Menyiapkan Anak Menghadapi Dunia Yang Keras

Menyiapkan Anak Menghadapi Dunia Yang Keras

Sharing By Rey -  Pernah nggak sih kita membayangkan bagaimana anak-anak kita di kehidupan mendatang? Bisa nggak mereka bertahan di kehidupan yang keras ini?

Saya pernah, eh bahkan sering.
Maklum mamak lebay, hahaha.

Padahal ya, anak-anak itu kan milik Allah, pastilah mereka dihadirkan ke dunia ini dengan membawa takdir dan kemampuannya masing-masing.

Hanya saja, kadang kalau lagi merenung tuh, suka over thinking jadinya.
Melihat tantangan kehidupan yang makin keras, tiba-tiba sedih aja, takut anak-anak salah melangkah nantinya, hiks.

Mungkin juga pengaruh dari inner child saya kali ya, di mana saya tumbuh besar dengan tuntutan harus sempurna, jangan pernah dekat-dekat dengan kesalahan.
Sehingga tanpa saya sadari, saya jadi takut kalau anak melakukan kesalahan.

Padahal kalau lagi nggak over thinking tuh sadar betul, kalau manusia adalah tempatnya salah dan khilaf.
Namun di satu sisi pikiran saya berkata, kalimat tersebut bukan menjadi suatu alasan untuk salah jalan, karena sesungguhnya manusia juga bisa berkembang dengan memilih jalan yang benar.

Maksud saya gini, kadang manusia itu tahu sebenarnya, jalan yang dia pilih adalah sebuah kesalahan, tapi tetap saja dilalui dengan alasan beragam, salah satunya mungkin untuk menghukum orang, kepalang basah, atau semacamnya.

Contoh nyatanya, berselingkuh, mencuri, memukul bahkan melakukan sesuatu yang lebih parah lagi.
Bukankah semua yang melakukan hal tersebut sangat tahu kalau itu salah, tapi mengapa dilakukan juga?

Ah dasar memang si mamak Rey ini aneh-aneh pemikirannya.


Dunia Luar Yang (Kadang) Keras Dan Kejam


Tulisan ini sesungguhnya terpikirkan dari sebuah komentar di postingan grup KBM yang mana seorang ibu menuliskan bagaimana anaknya usia 5 tahun yang sedih karena ingin punya kulit terang.

Menyiapkan Anak Menghadapi Dunia Yang Keras

Dia terlahir berkulit agak gelap karena turunan dari ayahnya, sementara adiknya berkulit cerah turunan dari ibunya.

Hal tersebut memicu keusilan mulut banyak orang yang suka asal ngomong sehingga tanpa sadar telah mem-bully fisiknya, seperti,
"Wah adikmu putih ya, nggak kayak kamu hitam"
"Wah kamu kok gosong sih, nggak kayak mamamu"
Dan semacamnya.

Dan entah bagaimana mulanya, anak tersebut yang katanya berusia 5 tahun akhirnya mengambil bedak bayi dan mengoleskan ke seluruh tubuhnya dengan alasan supaya putih.
Dan ketika dilarang dan dijelaskan, dia malah histeris dan marah kepada ibunya.

Kontan saja banyak komentar yang masuk, namun dari satu komentar ada yang menarik perhatian saya, yang bunyinya kurang lebih seperti ini,
"Alhamdulillah, kembar saya kulitnya beda, yang satu agak gelap, satunya cerah. Dan oleh ayahnya kadang sering di-bully mengenai itu, kami memang sengaja melakukan hal itu, agar anak lebih kuat saat menghadapi dunia luar yang mungkin penuh bully-an"
Wow, ini menarik menurut saya, karena jujur saya juga kadang berpikir ada yang aneh dengan teori parenting modern yang digadang-gadang banyak ibu muda milenial zaman now.

Bagaimana tidak?
Mulai dari larangan menggunakan kata 'jangan', dengan alasan kata 'jangan' itu bermakna negatif.
Saya lalu berpikir, kalau sejak dini nggak dibiasakan kata 'jangan', bagaimana anak akan mengerti apa itu 'jangan'?

Well, call me mamak yang malas mungkin saja saya berpikir demikian karena malas berpikir kalimat-kalimat yang menghindari kata 'jangan'.
"Adik, main di sini aja yuk, di situ bahaya, kalau dipanjat bisa jatuh"
Dengan,
 "Adik, jangan manjat, nanti jatuh!"
Jujur saya pribadi merasa, kalimat di bawah itu sangat efektif pengajarannya.
Karena kita mengajarkan sebab akibat buat anak sedari dini.

Etapi ini pendapat pribadi ya, mungkin saja teori yang beredar itu biasanya kan dari pakar parenting yang sudah berpengalaman.

Tapi entahlah, sebagai seorang yang suka berpikir lebih dalam, saya belum bisa menerima banyak aturan parenting zaman now.
Terlebih kalau udahlah banyak aturan, banyak teori, ujung-ujungnya kudu ikut training atau seminar parenting, yang harganya bisa 3 bulan SPP sekolah si kakak yang aslinya sudah aduhai itu.

Ah kamu, Rey, kayak nggak tahu saja, kalau memang cara marketing mereka kayak gitu, hahaha.

Udah Rey, jangan melebar, balik ke topik!
Oke baik!

Maksud saya, teori parenting zaman now itu terkesan terlalu melindungi anak, seolah mengatakan pada anak, bahwa dunia ini sangat indah.
Iya, saya tahu, dunia anak kecil memang seharusnya diisi dengan semua keindahan, bermain dan bermain.

Tapi, apakah di luaran sana seindah itu?

Saya kembali teringat akan film Han Gong Ju yang saya tonton kapan hari itu, di mana Han Gong Ju dan sahabatnya diperkosa oleh puluhan lelaki.

Han Gong Ju masih bisa bertahan hidup, berjuang menyembuhkan trauma dan lukanya.
Akan tetapi, sahabatnya memilih mengakhiri hidupnya dengan terjun ke sungai yang dalam hingga tewas.

Menyiapkan Anak Menghadapi Dunia Yang Keras

Iya..
Mental yang lemah, berakhir dengan banyaknya kasus bunuh diri.

Han Gong Ju hidup dalam keprihatinan, ditelantarkan oleh ayah dan ibunya, sehingga terbiasa mandiri mengurus dirinya sejak kecil.
Sementara sahabatnya adalah anak orang kaya yang jarang terbentur oleh peliknya masalah hidup ini.

Alhasil, saat terbentur masalah, Han Gong Ju cenderung lebih kuat, sementara sahabatnya shock dengan keadaan tersebut.

Dunia luar itu sangat keras bukan?
Bagaimana mungkin kita hanya berpikir bahwa anak berhak menikmati masa kecil yang bahagia, tidak perlu tahu kata jangan.

Dunia yang kejam ini akan ayah dan ibu pagari darimu wahai anak, teruslah menikmati keindahan dunia, sampai nanti waktumu kau mandiri.

Lalu, siapa yang menjamin usia ayah dan ibu bakalan berujung setelah anak mandiri?
Siapa yang menjamin, anak-anak nggak akan pernah kehilangan kasih sayang ayah dan ibunya sampai mereka mandiri nanti?

Pernahkah kita berpikir, kalau seandainya besok adalah akhir usia kita?
Apakah anak-anak sudah ada yang melindunginya seperti kita melindunginya?

Yup, si mamak Rey memang sering over thinking, i know.
Tapi bukankah itu memang nyata?
Bahwa setiap manusia yang hidup di dunia ini hanyalah bernafas untuk menantikan waktu 'pulang'?


Menyiapkan Anak Menghadapi Dunia Yang (Kadang) Keras


That's why dalam mengasuh anak-anak saya kadang selalu cerewet dan kadang terkesan galak bin tega bin maksa, hahaha.

Menyiapkan Anak Menghadapi Dunia Yang Keras

Selain mungkin saya masih dipengaruhi oleh inner child saya, pun juga saya sering memikirkan kalau anak-anak kudu mandiri sejak dini, karena saya nggak tahu sampai kapan akhir usia saya, sampai kapan saya bisa melindungi mereka.

Banyak hal yang sering saya lakukan khususnya buat si kakak.
Mulai dari memberi tanggung jawab pekerjaan untuk si kakak, seperti di usianya yang menuju 10 tahun tersebut, si kakak sudah punya tugas dan tanggung jawab di rumah seperti, menyapu dan mengepel rumah setiap pagi dan sore, termasuk luar rumah dan halaman, buang sampah, lipat pakaian, bahkan mulai merambah jemur pakaian. 

Kemandirian mengurus dirinya pun sepertinya sudah saya lakukan sejak dini, mulai dari harus bisa membersihkan selepas BAB dengan benar-benar bersih dan suci dari najis, thanks to papinya yang sepemikiran dengan saya berjuang keras agar bisa menyekolahkan di sekolah agama, dan alhasil, para ustadz/ah-nya amat sangat membantu saya mengenai hal tersebut, setidaknya buat bantuin sounding.

Mandi sendiri dan pakai baju sendiri sejak kelas 1 SD, menggosok gigi 3 kali sehari seorang diri sejak kelas 1 SD juga.
Kebiasaan-kebiasaan baik seperti dari membuang sampah di tempatnya, buka pakaian sesaat pulang sekolah dan menyimpannya dengan rapi, pakaian kotor ditaruh di tempatnya dengan rapi sejak kelas 1 SD.

Intinya hal-hal dalam kemandirian mengurus diri sendiri, yang kadang saya terkesan sebagai ibu yang malas dan tega, hahaha.

Bukan hanya itu, dalam hal attitude atau kebiasaan baik kali ya.
Saya paling cerewet, membiasakan si kakak makan tanpa berdecak (hastagaahhh, sungguh mamak lebay, hahaha), sopan di meja makan, mengambil makanan dengan selalu dengan sendok khusus.

Tidak boleh bersendawa selama makan, tidak boleh ngomong yang kotor-kotor (yang ini mah karena mamaknya super duper jijikan, hahaha).

Tidak boleh sering menganga, si kakak ini mirip banget saya waktu kecil, kalau saya lihat banyak foto saya yang menganga, akhirnya? berpengaruh buruk pada kondisi gigi.

Iya, sering membuka mulut atau menganga buat khususnya buat anak kecil itu nggak baik, karena bibir sesungguhnya juga punya peran dalam bentuk gigi.
Apalagi untuk anak-anak yang gigi dan gusinya masih berkembang.

Dan banyak aturan lainnya.
Astaga, kadang saya sedih sendiri kalau ingat, betapa si kakak mungkin menderita punya ibu yang super banyak aturan seperti saya.

Sering dalam menjelang tidur, saya memeluknya dan meminta maaf, karena telah terlahir dari ibu seperti saya yang banyak aturan, dan saya menjelaskan maksud saya, agar nantinya si kakak tidak terlalu sulit beradaptasi dengan dunia yang keras, huhuhu.

Masalah agama, lebih parah lagi.
Berbeda dengan mungkin beberapa ibu memilih menanti kesadaran anak untuk sholat, karena sadar diri belum sempurna sholatnya.

Menyiapkan Anak Menghadapi Dunia Yang Keras

Saya beda, saya selalu paksa si kakak untuk melakukan kewajiban sebagai muslim dengan sempurna, dan tentu saja pemaksaan itu akhirnya berlaku untuk diri saya sendiri.

Di mana kalau saya nyuruh si kakak wudhu ulang karena belum sempurna, eh si kakak balas dendam, nungguin saya juga pas sedang wudhu dan menilai wudhu saya, hahahaha.

Demikian juga ketika sholat, kadang dia sambil ngelamun, saya peringatkan, kalau terus dilakukan saya suruh ulang.
Dia ikutan dong, kalau kami nggak sholat berjamaah, selain si kakak jadi kayak alarm bocor yang kerjaannya,
"Mi, mami belom sholat loh, katanya apapun yang sedang kita kerjakan harus dihentikan saat mendengar adzan, mami kok enggak?"
Lalu saya terpaksa menghentikan semuanya dan kemudian sholat, biar si kakak nggak banyak alasan saat saya minta dia sholat tepat waktu, hahahaha.

Pemaksaan dan kesempurnaan di sini bukannya kayak zaman jahiliah yang tak berperikemanusiaan, saya menerapkannya dengan soundiiingggg every single time (sumpah ye, aslinya saya bosaaaaannn sekali, sampai kadang saya pengen nyerah, tapi balik lagi saya mikirin, hei Rey, kalau bukan kamu yang biasakan, siapa lagi?).

Dunia luar itu sangat kejam, pengaruh buruk, bully-an seperti yang saya baca di grup tersebut, dan segala macam hal menanti anak-anak.
Saya tidak akan bisa selalu mengekorinya untuk memastikan dia baik-baik saja.

Yang bisa saya lakukan adalah, melatih kebiasaannya untuk selalu melakukan hal baik, agar tidak mudah terpengaruh hal-hal yang buruk, dan meminimalis bully-an.

Ye kan, kadang sebenarnya bully-an itu datang tidak tanpa alasan, kadang juga orang (semacam) minta di-bully.

Misal, kita lihat di media sosial, ada orang yang suka tampil aneh, joget-joget aneh atau ngomong aneh di vidio lalu posting.
Giliran ada yang komen,
"Haduh Mbak, perbaiki dulu mukanya!"
"Mbak itu giginya di kondisikan!"
Dan lain sebagainya!
I know, bukan hak semua orang menilai wajah atau kondisi tubuh orang lain, tapi kita juga tahu kan kita nggak bisa mengendalikan dunia ini hanya penuh dengan orang-orang baik.

Akan selalu ada orang yang usil, karenanya kalau nggak kuat mental ya jangan mengundang bully-an.

Bahkan tidak mengundang bully-an saja, sering banget bully-an itu datang sendiri, seperti mulut usil tetangga, teman atau orang lain, yang biasanya sih sama sekali nggak merasa kalau dia sedang mem-bully dan menyinggung perasaan kita.

So, begitulah, menyiapkan anak menghadapi dunia yang keras ini, baik membiasakannya punya good habbit, membiasakan kemandirian sejak dini, dan melatih mentalnya agar tidak baperan itu penting.

Duh ya, being a parent itu ternyata sungguh berat.
Tapi indah sih.

How about you, Moms?


Sidoarjo, 1 Juli 2020

#RabuParenting

Sumber : pengalaman dan opini pribadi
Gambar : Dokumen pribadi dan Canva edit by Rey

33 komentar :

  1. "Alhamdulillah, kembar saya kulitnya beda, yang satu agak gelap, satunya cerah. Dan oleh ayahnya kadang sering di-bully mengenai itu, kami memang sengaja melakukan hal itu, agar anak lebih kuat saat menghadapi dunia luar yang mungkin penuh bully-an"

    Kelak dewasanya dia memang akan lebih kuat, namun dipastikan dia akan membenci Orangtuanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mungkin dalam kenyataannya, yang dilakukan tidak separah 'bully' yang kita bayangkan Mba :D
      Meski memang kudu ada batasannya, jangan sampai kelewatan, mungkin anak akan lebih tahan terhadap bully-an, tapi bisa jadi dia jadi ikutan pelaku bully hahaha.

      Ya begitulah jadi ortu ya, kita kudu bener-bener tahu keseimbangannya, kayak main layangan, tarik ulurnya kudu pas :D

      Hapus
  2. Uwah.. Saya belajar banyak nih.menurut saya sih yang mbk rey ajarkan bener. Anak harus dilatih mandiri dan kuat sejak kecil begitu juga agamanya karena keyakinan penting dalam hidup. Saya dari kecil kebiasaan di manja jadi pas pertama kali kerja dan denger banyak orang ngomong jorok, kasar saya semacam kaget dan shock. Ternyata nggak semua orang kalau dibaikin juga bakal baik, akhirnya saya sempet down dan berjuang buat mandiri lagi tapi tetep aja sih sikap saya yang nggak bisa dikasarin ini nggak bisa ilang sepenuhnya. Jadinya gampang baper sama omongan jelek orang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya bener, dunia luar jauh lebih keras sebenarnya, jadinya mamak-mamak kayak saya baper ingat anak hahaha

      Hapus
  3. Uni Rey ini memang terkadang suka mendramatisir keadaan yee..🤣 🤣 Apa kebanyakan nonton Drakor, Atau karena Video selfie anak2 di Afrika kemarin yang begitu mendramatisir juga..🤣 🤣🤣 Eehheeeheeee!!..

    Eehh tapi benar juga sih terkadang Uni Rey, Sayapun terkadang suka berpikir kesana. Dalam artian anak gw nanti jika sudah besar apakah peduli dengan ortunya. Atau mungkin juga ia pergi jauh dan hanya setahun sekali mengunjungi orang tuanya.😩😩

    Pemikiran seperti itu terkadang suka berkecamuk dalam benakku dan ibunya anak2 juga nih Uni Rey...Tetapi apapun itu yaa saya pribadi harus tetap optimis akan kedepannya anak2 nantinya meski tak tahu akan seperti apa jadinya.😊😊

    Walau sebagai orang tua terkadang saya pribadi tidak pernah bosan memberi wejangan terbaik untuk semua anak saya. Akan tetapi kesemua itu belum tentu jaminan bagi anak kita dimasa mendatang yaa Uni Rey. Intinya sebagai orang tua kita sudah berusaha menjadikan anak2 kita menjadi yang terbaik. Dan semuanya tinggal kita pasrahkan saja pada Allah.S,W,T. Yang tentunya lebih tahu pada jalan hidupnya serta rezekinya dimasa mendatang nanti.😊😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih tausiahnya pak ustadz 😁

      Hapus
    2. Wuuihhh ada Agus kedua..😂😂😂

      Hapus
    3. Sungkem hu, sungkem.🙏

      Hapus
    4. hahahahah, itu deh Kang, mamak-mamak mah lebay mikirnya, terlalu kejauhan, tapi beneran loh, kadang saya was-was juga mikirnya, kalau seandainya anak-anak belum cukup kuat untuk dilepas di luar :D

      Kalau saya udah mulai belajar nguatin mental nih Kang, saking saya memang ninggalin ortu dan jarang bisa ketemu, huhuhu

      Hapus
  4. Kak rey aku mesem bin ngekek ni pas baca bagian ini : "Tapi entahlah, sebagai seorang yang suka berpikir lebih dalam, saya belum bisa menerima banyak aturan parenting zaman now. Terlebih kalau udahlah banyak aturan, banyak teori, ujung-ujungnya kudu ikut training atau seminar parenting, yang harganya bisa 3 bulan SPP sekolah si kakak yang aslinya sudah aduhai itu".

    Marketing strategy lyfe. YHA 😂😂😂

    memang kalau udah urusannya ama anak samaan sih, ku juga suka lebayatun jugak, ya maklum mamak type pengennya anak sebisa mungkin selalu on the right track huhuhu...jadi kadang cereweeeet beud akutuh hahhahahha

    Soalnya kita as ortunya ga tau lagi sampai kapan jatah hidup di dunia, makanya tiap kebayang besok anak akan seperti apa, bisa ngawal sampai kapan.,,,suka terus mellow gituh akunya

    Btw kocaq bat ngliat kelakuan si kakak yang bales dendem jadi ngawasin kak rey waktu wudhu n waktu sholat, si kakak pinter yah wakkaka, ga mau cuma sebagai pelaku segala aturan... jadi mamih harus sesuai juga ama apa yang diajarkeun selama ini wkwkw

    Tapi aku baru tau kalau kebiasaan nganga ini bisa ngaruh ke struktur gigi

    Dan masalah berdecak waktu makan, bahasa jawanya kecap (vokal e dibaca kayak kata kemana), kadang kalau makan salak kan suka ga sengaja tuh kedengeran ngecap, ehhh klo sampai kedengeran pak su nih aku ngecap....langsung diomelin, katanya jangan suka kecap klo makan, saru hahahhaha, padahal susah juga kadang kalau makan salak ga kedengeran bunyi... tapi itu salak doang sih, yang lain mah sesuai table manner 😂


    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak kebayang babi blangsak si oink oink jadi melo dah... hadeuh.. nggak seru...

      Hapus
    2. hahaha aselihnya si Mbul ini juga bisa melo kok Pak :D

      Iya ya, mamak-mamak mah kayaknya hampir sama, pengennya anak-anaknya selalu hidup dengan lebih baik, terhindar dari yang aneh-aneh :D

      Kebiasaan nganga itu diriku tahu dari drg anak say.
      Dan setelah saya pikir memang benar juga sih.

      Saat kita minkem, otomatis gigi nggak ada arah yang mudah bikin dia gerak selain ke dalam.

      Kalau kita nganga, seringnya tanpa sadar, lidah kita mendesak gigi ke arah luar, dan karena arah luar itu kebuka lebar nggak tertutup oleh bibir, alhasil gigi jadi tumbuh nyaman ke arah luar.
      Apalagi kalau gigi gede-gede, giginya nggak bakal usaha saling merapat biar tumbuh lurus, yang ada memilih tumbuh ke arah yang nyaman tanpa desakan, ya ke arah luar itu, jadi deh giginya maju.

      Apalagi karena si kakak punya kondisi gusi depannya sobek di tengah gara-gara dulu dia jatuh.
      Jadi giginya tumbuh dari gusi agak di atas, tentu ke arah luar, makanya saya selalu cereweeettt ingetin dia mingkem, biar tuh gigi bisa ke desak tumbuh lurus ke bawah atau ke dalam mulut :D

      Hapus
  5. Oh iya tadi mau nambah komen atu lagi, selain han go ju, film yang tipikalnya sama kayak gitu dan setelah nonton langsung menimbulkan kontemplasi karena berhubungan dengan revcovery mental anak teenager setelah menjadi korban kekerasan seksual yang sakses bikin mewek judulnya Dont cry mommy 2012 kak rey, film korea juga 😁, penceritaannya dari sisi si ibunya anak cewe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. waaahhh noted Mbul, tengkiuuu... mao nonton aahhh!
      Kucatat!

      Hapus
  6. Sedih sekali baca kisah adek kecil yang ingin kulitnya jadi lebih cerah karena diledekin orang. Anak sekecil itu sudah harus diperlakukan seperti itu, bisa melemahkan semangat dan kepercayaan dirinya itu.

    Jangankan begitu, anak saya pun, kadang saya lihat merasa down dan tidak dianggap saat berusaha menyapa orang di sekitarnya tapi tidak mendapat respon yang baik. Biasanya saya akan menghiburnya, "mungkin si om/tante tidak dengar, jangan sedih ya"

    Semoga para orang tua selalu semangat menyiapkan bekal yang cukup kepada semua anak untuk menghadapi hidup yang tidak mudah saat mereka dewasa nanti.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau menurut saya, mungkin hanya penyampaiannya yang pemilihan kata-katanya terlalu lebay.
      Mungkin bukan bully seperti yang biasa dilakukan semestinya kejamnya bully itu.

      Saya bukan ahli psikolog anak sih, tapi kalau berkaca dari pengalaman saya, serta pengalaman orang-orang, tidak ada pola asuh yang sempurna dalam hidup ini.

      Pasti ada plus minusnya.
      Kayak saya yang dididik dengan keras sewaktu kecil, orang bilang saya bisa dibilang kuat dan lebih terpacu bangkit sendiri, aktif mencari jalan sendiri, mencari bantuan sendiri.

      Dibandingkan dengan anak-anak yang dididik dengan penuh kasih dan semestinya sebagai seorang anak.

      Intinya di sini memang penting banget ortu berperan langsung.
      Ortu yang paling tahu batas anaknya.
      Jadi perlu sesekali diajarin tentang dunia, meskipun kadarnya nggak sadis.
      Dan setelahnya harus ada edukasi apa maksud ortu seperti itu.

      Agar mental anak terlatih sejak kecil, dan belajar yang namanya sebab akibat :D

      Tapi itu menurut opini saya sih, entah gimana yang benar-benar baik dan sempurna.
      Karena kesempurnaan hanya milikNya :)

      Hapus
  7. Saya juga kadang was was apakah anak saya nanti kedepannya bisa menghadapi dunia yang keras? Soalnya makin kedepan tantangan makin banyak. Bukan cuma masalah sosial saja seperti diledek teman jika dinilai kulitnya agak hitam tapi masih banyak masalah lain.

    Mana anak saya sepertinya belum mandiri, makan saja kadang masih disuapi dll. Sepertinya harus banyak belajar pada mbak Rey biar anaknya nanti bisa mandiri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. semangat Mas, insha Allah anak-anak bisa segera mandiri, dan siap menyambut dunia luar :D

      Hapus
  8. Meski saya belum menikah dan memiliki anak, saya merasa relate dengan postingan ini karena ada beberapa sudut pandang yang sama akan membesarkan anak (nantinya, hehehe)

    Terima kasih telah menuliskan ini, Kak. Suka sekali dengan gaya penulisan Kak Reyyyy (Dan aku baru sadar belum follow Kak Rey, padahal sudah mempir ke sini berkali-kali huhuhu)

    Ditunggu tulisan-tulisan berikutnya, Kak! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi sama-sama, makasih udah baca tulisan yang banyakan gaje saya hahahaha

      Hapus
  9. What we can do is just doing the best we can.

    Kita tidak bisa memastikan apa-apa. Bagaimanapun, kehidupan seorang anak itu pada akhirnya akan berada di tangannya sendiri. Bukan di tangan kita sebagai orangtua.

    Mampukah mereka survive?

    Itu sebuah pertanyaan yang selalu ada di dalam pikiran orangtua. Pikiran seperti itu tidak akan pernah bisa hilang.

    Sayangnya, tidak ada yang bisa dilakukan, selain melakukan tugas orangtua, yaitu mempersiapkan anak menghadapi ketidakpastian di masa depan.

    Meskipun demikian, tidak akan pernah ada persiapan yang cukup yang bisa disediakan orangtua kepada anaknya. Bagaimanapun orangtua hanyalah manusia dengan segala keterbatasan, pengetahuan, materi, dan sebagainya.

    Pada saatnya, si anak sendiri lah yang harus berjuang sesuai dengan tujuan hidup yang diinginkannya.

    Tapi, saya tidak bisa mengatakan bahwa dunia itu kejam.

    Dunia itu tidak pernah kejam, tapi seringkali kegagalan dan kesalahan kita sebagai manusia saja ditimpakan kepada dunia.

    Lagipula, dunia pula yang sudah menghadirkan kebahagiaan bagi kita sebagai manusia, jadi sulit untuk mengatakan dunia itu kejam. Saya pilih berpikir positif bahwa dunia itu adalah tempat yang menyenangkan. Bagaimanapun, sebagai seorang manusia, saya menikmati banyak hal dalam hidup.

    Sisi yang satu ini juga saya pikir harus diajarkan kepada anak.

    Dunia akan kejam ketika ia tidak mampu survive, tetapi kalau ia bisa, maka dunia itu menyenangkan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu deh Pak, aselihnya ya mamak-mamak kebanyakan over thinking, apalagi yang setiap hari bareng anak kayak saya :D
      Semakin sering kita melihat mereka, semakin jadi kayak nggak percaya pada mereka, padahal ya di satu sisi yakin banget, kalau mereka adalah milik Allah, dan pastinya Allah hadirkan ke dunia ini dengan modal :D

      Hapus
  10. ilmu parentingku masih belum lulus
    aku hanya mengamati saja, kalau denger cerita dari temen, dia membiasakan ngomong ke anaknya yang masih balita memang nggak memakai kata-kata yang seperti "jangan dkk", tapi lebih ke yang ada sebab akibat tadi, kata-kata juga diperhatikan, karena anak kecil sukanya niru
    semoga nanti bisa mendidik, mengajarkan anakku dengan baik, kayaknya cita-cita para ibu semua kalau pingin lihat anaknya nurut, mandiri dari kecil, suka membantu orang tua juga :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi iya mamak-mamak memang suka over thinking sendiri :D

      Hapus
  11. Dunia luar, memang betul-betul keras. Apalagi untuk seorang anak-anak seperti saya yang baru lulus kuliah.
    Eh, bukan anak-anak lagi, ya! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaham anggap aja anak-anak deh, anak beranjak dewasa :D

      Hapus
  12. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  13. Mungkin lebih tepatnya, Dunia yang Sesungguhnya, kak. Kata 'keras' dan 'kejam' itu pesimis sekali. Maksudnya,"jika dunia kau anggap keras, kau bandingkan apa jika bukan dengan dirimu yang lemah."

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, harusnya ada dalam kurungnya atau ada kata 'kadang' ya :D

      Hapus
  14. saya juga dulu suka diledek karena kulit saya lebih gelap daripada adik saya (yang memang lebih cantik). meskipun sekarang saya nggak dendam sama keluarga dan orangtua yang memanggil saya begitu, saya jadi nggak gampang percaya aja kalau ada yang bilang saya cantik. wkwkwkwk.

    Memang sih, mendidik anak dengan cara apa pun, pasti ada efek samping baik dan buruknya. menurut saya sih manusiawi, karena nggak ada cara yang sempurna dalam mendidik anak.

    Meskipun orangtua saya punya kekurangan dalam mendidik saya, namun saya juga merasa cukup "bisa" sebagai manusia. Berarti ortu saya lumayan berhasil, dong (self-claim hahahaha).

    Sekarang sih yaaa, seperti orang yang belum punya anak pada umumnya, takut kalau punya anak, karena nggak bisa mendidik dengan baik dan meninggalkan kesan yang buruk untuk si anak, yang akan menjalani hidup di dunia yang keras ini.

    Namun saya tetap menantikannya, karena seperti kata mbak rey, parenting itu berat, namun indah dengan caranya tersendiri... :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul sekali say, bahkan saya yang dulu tumbuh besar dalam kebencian terhadap orang tua, terutama bapak, secara perlahan mengerti setelah punya anak.
      Ada sisi negatif dari didikan ortu yang keras, tapi juga banyak sisi positifnya.

      Nggak ada ilmu parenting yang paten menurut saya, karena diterapkan di manusia :)

      Hapus
  15. Saya juga dulu sering dikomentarin baik sama temen-temen maupun keluarga karena punya kulit yang lebih gelap dari kakakku. Dulu suka kesel, tapi sekarang udah biasa aja dan justru saya udah menerima kondisi itu dengan lapang dada :)

    Menurut saya, salah satu hal yang membuat saya tidak trauma dengan segala bully-an adalah orang tua saya yang selalu percaya sama saya dan gak pernah ikutan nge-bully soal penampilan.

    Terima kasih insightnya mba. Bisa jadi modal buat parenting nanti, meski sekarang belum nikah :')

    Oiya sebelumnya salam kenal mba, saya member baru 1m1c :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah makasih juga udah berbagi, salam kenal ya :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)