Ketika Anak-Anak Telah Dewasa, Akankah Saya Jadi Ibu Kesepian?

ketika anak dewasa

Sudah pukul 22.04 dan saya belum menulis apapun untuk setoran KLIP hari ini!. Kurang 2 jam lagi dong, nututi nggak sih ini?.

Tapi, insya Allah bisa dong ya, biar mudah saya nulis curhatan opini aja, pas banget barusan saya scroll TikTok, sekalian post salah satu video, daripada dianggurin kan, hehehe.

Nah, ketika scroll itulah, saya ketemu dengan salah satu konten yang menjelaskan seorang ibu rumah tangga kesepian, setelah suaminya kerja, dan anak-anaknya berangkat kuliah.

Melihat hal itu, saya jadi mengingat nasihat beberapa orang yang mengatakan,

"Nikmati aja waktumu, Rey. Suatu saat nanti anak-anak akan punya kesibukan masing-masing!. Ketika itu, mereka tak punya banyak waktu lagi untukmu"

Pas banget nih, sudah beberapa hari ini anak-anak kena omelan mulu, gara-gara maknya ini kecapekan kayaknya. Eh bukan kayaknya lagi sih, emang capek banget saya akhir-akhir ini.

Saya kesal aja gitu dengan hidup, yang bikin saya tuh kesulitan memilih. Istrahat atau bekerja?.

Bekerja di sini mencakup semuanya ya. You know lah saya seorang single fighter mom pejuang LDM, nggak punya keluarga sama sekali di sini.

Ortu dan kakak kandung saya jauh di Buton, di sini cuman ada keluarga kandung papinya anak-anak. Tapi saya memang udah nggak pernah kontak sama sekali. Setelah masalah yang mengguncang jiwa Agustus 2023 silam.

Sebenarnya setelah itu, anak-anak, khususnya si Kakak, masih sering ke rumah eyangnya. Sayangnya terakhir kali ke sana, eyangnya malah omelin dia. Akhirnya si Kakak kapok deh ke sana.

Setelah itu, praktis kami semua, selain papinya, nggak pernah lagi berhubungan dengan satupun keluarga papinya.

Kembali ke cerita intinya.

Jadi, dengan kondisi nggak berhubungan dengan satupun keluarga, dan papinya anak-anak bekerja jauh di luar pulau Jawa, jadilah saya seorang diri di belantara Surabaya ini.

Sebenarnya it's okay sih buat saya. 

Tapi jujur nih ya, saya mulai merindukan, masa-masa bisa menikmati waktu sendiri, menjauh sejenak eh bukan sejenak ding. Seharian atau mungkin 3 harian dari anak-anak.

Saya capek.

Banget!.

Capeknya itu, bukan hanya karena merasa risih anak-anak selalu gelendotin. Tapi, capek dalam artian yang beneran, lahir batin.

Bayangin aja, semuanya harus saya kerjakan sendiri, bertanggung jawab sendiri. Dan masih harus nyari duit pulak untuk mencukupi keuangan keluarga.

Jadi ingat, kapan hari ada yang komen di mana ya, saya lupa. 

Begini kira-kira komentarnya,

"Masih mending mah kalau masih bisa pulang sesekali, suami saya kerjanya di RIG, di tengah lautan, nggak bisa asal pulang begitu saja!"

Si Rey bilaik,

"Sejujurnya, suami lama pulangnya sih nggak masalah, yang penting uang lancar, keknya tidak masalah saya sendiri mengurus anak-anak di sini, pokoknya kerjaan saya, cukup mengurus anak dengan benar-benar fokus. Antar jemput mereka, nemanin mereka belajar. Bertanggung jawab penuh atas perkembangan fisik, mental maupun prestasi anak. Duuuhhh mau banget nget"

I mean, kalau suami punya kerjaan tetap dan gajinya besar, punya tunjangan ini itu. Jadi masalah keuangan tuh full di suami, saya tinggal mengelola uang tersebut untuk investasi yang nggak perlu effort lebih sampai mengabaikan anak.

Aiiiii laaaffff daaatttt!

Nah, saya kan enggak!

Si papinya anak-anak kerja jauh itu, bukan karena kek orang lain yang karirnya kudu ngikutin mutasi, tidaque!. Dia mah kerja jauh karena di sini nggak ada lagi lapangan kerjaan yang nerima dia.

You know what i mean lah ya, nggak usah saya jelaskan panjang lebar, entar jatuhnya berasa meremehkan.

Pokoknya gitu deh.

Alhasil, kondisi ini mengharuskan saya, seolah mengambil jatah 3/4 dari tanggung jawab yang seharusnya kami pikul bersama.

Harus mengurus anak-anak, masak, nyuci baju setiap hari (jangan sarankan laundry, orang saya cuci baju sendiri biar hemat!), beberes, mandiin anak, cebokin anak, kadang nyuapin anak, antar jemput anak sekolah. 

Sementara, saya harus fokus cari uang, melakukan apa yang bisa saya lakukan dari rumah. Jujur nggak ada waktu tauk buat cari uang, karena saya bisa menghasilkan uang ini, ya gegara mengorbankan waktu tidur.

Beneran.

Saya seolah harus memilih, tidur cukup tapi nggak ada waktu buat cari uang dan bingung dengan uang jajan anak, kebutuhan anak, uang transport anak. Tapi kesehatan lebih baik.

Atau, tidur 2 - 4 jam setiap hari, itupun dicicil, tapi masih bisa menghasilkan uang. Resikonya ya capek lahir batin.

Di sisi lain, saya benar-benar benci loh, kerjaan disambi-sambi itu, benci banget sama multitasking. Saya benci udah bertahun-tahun ngeblog, tapi nggak bisa punya pencapaian kayak lainnya, gegara nggak punya waktu fokus untuk serius ngeblog pakai ilmu.

Menulis aja, sama kek tidurnya, dicicil-cicil.

Sebaris, berhenti lagi, urus anak-anak yang mau makan lah, mau pup lah, mau sikat gigi lah.

Gitu kok mau bisa menghasilkan karya yang bagus, sementara waktu kerjanya disambi mulu. 

Yang nyebelin juga tuh, anak-anak saya tuh nggak kayak anak orang lain, di mana pukul 7 malam udah ngantuk berat dan tidur, lalu bangun di jam 5 subuh.

Saya iri dengan kakak saya, anaknya 3, tapi dia punya waktu me time yang banyak, karena anak-anaknya tidur di pukul 7 malam.

Dan karena itu, anak tidur, dia bisa segera beberes, lalu punya waktu me time sampai pukul 9 atau 10 malam.

Nah, anak-anak saya? bahkan sampai pukul 9 malam, disuruh tidur, iya iya mulu. Nunggu diteriakin dulu baru bergerak semua.

Itupun, setelah gosok gigi, dan tidur, masih dilanjutkan bercanda di kamar, sampai pukul 12 malam kadang.

Giliran besok saya bangunin pukul 5, ya Allaaaahhh menguji iman banget, susaaaaaahhh banget.

Sementara maminya ini ya, misal mereka tidur pukul 10 malam, baru deh saya bisa mulai beberes, atau mulai bisa menulis dengan tenang kayak sekarang.

Biasanya butuh 2 jam, untuk menyelesaikan semua yang perlu dikerjakan. Misal sampai pukul 12 malam, lalu setelah itu nggak mungkin bisa tidur, beberes dulu.

Masak nasi dulu, siapin perlengkapan sekolah anak-anak, memeriksa sih tepatnya, biarpun anak-anak udah beresin sendiri, saya sering ngecek lagi. 

Kadang nyuci baju dulu (iyaaaa, saya cuci baju pukul 12 malam, untung ga ditemanin Mbak Kunti, hahaha). Mana nyucinya dikucek pulak! dan baju sekolah si Kakak, kotornyaaaa masya Allah.

Biasanya, saya selesai setelah 1,5 jam, baru deh saya bersiap tidur. Ya tidurnya pukul 2 malam jadinya, sementara pukul 4 harus bangun nyiapin sarapan dan bekal si Kakak.

Kebayang betapa capeknya saya.

Dan hal itu membuat saya uring-uringan, suka teriakin anak-anak, bahkan diam-diam saya berpikir, kapan sih anak-anak besar?.

Saya butuh waktu sendirian, waktu fokus untuk kerja, kami butuh uang lebih, tapi saya nggak punya cukup waktu untuk fokus kerja, gegara harus urus anak-anak sedemikian rupa.

Sudah belasan tahun, sejak si Kakak lahir tepatnya, saya seolah kehilangan waktu untuk bekerja. Kehadiran anak benar-benar menyita waktu saya. 

Dulu, saya pikir akan segera tiba waktunya akan kembali bekerja, setelah si Kakak masuk SD. Sengaja kami pilih sekolah full day, biar si kakak lama di sekolah dan saya punya waktu lebih buat cari uang.

Eh nyatanya, adiknya hadir, dan seolah bikin saya mulai lagi dari awal.

Harus menunggu lama lagi biar bisa punya waktu yang lebih fokus.

Ini bukan masalah saya bosan jadi ibu rumah tangga ya.

Tapi, saya bosan ketakutan melulu, mengingat bulan besok, bayar ini pakai apa ya?. Sejak papinya anak-anak mau menang sendiri, udah nggak terhitung lagi kacaunya keuangan keluarga.

Namun saya nggak bisa apa-apa, selain mengikuti maunya.

That's why, saya butuh banget waktu untuk bekerja dengan fokus, agar bisa menghasilkan uang dengan cukup juga.

Tidak ada uang yang datang banyak, kalau waktu yang kita berikan untuk bekerja tidak banyak. Pretlah kalau ada yang bilang bisa.

That's why, saya jadi bertanya-tanya, apakah saya nantinya bakal merasa kesepian kalau anak-anak udah dewasa?

Sementara, ada begitu banyak yang bisa dan harus dikerjakan?

Ya mungkin kalau seandainya saya udah drop banget kali ya. Sehingga butuh orang lain yang bantuin.

Atau mungkin kalau uang kami udah cukup, semua udah tercukupi, lantas saya bosan di rumah aja, disuruh nonton TV.


Tadi, saya juga sempat melihat konten kayak gini,

"Mungkin, ibulah yang paling kesepian di rumah sendirian. Bertemankan TV semata, anak-anak dan suami sibuk di luar semua. Sementara ibu hanya bisa berdiam diri di rumah mengkhawatirkan anak-anak dan suaminya."

Entahlah, mungkin karena kita semua manusia, yang sering lupa bersyukur, jadinya ya gitu. Orang lain udah berkecukupan, tapi masih rempong dengan masalah kesepian.

Sementara si Rey, malah sibuk menantikan waktu, agar anak-anak punya kesibukan sendiri dan mandiri, jadi saya bisa fokus cari uang dengan cukup.

Kalaupun nanti mungkin anak-anak sudah mandiri termasuk keuangannya, selama masih sehat, masih banyak hal yang bisa saya lakukan.

Nonton film, baca novel, main game.

Ah sudahlah, Allah memang Maha Adil.

Dia tak mau hamba-Nya terlena dengan dunia, jadi diberi-Nya selalu rasa khawatir akan hidupnya. Sebenarnya hal itu sebagai pengingat buat kita kali ya, untuk menyadari, jangan lengah, ini hanya dunia.

Bayangkan, jika orang kayak saya, yang punya banyak hobi, dan ada di kondisi, keuangan cukup, nggak perlu mewah, yang penting kebutuhan sandang, pangan, papan dan pendidikan tercukupi. Suami kerja jauh dan jarang pulang, anak-anak sibuk di luar, kan saya bisa nulis blog, nulis novel, nulis buku fiksi.

Saya juga bisa nonton film, saya bisa menghabiskan waktu di perpustakaan, pinjam novel dan dibaca dengan puas.

That's why, maafkan lah saya yang kadang bingung, mengapa ada orang yang hidupnya udah tercukupi, malah sibuk kesepian, padahal di dunia ini, ada begitu buanyaaaaaakkk banget yang bisa dilakukan.

Ah, begitulah hidup.

Sudah ah, cuman mau curhat itu aja, kayaknya udah panjang banget ini, hahaha.


Surabaya, 28 Februari 2024

1 komentar :

  1. Iya sih Rey, aku sendiri ngerasa yakin ga akan kesepian kalo nanti anak2 dah besar. Krn skr aja waktu 24 jam masih berasa kurang untuk ngerjain kerjaan dan hobi. Banyaaak yg bisa dilakukan, jadi kalo ada yg bilang kesepian, aku rasa krn dia ga punya banyak hobi dan terbiasa dilayani kali.

    Ttg multitasking, aku pun ga bisa. Kalo dipaksa mungkin oke oke aja, tapi hasil ga akan maksimal. Pasti salah satu akan jelek atau failed. Makanya males kalo hrs ngerjain multitasking.

    Itu kenapa pas ditawarin kuliah lagi ama papa, sementara aku udh kerja, aku lgs nolak. Ga pengen aja ntr kuliah malah dapat seadanya, krn pasti fokusku ke kerja lah. Kecuali mau ninggalin kerjaan, dan fokus kuliah. Yg mana aku ga mau. Udah berasa enak cari duit, ya mending cari duit 😄.

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)