Ketika Cinta Istri Dalam Bentuk Setia, Tak Cukup Untuk Seorang Suami

Ketika Cinta Istri Dalam Bentuk Setia, Tak Cukup Untuk Seorang Suami

Sharing By Rey - Zaman sekarang, cinta istri dalam bentuk setia, ternyata masih kurang bagi seorang suami, meskipun tentu saja tidak untuk semua suami, tapi juga bagi beberapa lelaki berstatus suami.

Ada banyak kriteria yang dibutuhkan suami, agar cintanya bisa diupayakan.
Salah satunya adalah, seorang istri wajib membantu istri dalam hal ekonomi.

Mungkin memang hanya perasaan saya aja sih, tapi selama 11 tahun menikah, entah mengapa saya merasa selalu dipenuhi cinta, ketika saya punya penghasilan sendiri.
Ketika saya tidak pernah ribut meminta uang untuk kebutuhan rumah.

Oh ya, sebelum lanjut, seperti biasa, saya mau disclaimer dulu ya..
Disclaimer = penolakan atau dengan kata lain, pemindahan tanggung jawab, dari penulis ke pembaca, alias saya nggak tanggung jawab loh ya, atas apa yang bakal berpengaruh ke pembaca.

Semua tulisan di blog ini, 90% berdasarkan pengalaman pribadi, ditulis untuk menggambarkan prosesnya, jadi tidak hanya fokus ke penyelesaiannya.
Tujuannya? selain menyimpan cerita sebagai pengingat bahwa hidup ini ada up dan down-nya, pun juga agar pembaca tahu, kalau selalu ada perjuangan dan cerita serta alasan dibalik pencapaian seseorang dalam hidupnya.

Alias setiap orang punya ceritanya, dan orang lain bisa menjadikannya inspirasi atau mungkin pengingatnya.
Yang jelas jangan tiru keburukan atau kesalahannya.

Namun, tetap saja, ada efek yang bakal dirasakan oleh pembaca ketika membaca tulisan-tulisan curhat seperti ini, dan untuk efek buruk dimohon kebijakan pembaca untuk memilahnya, karena itu di luar tanggung jawab penulis.

Etdah, panjang amat disclaimer-nya, pantasnya disebut note sebenarnya hahaha.
Balik ke tema pembahasan kita.

Beberapa waktu lalu, saya mencoba mengorek keterangan dari papinya anak-anak, dengan bertanya,
"Mengapa sih dia sekarang kasar banget ke saya? selalu memusuhi saya? selalu pergi tanpa kabar?"
Dan jawabannya bikin hati ngenes, meskipun juga senang karena dia mau balas.
"Aku begini tuh karena pusing, kamu maunya cuman uang! uang! dan uang!"
Hiks!
Sedih banget ya Allah.

Memangnya, pada siapa lagi saya meminta nafkah uang buat kebutuhan anak-anak, kalau bukan ke papinya mereka?
Toh yang saya minta hanyalah untuk kebutuhan anak-anak, bukan buat hal yang tidak wajib.
Dan seringnya, saya minta uang itu, karena memang dia nggak pernah lagi menyerahkan gajinya ke saya seperti dulu, huhuhu.

Bukan buat jalan-jalan.
Bukan buat beli baju atau kebutuhan sekunder anak, meski sejujurnya anak-anak butuh.

Apalagi buat kebutuhan saya pribadi?
Meskipun secara hukum dan agama saya itu hak saya.
Tapi, bahkan sejak sebelum menikah, hingga detik ini, saya terbiasa memenuhi kebutuhan saya pribadi dengan berusaha sendiri.

Mengorbankan waktu tidur saya untuk mendapatkan penghasilan meski nggak seberapa, setidaknya untuk kebutuhan saya pribadi, saya tidak perlu lagi memberatkan suami.


Masa-Masa Terindah Ketika Dicintai


Seperti yang sering saya ceritakan, bahwa papinya anak-anak sesungguhnya sosok lelaki yang begitu manis. Kalau teman-teman pernah bertemu dengan kami, pasti setuju dengan perkataan saya.

Dia tuh begitu perhatian terhadap wanita, saking perhatiannya, terhadap wanita lain juga begitu *eh, hahaha.

Ketika Cinta Istri Dalam Bentuk Setia, Tak Cukup Untuk Seorang Suami

Tapi setelah saya pikir-pikir, iya juga sih.
Dia begitu manis, jika saya tidak membebankan uang kepadanya.
Ketika saya menerima, berapapun uang yang dia berikan.

Masalahnya kan, sebagai ibu rumah tangga, saya tidak seleluasa ketika bekerja di luar dalam mencari uang. Apalagi ketika sekarang udah punya 2 anak.
Sungguh terasa banget perubahannya ketika si adik lahir.

Punya 2 anak kan kebutuhan pasti bertambah, waktu saya juga tidak bisa seleluasa dulu juga dalam mencari uang.

Bagaimana bisa semua jadi salah saya sebagai istri?
Bukankah memang mencari nafkah itu merupakan kewajiban suami?
Terlebih dia juga tidak mau jika saya lebih unggul dibanding dia?

Lalu saya teringat masa-masa yang pernah kami lewati.
Iya, bahkan 6 tahun lalu, ketika dia gencar mencari wanita lain.
Dia sih beralasan hanya mau tahu bagaimana teman-temannya bisa tunduk kepada suaminya.
Apa yang suaminya lakukan?

Meskipun saya jadi nggak bisa paham.
Mengapa harus nanya ke perempuan atau istrinya orang sih?
Mengapa nggak nanya ke suaminya aja?
Apa yang suaminya lakukan, sehingga istrinya bisa jadi seseorang yang nurut pada suami?

Dan hal tersebut, juga dibenarin kakak ipar saya.
Dia menasihati adiknya tersebut, bahwa suatu hal yang aneh, bertanya ke wanita lain, mantan pacarnya pula, tentang apa yang dilakukan suaminya hingga dia bisa tunduk?
Sementara, sifat saya bertolak belakang dengan mantannya?

Masih mending dia bertanya ke kakak iparnya, karena sifat saya tuh hampir sama dengan kakaknya tersebut.
Mengapa nggak nanya kepada kakak iparnya coba?
Apa yang dilakukan kakak iparnya, hingga bisa mengimbangi dan membuat kakaknya bisa jadi istri yang manis untuknya?

Kala itu, hatinya benar-benar sudah pergi ke wanita lain.
Ke mantannya itu.
Ditandai dengan ucapan-ucapan merendahkannya kepada saya dan keluarga saya.
Berkomentar yang buruk-buruk, bahkan ke segi tubuh saya.

Tapi saya bisa membuatnya kembali, karena apa?
Karena saya kembali bekerja, membantunya dalam segi ekonomi.
Meskipun tidak selamanya, hanya untuk membantunya melunasi banyak tagihannya.
Setelah itu saya kembali jadi IRT, karena memang tidak memungkinkan untuk saya bekerja di luar.

Dia bisa kembali jadi lelaki yang manis.
Ketika hidupnya tidak ada tekanan ekonomi.
Karena saya selalu bisa membantunya menutupi apa yang kurang-kurang dalam kebutuhan kami.

Dan masa-masa itu, bahkan ketika wajah saya ditekuk sedikit aja, dia bakal melakukan banyak hal agar saya mau tersenyum lagi, setidaknya dia akan diam saja mendengarkan semua keluhan saya.
Diam saja, mendengarkan ketika saya menumpahkan semua uneg-uneg saya.

Dan begitulah, meski punya banyak beban, hidup saya baik-baik saja.
Meski masa depan terasa begitu tidak teraba, tapi bersamanya saya merasa semua akan selalu baik-baik saja.

Semua itu, tercermin di banyak status media sosial saya.
Sesungguhnya ada banyak manfaatnya juga kalau kita menulis dengan jujur, selama menggunakan bahasa yang pas.
Suatu saat, memorinya akan mengingatkan kita keadaan di saat itu.

Pun juga, bisa dilihat dari postingan saya di blog ini pada label Marriage dan Relationship, sesungguhnya ada juga masa-masa terindah dalam hidup saya berdua dengannya.
Meskipun setelah saya renungkan kembali, masa itu ada hanya ketika saya tidak hanya mengandalkan cinta saya dalam bentuk setia sebagai seorang istri.


Keadaan Membuat Saya Hanya Bisa Mempersembahkan Setia 


Saya tentu sangat mau meringankan beban suami, membantunya dalam hal ekonomi.
Tapi keadaannya sekarang tidaklah bisa seperti dulu.

Ketika Cinta Istri Dalam Bentuk Setia, Tak Cukup Untuk Seorang Suami

Saya juga bukan tipe istri yang diam saja di rumah, segala hal saya lakukan meski buruk untuk kesehatan mental dan fisik saya.
Salah satunya mencoba cari uang, dari rumah meski harus mengorbankan waktu istrahat saya.

Kadang saya menangis saking ngantuknya, mencoba cari cara untuk mendapatkan uang lebih banyak.
Lalu saya terbayangkan, di saat saya masih terjaga mengupayakan hal lebih untuk membantunya, di sana , entah di mana dia menginap, dia mungkin sudah tertidur lelap, setelah puas berbalas chating dengan wanita lain.

Iya, saya kemaren menemukan 2 chatingan intensnya dengan wanita lain, huhuhu.

Kadang di tengah malam begini, saya tiba-tiba saja menangis menyalahkan keadaan.
Mengapa saya harus punya anak dua?
Mengapa keadaan membuat saya nggak bisa bergerak mencari uang lebih leluasa?

Karena jujur, kalau dia saja yang 24 jam di luar sana, bebas tanpa diganggu anak-anak, tanpa diganggu apapun, tapi tetap belum bisa menafkahi anak-anaknya dengan baik.

Bagaimana bisa dia berharap, saya yang di sini harus mengurus anak dan rumah seorang diri.
Dengan kesibukan yang tak pernah putus, bahkan jika saya harus menjadi ibu yang benar-benar ada untuk anak-anak, waktu untuk istrahat sayapun tetap  tidak mencukupi.

Tapi masih ada kewajiban untuk mencari uang.
Karena anak-anak tidak bisa hanya makan ayam setengah kg dan telur 1 kg selama seminggu.
Butuh biaya lain untuk menjadikan bahan mentah tersebut menjadi masakan.
Butuh gas, bumbu, air minum dan segalanya.

Butuh sabun buat mandi dan segalanya.
Butuh listrik, butuh buat mandi dan nyuci, dan masih banyak perintilan lainnya.
Sementara, dia hanya membelikan bahan makanan lalu memaksa saya, bagaimanapun caranya itu harus cukup.

Sungguh semua kisah jeritan hati istri di Indosiar, serasa benar-benar terjadi pada saya.
Sama ketika kemarin saya minta dia membayar tagihan PDAM, dan apa yang dia katakan.
"Makanya, jangan pakai PDAM dong!"
Astaga...

Saya sudah berusaha, dan Alhamdulillah Allah selalu membayar usaha keras saya, dengan menitipkan rezekiNya lewat berbagai cara.
Kadang dari teman-teman blogger, kadang dari kakak saya, kadang dari kakak ipar.

Semua itu lumayan membantu saya menutupi hal-hal yang sama sekali tidak pernah lagi mau diperhatikan oleh papinya anak-anak.

Dan saya hanya bisa menangis, karena keadaan memaksa saya hanya bisa mempersembahkan setia untuk suami, bukan membantunya dalam hal keuangan.

Saya pikir, dengan setia mendampinginya selama 11 tahun ini, akan menghadirkan sedikit iba di hatinya.
11 tahun, di mulai dengan menerimanya apa adanya, tanpa masa depan yang jelas.
Keputusan yang saya rasa sangat langka ditemukan pada para wanita zaman sekarang.

Ketika Cinta Istri Dalam Bentuk Setia, Tak Cukup Untuk Seorang Suami

Di saat banyak lelaki yang patah hati karena ditinggal menikah oleh kekasihnya yang memilih menikah dengan lelaki yang punya masa depan yang lebih cerah.

Ketika, banyak cerita miris para istri pergi meninggalkan suami yang sudah belasan tahun menikah, tapi keadaan juga tak bisa berubah, bahkan jauh lebih mengerikan.

Mungkin saya begitu naif kali ya, ketika hanya bermodalkan setia dalam segala situasi, sabar mendampingi suami, meski keadaan ekonomi selalu sulit.

Tapi saya yakin, tidak akan pernah ada keabadian di dunia ini, termasuk penderitaan.
Semua akan berlalu.
Suatu saat nanti, saya bisa diberikan hasilnya, bahwa kesetiaan itu mahal harganya.

Demikianlah..

Sidoarjo, 16 Oktober 2020


25 komentar :

  1. yup, kesetiaan memang tidak bisa di bayar dengan apapun, karena memang tiada penggantinya

    jadi kalau dapat yang setia ya harus di pertahankan karenaa susah carinya

    jangankan suami atau istri, carai teman yang setia aja susahnya minta ampun, kalau yang enggak setia sih banyak, he-he

    BalasHapus
  2. SETIA ( Setiap Tikungan Ada ) 🤣 🤣

    1. Bagi setiap orang yang sudah lama berumah tangga, Atau yang belum lama, Jika terjadi kisruh dalam rumah tangganya selalu yang dibawa2 pasti Kesetia, Uang, Dan perselingkuhan. Dalam kekisruhan rumah tangga baik istri atau suami pastinya selalu terbersit atau kepikiran untuk saling mempertahankan egonya masing2 dan merasa paling benar keduanya.

    Hingga terjadilah pemikiran yang seperti ini...Sang istri berkata, "Terserah luh mau selingkuh sebanyak2nya yang terpenting anak2 serta kebutuhan rumah terpenuhi semuanya"....Akhirnya sang suami sadar diri mencoba untuk Setia tetapi tidak punya uang, Sekalipun ada tak pernah cukup.😊 sudah pasti akan terjadi keributan2 kembali.

    Kesimpulannya pilih mana....Saling Setia tapi tak punya perekonomian yang bagus....Atau rumah tangga hambar tapi berhamburkan uang.? Yaa keduanya tidak enak Dan pastinya menimbulkan keributan2 juga..🤣 🤣 🤣 kalau bisa mah jangan seperti keduanya yaa..🤣 🤣

    Lalu masalah sih Rey apa? Kata sang suami uang2 yang ada dipikiran sih Rey. Tuntutan Rey ada benarnya juga, Karena seorang suami harus tetap menafkahi istrinya apapun yang terjadi.

    Lalu apa suami Rey hanya diam dan tidak mencari nafkah tidak juga...Ia bekerja bahkan hampir tak pernah pulang demi mencari uang, Yang menurut ia dengan mencari uang tidak pulang solusi yang baik, ketimbang harus pulang banyak aturan dari sang Istri.😊😊 Menurut ego suami.

    Naah jadi disini masalah si Rey adalah Finansial...Bukan kesetiaan, Kenapa bukan kesetian....Karena yang di Setiakan suka kabur2ran atau jarang pulang. Jadi disini Rey lebih di identikkan dengan yang namanya bertahan dari peliknya kehidupan rumah tangga. Bahkan lebih hebat dari yang di Indosiar..🤣

    Baiknya seperti apa untuk rumah tangga si Rey, Buatlah manajemen keuangan keluarga dengan sesederhana mungkin. Tetapi kalau saya lihat dari kronologinya sedikit rumit karena sang suami katanya suka kabur2ran.

    BalasHapus
    Balasan

    1. 2. Tetapi karena posisi si Rey bertahan tetap akan ada jalan keluar yang terbaik. Dengan syarat keduanya harus saling mendinginkan egonya masing2 dengan mencoba saling setia. Rubah pertahanan dengan kesetian dengan sambil berusaha memperbaiki finansial keluarga yang menjadi sebab kisruhnya sebuah rumah tangga. Sederhananya dengan tidak mengungkit kekurangan diri masing.

      Memang disini saya hanya berteori, 😊 Karena praktek & kunci sebenarnya ada pada Rey & sang suami secara detail dan keseluruhannya. Ingin seperti apa atau bagaimana Yaa Rey & suami juga sang penentunya.

      Karena inti dari kesetian & cinta tetap ada batasan yang berlaku...Makanya banyak orang bilang emang mau makan cinta melulu....Atau emang mau setia melulu..🤣 🤣 🤣

      Terakhir Nggak usah dianggap serius yaa komen gw ini, Anggap saja orang lagi teori doang..🤣 🤣

      Hapus
    2. Makasih banyak atas tausiyah nya pak ustadz.🙏

      Hapus
    3. 😵😵😵😵😵😵😵😵🤤🤤🤤🤤🤤🤤😪😪😪😪😪

      Gue sampe keselek baca tausiyah satrisaljuhauscinta

      Kerennnn..tumben . Apakah pengaruh bau kentut yang dihisapnya di Commuter Line waktu dia lunasin tunggakan yah

      btw, keren ia keren..jadi acung 2 jempol deh. Kalo 4 jempol susah gue bisa jatoh..

      Hapus
    4. Wah, jadi kenyang mbaca komemnya mas Satria. Panjang, lengkap, n jelas. Ditengah2 mbaca berhenti dulu minum segelas air, lanjut lg 🤗

      Hapus
    5. wkwwkkwkwm etdaaahh, udahlah saya serius nyimak, jadi buyar seriusnya liat komen lain di bawah wakakakak.

      Ups.

      Sori Kanggg, ini orang-orang biasa deh, suka terpesona ama ceramah Kang Sat hahahaha.

      Sebenarnya apa ya?
      Pola pikir kali ya, komunikasi.
      Ya gimana mau nyambung, yang satu maunya diomongin, yang satu keukeuh minta dimengerti, alias diam aja.

      Masalah financial, bisa jadi pemicu, bisa jadi efek sih,
      Kalau bagi paksu, financial adalah pemicu, kalau bagi saya financial itu efek.

      Karena toh sejak awal saya nikah ama paksu, udah tahu banget gimana financial kami :D

      Intinya komunikasi sih, semakin komunikasi nggak bisa diterapkan semakin lebar gap antara kami.

      Dan semakin terasa deh efeknya ke financial.

      Karena kalau nggak akur, rezeki ya ambyar semua, dan dia sebagai lelaki yang paling merasakan dampaknya.

      Ketika akhirnya dia selalu kesulitan mencari nafkah, lalu datang kebutuhan-kebutuhan primer.

      Itu sebenarnya yang saya perjuangkan.
      Maksudnya, bolehlah saling kecewa, tapi jangan terlalu lama diam.
      Sesekali beranikan diri untuk berkomunikasi.

      Kalau komunikasi lancar, saya tenang, dia tenang, nyari nafkah juga lebih plong, rezeki lebih mudah, dan tentunya nggak bikin dia stres dengan keuangan :D

      Simple sebenarnya, cuman ya gitu, nggak bisa menghadapi kenyataan itu yang benar-benar mempersulit dirinya sendiri

      Hapus
  3. Saya tidak bisa komentar panjang karena sudah ada pak ustadz Satria. Saya cuma bisa mendoakan semoga mbak Rey kembali rukun dengan suaminya dan rumah tangga kembali adem. Soal masalah yang jadi persoalan yaitu duit aku ngga bisa banyak komentar karena aku sendiri bukan orang yang mapan secara finansial, tapi Alhamdulillah istri menerima apa adanya sih.🙂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang penting prinsipnya cukup ya mas..😇😇

      Hapus
    2. ku memahami perkataan mas satria
      aku setuju kalau setia itu mahal harganya.

      Hapus
  4. Tar ya Rey..gue mikir dulu mo komentar apa? Nggak usah ditungguin tapi karena takut kelupaan 😋😋

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penasaran sama komennya mas Anton🤭

      Hapus
    2. Udah berapa tahun tapi mikirnya belum kelar juga pak.😆

      Hapus
    3. Nah itu..harap dimaklum sudah tua..jadi sering lupa..termasuk mo ngomenin tulisan ini..saya dah lupa mo komen apa 🤣🤣🤣

      Hapus
    4. Terus mana Pak? duhhh masih menunggu nih hahahaha

      Hapus
  5. Dia tuh begitu perhatian terhadap wanita, saking perhatiannya, terhadap wanita lain juga begitu *eh, hahaha.

    Ternyata paksunya mba Rey sangat perhatian yaaaaa, bagus banget. Tapi, yg gak bagusnya perhatiannya jg dibagikan utk wanita lain.

    Klo begitu, cinta itu gak cukup dg 'setia' saja yaaa, apalagi pas udah berumah tangga... yg ada kita setia terussss, eternyata si dia duatia dibalik pungung kitah.....

    Nah, gimana tuh...... hayang di tabook, eh becanda deng😅

    Rasanya banyak. Hrs pengertianlah, mesti mengalahlah, mesti pintarlah, cantiklah, daaaaaaan LL

    Barangkali begitu y,😅.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. wakakakaka, sepertinya memang begitu, untungnya udah punya anak, kalau enggak rasanya menikah itu sungguh sebuah hal yang bikin kita stres ajah hahahahaha

      Hapus
  6. Sependapat sama saran dari pak satri mwb. Solusinya duduk berdua, diomongin lagi dari hati ke hati antara mbk rey dan pak su, tujuan awal nikah apa. Saya yakin semua masalah pasti ada jalan keluarnya dan bakalan terasa ringan kalau kerjasama berdua.

    Tapi kalau ada pihak yang gak mau diajak duduk berdua, ya ini yang jadi masalah. Bakalan misskom.

    Btw tetep didoakan saja mbk, semoga pak su nya mau diajak kompromi lagi, membenahi keadaan finansialnya.

    Semangat mbk Rey, yang kuat demi anak anak

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi, itu dia masalah utamanya, financial tuh cuman efek sebenarnya :D
      Masalahnya adalah, si paksu tidak bisa atau tepatnya tidak berani berkomunikasi dengan sehat dari hati ke hati.
      Dia maunya saya mengerti aja, diam aja.
      Duh itu sulit hahahaha

      Hapus
  7. Kalo ga pake PDAM, trus pake apaan airnya :(? Kalo pake pompa sumur, kan berarti listrik juga...

    Seluas samudra banget kesabaranmu ya Rey :). Aku yakin, balasan dari yang DiAtas berlipat2 nanti untuk kamu. Yg sabar aja yaa...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tengkiu Mbaaaa :*
      Kadang juga saya amazed sendiri dengan kegigihan saya bertahan wakakakak.
      Entahlah ini beneran demi anak, demi bucin atau memang pada dasarnya saya sabar *eaaakk.
      Yang masalah sabar kayaknya saya ragu dah hahahahaha.

      Saya aslinya nggak sabaran, banget!
      makanya saya heran, mengapa masih bertahan :D

      Hapus
    2. Iya, justru semua yg mba alami saat ini, mbuat mba jd sabar plus2. Jadi ada plus n minusnya. Mungkin sj, klo mba ad di zona nyaman, maka sifat nggak sabarnya akn terus ada.

      Pelajaran hdp yg sangat berharga...
      Semoga mba sll kuat hadapi semua ini 💕

      Hapus
    3. Awwwww, emang beda ya kalau orang psikologi itu, selalu mengerti :*

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)