnya. Pilihan lain adalah bawa buku untuk dibaca.

Nah, pagi tadi saya memilih membawa buku aja buat dibaca sambil nungguin si Adik latihan, karena ini jauh lebih pas digunakan sebagai alibi untuk 'malas diajak ngomong' wakakakaka. 

No, bukan saya alergi diajak ngomong sih, setidaknya nggak terlalu alergi, hahaha. Tapi kadang saya merasa lebih suka menghabiskan waktu dengan hal-hal yang saya sukai, ketimbang nggak disukai.

Loh itu katanya 'nggak suka diajak ngomong' dong!

Bukan, cuman saya sejujurnya lebih menyukai obrolan yang bisa membahas hal-hal yang saya sukai. Biasanya topik seperti itu menarik jika lawan bicaranya anak muda.

That's why dulu saya tuh antusias pas diajak ngobrol stranger ketika di McD, lalu ujungnya dia salah sangka, padahal i love talking dengan anak muda, just it

Itulah mengapa, saya happy banget kalau pas lagi di Perpusda, ada bayangan cewek tinggi langsing dan memakai pakaian berwarna mostly gelap terlihat di sudut mata mendekati saya.

Siapa lagi kalau bukan Dea Merina, uhuk. 

Karena itu berarti saya bisa mengisi atau mengecas kepala dan melatih public speaking dengan ngomong antusias pada orang lain, hahaha.


Ya ampuuunn, melebar lagi tulisannya, fokus, Rey!

Oke baiklah!

Nah, karena alasan tersebutlah saya akhirnya membawa buku atau novel untuk saya baca ketika menunggui si Adik latihan.

Kebetulan, Selasa lalu saya baru saja meminjam beberapa buku yang sepertinya menarik di perpusda. Salah satunya adalah novel karangan Keigo Higashino yang tidak sengaja saya temukan di tumpukan buku di rak sana.

Ketika sednag mencari buku lainnya, novel tersebut saya simpa di tumpukan beberapa buku yang akan saya pinjam. Pas balik, lah bukunya hilang, ternyata diambil seseorang yang lewat.

Untung si Mbaknya ngasih kembali buku itu, dan sejak saat itu saya berpikir, sepertinya buku ini bagus, sampai-sampai orang rebutan mau pinjam.

Setelah mengumpulkan beberapa buku, saya bawa ke meja dan mulai dicek, apakah buku-buku tersebut aman dibaca oleh anak usia 13 tahun.

Yup, si Kakak.

Anak sulung si Rey itu memang suka baca lantaran nggak ada kegiatan menarik lainnya buat dia kerjakan di rumah. Akhirnya, apapun buku yangs aya bawa pulang, pasti dilahap aka dibacanya.

Karena itulah, saya selalu harus memastikan, semua buku yang dibawa pulang, bisa dibaca setidaknya oleh anak remaja kek si Kakak.

Biasanya tuh saya mengecek isi buku dari daftar isi, bab awal, bab tengah dan bab akhir, juga beberapa tulisan testimoni atau ulasan singkat buku tersebut. Tapi, untuk novel ini malah nggak ada daftar isinya dong.

Saya coba cari dengan googling, eh ternyata ada tulisan kalau buku ini nggak cocok dibaca anak di bawah usia 17 tahun. Saya penasaran dong, emang ada tulisan adegan dewasa kah?

Tapi susah menemukan tulisan mencurigakan di tampilan tulisan yang (mohon maaf nih) enggak rapi kayak novel ini. Udahlah nggak ada daftar isi, tulisannya juga terkesan nggak rapi, di mana percakapannya nggak ditulis dengan struktur yang eye cacthing (menurut saya nih ya). 

Saya fotolah buku itu, coba nanya di medsos, eh ternyata kata teman-teman, buku ini bagus banget. Dan beberapa bilang kalau nggak ada kok adegan dewasa. Cuman alurnya aja yang takutnya sulit dipahami anak di bawah 17 tahun.

Semakin penasaranlah saya, dan seperti itulah awal mula saya jadi tertarik banget membaca isi novel ini, di mana alasan utamanya adalah, memastikan bahwa isi buku tersebut bisa dibaca si Kakak atau enggak?.

Sebenarnya, saya mulai membaca isi novelnya sejak kemaren. Dan awal membaca jujur saya kesal liat penataan tulisannya yang tidak familier dengan mata si Rey yang suka baca tulisan dengan terstruktur rapi.

Tapi, coba tebak apa yang saya lakukan? saya tetap membacanya dong!

Ini agak mencengangkan sih, karena akhir-akhir ini saya memang sulit banget bisa bertahan membaca buku, apalagi kalau alurnya membosankan atau ada masalah lain.

Jujur nih, sebenarnya semua buku itu bagus isinya, maknanya dalam. Hanya saja penyusunannya kadang kurang menarik.

Contoh, beberapa minggu lalu saya membaca buku dengan judul 'Bapak, Kapan Kita Akan Berdamai'. Di bab-bab awal, bukunya konfliknya aja udah terasa, sukses bikin saya semangat membacanya.

Sayangnya, ketika masuk ke bab kedua, entah mengapa alurnya jadi turun dan datar dalam beberapa lembar. Belum juga saya mengumpulkan semangat buat nerusin bacanya. Eh si Kakak udah keburu membocorkan ending-nya. Makin nggak semangat deh bacanya, wakkakaka.

Ternyata, sangatlah beda membaca buku sama nonton film yak. Jujur nih, saya kalau mau nonton film, justru lebih nyaman kalau udah tahu ending-nya, wakakakak.

Berbeda banget dengan membaca buku, padahal saya juga suka membaca loh, sama sukanya dengan menonton film.

Anyway, back to kegiatan saya pagi tadi, dasar si Rey, mau nulis apaaa, eh malah bahas yang apa, wakakakak.

Nah tadi pagi saya meneruskan bacaan kemaren yang cuman dapat beberapa lembar. Alasan berhasil mengumpulkan semangat, lebih tepatnya saya jadi mengerti ada untungnya buku ditulis tanpa judul kayak gini.

Gara-gara tanpa judul, saya kebingungan mengintip ending buku sekadar mencari tahu siapa yang menjadi tersangka dari novel bertema misteri itu.

Dan gara-gara itu, saya tetap melanjutkan bacaannya, yang ternyata makin dilanjutkan, makin menarik. Alurnya pun juga menurut saya keren. Dia membahas satu persatu dengan konflik yang menegangkan, sehingga semua pembaca mau nggak mau terus dan terus penasaran sehingga meneruskan bacaannya.

Hasilnya? Saya membaca sekitar 80 lembar di GOR. Dan sukses membuat saya masuk ke dalam ceritanya, sehingga sulit untuk keluar. Hasilnya sepanjang jalan pulang saya memikirkan ending cerita novel tersebut. Dan sukses membuat saya meneruskan bacaannya selepas makan siang bersama si Adik.

Setelah itu, saya ngantuk banget, tapi juga nggak sanggup untuk berpisah dengan bacaan novel tersebut. Sampai akhirnya saya ketiduran sambil megang tuh novel. Bukan ketiduran karena ceritanya bikin ngantuk ya. Tapi karena saya emang nguantuk buangeeettt!.

Semalam saya tidur pukul 2 dan bangun pukul 4, hiks.

Wajar lah saya ngantuk tak tertahankan.

Jadi begitulah, setelah bangun yang nyaris melewatkan waktu Ashar, saya kembali meneruskan bacaan novel tersebut, sampai akhirnya Magrib tiba. 

Lanjutan berikutnya dilakukan setelah makan malam, sampai menjelang pukul 10 malam, akhirnya tamat dan super puas.

Benar-benar nggak nyesal membaca seluruh isi bukunya dan habis dalam sehari. Apalagi bacaannya nggak ada yang saya skip seperti biasanya saya baca buku dan bosan, hahaha.

Ini luar biasa sih, pantas banget novel ini direkomendasikan hampir oleh semua teman yang gemar membaca. Emang sebagus itu ceritanya.

Nanti deh saya tulis review-nya di tulisan tersendiri.

Yang jelas, saya berani mengatakan bahwa novel karangan Keigo Higashino ini bagus, karena meskipun bahasanya agak kacau, as you know buku ini adalah terjemahan dari novel asli berbahasa Jepang. Tapi dia berhasil menggoda saya untuk menghabiskan bacaannya dalam sehari, sampai-sampai berhasil menarik perhatian saya untuk sejenak melupakan menulis.

Luar biasa sih, setelah sudah lamaaaa banget saya bisa dengan kuat membaca novel tebal dalam sehari, dan mengabaikan hal-hal lain yang saya sukai juga.

Dan begitulah, here i am, baru selesai nulis setelah nyaris tengah malam, gara-gara seharian malah sibuk membaca dan berhasil menamatkan seharian saja.


Surabaya, 16 Februari 2024

1 komentar :

  1. woww mbakk reyy hebattt
    hiks aku dulu bisa namatin buku tebel sehari, sekarang AMpun DJ rasanya, kayak susah gitu. Palingan seminggu buat satu buku, ada aja gangguannya atau dari aku nya aja yang kadang mikir "nanti aaja ah, nanti nanti"
    dann ga selesai selesai deh

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)