Ketika Anak Menilai Karakter Orang Tuanya Secara Jujur

penilaian jujur anak terhadap karakter orang tuanya

Sharing By Rey - Sabtu lalu, kakak Darrell ada acara SLC (Student Led Conference) di sekolahnya.  SLC itu semacam persentasi murid kepada orang tuanya sebelum terima rapor.

Dan karenanya, sejak beberapa hari sebelum hari H, si kakak sudah diberi kertas yang berisi tulisan materi persentasinya.

Namun, karena kurangnya waktu si kakak, yang mana dia masuk full day school, berangkat pukul 6 pagi, pulang ke rumah hampir pukul 5 sore.

Rasanya saya nggak tega untuk memaksa dia sibuk belajar lagi setelah di rumah, kecuali dia sendiri yang merasa nggak keberatan.

Alhasil, saya baru bisa lebih ngeh mendengarkan si kakak latihan menghafal kalimat buat persentasinya, di hari Sabtu Pagi, saat saya sedang sibuk dandan bersiap ke sekolahnya.
"Assalamu'alaikum warahmatulahi wabarakaatuh" si kakak memulai latihan hafalannya.
Saya mendengarkan perlahan sambil berlalu sana sini, antara sambil dandan, plus sambil membujuk si adik biar bisa anteng dulu, agar saya bisa cepat bersiap.
"Yang terhormat ustadz bla..bla.. bla.."
Si kakak menghafal dengan penuh penghayatan, sambil sesekali mengintip kertas contekan takut ada yang tertinggal.
Saya masih tetap mendengarkan sambil lalu lalang, hingga sampai.
"Okey ayah bunda, di sini aku telah membawa foto keluarga kita. Di dalam foto ini ada aku, papi, mami dan adik"
"I'm 8 years old, karakterku adalah sabar, suka melamun, nurut orang tua" (okeh, si kakak narsis, lol)
"My dad is ** years old. Karakter ayahku adalah, pemarah, egois, suka rusakin barang dan nggak bertanggung jawab"
WOOOOWWWWW....
Saya ter-nganga di dalam kamar, terpaku, hingga si kakak meneruskan latihannya.
"My mom is ** years old. Karakter bundaku adalah sabar, penyayang, suka urusin aku dan adik"
Awwwwww.... so sweet.
Meskipun mau ngakak di bagian sabarnya, lol.

Namun, saya langsung tersadar dan mendatangi si kakak.


Pemikiran Jujur Kakak Darrell


Saya terhenyak, seingat saya, pelajaran mengenal karakter keluarga itu sudah pernah si kakak pelajari di sekolahnya beberapa waktu lalu, di mana mereka diminta membawa foto keluarganya dan dihiasi di sekolah, lalu di persentasikan.

Itu berarti, pemikiran si kakak tersebut sudah pernah di kemukakan di depan ustadz dan teman-temannya, astagfirullah..
Malu banget deh, huhuhu.
"Kakak, kok karakter papi jelek semua?" tanya saya.
"Loh iya kan, papi sekarang pemarah, suka marahin kakak gitu loh, terus suka ajak mami bertengkar, egois kata mami, terus suka banting barang sampai pecah dan nggak mau tanggung jawab" Jawabnya polos.
Astagfirullah, ini gara-gara papinya jarang di rumah, sekali pulang sering banget cerewetin si kakak, dan si kakak merasa terganggu hingga akhirnya malas menuruti perintah papinya dan caper, lalu papinya marah kadang kasar pada si kakak.

ketika anak menilai karakter orang tua

Bukan hanya kasar terhadap si kakak, terhadap sayapun demikian, hingga saya yang meski hanya di rumah tapi capeknya naudzubillah, jadi ikut terpicu emosi, lalu kami bertengkar di depan anak dan saya sering mengatakan papinya egois.

Astagfirullah, ternyata semua itu direkam dengan jelas oleh si kakak, hiks.
"Terus, yang kapan hari kakak bawa foto keluarga ke sekolah, kakak persentasikan karakter papi juga kayak gitu dong?" Saya cemas memikirkannya.
"Iya dong mi, kan kata ustadz kita nilai sendiri dengan jujur" jawaban polosnya lagi-lagi menohok hati. 
"Ya tapi kan bisa cari karakter yang baik, kak. Masa semuanya buruk? emang kakak nggak malu sama teman dan ustadz punya papi yang karakternya buruk semua?" tanya saya lagi.
"Ya enggak lah, kan jujur mi, kata ustadz jujur itu lebih baik" jawabnya lagi.
Ya Allah, ingin rasanya masuk ke dalam kolong tempat tidur, tapi sadar, kami nggak punya tempat tidur berkolong *eh.
I mean, saya malu maksimal lah, memikirkan bagaimana tanggapan ustadz dan ustadzahnya? sementara beberapa waktu lagi saya bakal ketemu mereka?

Tapi saya masih kepo, mengapa karakter maminya baik semua? Apa karena si kakak takut maminya marah? Meskipun nggak mungkin, karena saat dia latihan, si kakak sama sekali nggak sadar kalau saya mendengarkannya.
"Terus, kok karakter mami baik semua? bukannya mami galak? suka marahin kakak?" Saya kepo.
"Mami kan marahin kakak karena kakak malas dan suka ngelamun, tapi mami kan sayang ama kakak dan adek" jawabnya polos.
Awww... masha Allah, saya tersanjung, serasa mendapat rezeki nomplok di pagi hari, berbunga-bunga, lebih indah dari saat pertama kali jatuh cinta rasanya.
"Kakak, nggak boleh gitu sama papi, papi marahin kakak juga karena kakak nggak pernah dengarin kata papi, tapi papi juga sayang kok sama kakak dan adik"
Saya mencoba meluruskan, malu kan kalau di depan ustadz/ah nya si kakak mempersentasikan hal memalukan seperti itu, hahaha.
"Tapi papi nggak pernah di rumah, nggak mau datang di acaranya kakak, nggak kayak mami selalu ada" dia tetap ngeyel.
Jleb banget.
Astagfirullah.
Ampuni kami ya Allah.

Saya biasanya hanya melihat di film-film, sinetron, atau baca di novel dan cerita saja, hal-hal menyedihkan seperti ini.

Seorang anak yang tidak pernah mengatakan dengan jujur kalau dia sedih papinya jarang pulang, dia sedih papinya nggak ada untuk dia di beberapa kegiatan yang seharusnya dihadiri orang tua.

Saya juga sedih banget, semenjak adiknya lahir, komunikasi saya dengan si kakak memang jadi lebih jarang, tidak ada lagi sesi pillow talk sambil kelonin dia seperti sebelum adiknya ada.

Ya Allah, sedih banget rasanya.
Sedih karena saya ada di sampingnya, tapi tidak memahami jeritan hatinya sama sekali.
Sedih juga, karena nggak bisa mengisi ruang kosong posisi papinya di hatinya.

Long story short, saya akhirnya menjelaskan bahwa tidak baik memperkenalkan karakter orang tua yang buruk-buruk, karena orang tua semua itu baik, dan kami sepakat bahwa karakter papi adalah pekerja keras, suka bantuin di rumah dan nggak tahan ngantuk, lol.


Anak Selalu Menganggap Orang Di Sampingnya Yang Terbaik ?


Setelah itu saya jadi berpikir sekaligus takjub.
beberapa waktu lalu, mulai dari akhir tahun 2017, sepanjang tahun 2018, hingga awal tahun 2019.
Saat itu saya betul-betul berada di posisi merasa amat depresi.

Mudah tersulut kemarahan, bentakan, jambakan selalu diterima kakak dari saya, astagfirullah.
Makian pun selalu menghiasi hari-harinya.
Namun, di antara harinya yang penuh derita tersebut, Alhamdulillah saya masih sering menutup harinya dengan pelukan, tangisan minta maaf, meski besok diulangi lagi, ya Allah.

ketika anak menilai karakter orang tua dengan jujur

Saya bahkan sudah menyiapkan diri, jika si kakak jadi benci pada saya, sekuat tenaga melawan depresi seorang diri, agar bisa sembuh dan kembali normal menghadapi anak-anak terutama si kakak.

Meski jujur, saya sangat yakin, luka hatinya mungkin bisa sembuh dengan semua pelukan dan permintaan maaf saya, tapi bekasnya pasti ada, huhuhu.

Dan betapa takjubnya saya ketika akhirnya ternyata penilaian si kakak terhadap karakter saya, masih amat sangat baik, seolah dia lupa dengan semua yang saya pernah lakukan.

Entahlah, apakah memang karena pelukan dan permintaan maaf saya?
Atau memang karena pada akhirnya dia bisa menilai sendiri, siapa yang selalu ada di sampingnya?
Siapa yang lebih peduli dengan kenyamanannya?

Siapa yang tidak pernah pergi meninggalkannya, meski setiap hari harus menangis karena tersiksa dengan hubungan rumah tangga yang sama sekali tidak harmonis lagi.

Alhamdulillah..
Semua itu karena kuasa Allah.
Dan semoga, pikiran kakak tentang kebaikan saya membekas di hatinya.

Dear kakak,
Hanya pelukan dan permintaan maaf yang bisa mami berikan.
Iya, mami salah, tidak sanggup melawan dahsyatnya baby blues dan pospartum depression.

Mami memang berjuang sendiri nak.
Semoga nanti kau bisa mengambil hikmahnya, bahwa hormati, sayangi dan lindungilah para wanita.
Kami para wanita butuh pundak lelaki, nak.

Jadilah lelaki yang baik, nak!

Sidoarjo, 9 Oktober 2019

Reyne Raea 

Source : pengalaman pribadi
Pic : dokumen pribadi

14 komentar :

  1. Kakak Darrell. Semangat sekolahnya yak. InsyaAllah kak Darrell jd anak yg cerdas dan berkarakter positif seperti maminya, yg paling dekat dengannya. Aamiin. Buat mbk Rey semangat yak. InsyaAllah pelangi akan segera hadir di hari harimu mbk aamiin.

    BalasHapus
  2. wahhh..iyahh yahhh anak juga berkata secara jujur tentang penilaian ke orangtuanya,

    semangatt yahh kakak darrell

    BalasHapus
  3. yaampun, kakak darrel udah makin pinter yaa bisa mengekspresikan dirinya. bisa merangkai kata dan melakukan penilaian terhadap orang tua nya. jujur banget pula. hihi..

    ini bisa jadi pelajaran buat aku, bahwa apa yang kita katakan bisa sangat membekas diotak anak yaa.. Seperti yang kakak darrel bilang tentang papi nya yg egois. Padahal mah, yang baik-baiknya juga banyak. huhu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener, anak juga merekam apa yang baru terjadi, maka dari itu penting banget kita minta maaf, peluk mereka setelah kita marahin, jelaskan maksud kemarahan kita denganbahasa anak, sepertinya itu yang bikin si kakak bisa memahami maminya

      Hapus
  4. Mbak Reeyyyyy.. aku pengen mewek baca tulisan ini. Aku percaya kalo Mbak Rey kuat dan akan selalu kuat. Semangat terus ya Mbak. Kakak Darrel sayang banget sama Mami nih.

    BalasHapus
  5. Wah kakak baik sekali. Kakak sayang yang sabar ya. Kakak harus jagain Mami dan adik terus ya sampai kakak besar dan mereka pun sangat menyayangi kakak. Bikin Mami bangga sama kakak hingga kakak dan adik bisa menghapus banyak luka dan kesedihan di hati Mami. Kembalikan senyum Mami ya ��

    BalasHapus
  6. Mb rey ternyata dibalik tulisanmu yang kocak ada sesuatu yang tersimpan penuh luka. Ih asli mb, aku mewek ini bacanya. Tapi lagi² aku menemukan wanita kuat sepertimu mb rey. Semoga Allah menguatkan pundakmu untuk mendidik anak², tanpa atau dengan yang namanya suami.

    BalasHapus
  7. rey, kok aku nyaris nangis baca ini yaaa :(. apalagi yg bagian pas masa2 kamu depresi :(. duuuuh krn aku pernah jg sempet maraaah luar biasa ama anakku pertama hanya krn klo diajarin ga masuk2. aku sampe ngeluarin kata kasar banget, dan dia nangis. tp kmudian aku nyesel luar biasa dan ujung2nya jd takut utk ngajarin anak lg. ga pgn aku lepas kontrol ,ga sabaran trus malah melukai perasaan mereka :(
    .

    tau ga sih rey, aku tuh saat ini udh ada niat utk resign. alasan utama memang krn udh ga sesuai lg ama keadaan kantor. ngapain aku kerja capek2, tp ga sebanding ama perasaan yg dirasa. mana anakku jd kurang keurus sejak babysitternya meninggal :( sedih banget liat mereka kdg msh blm mandi pas aku pulang kantor. aku ga bisa nyalahin asistenku yg skr, krn memang dia bukan babysitter. da ga mungkin semua kerjaan dialihin kedia.

    kayaknya skr ini aku makin condong utk kluar dr kantor, dan fokus dgn anak2. ga pgn sih yg mereka inget ttg maminya hanya yg jelek2 :(. aku blm lempar surat memang, tp kurasa thn depan aku bakal fix utk resign dan fokus ke mereka. biarlah artinya aku bakal jarang traveling krn g ada income rutin lg. toh kebersamaan ama anak2 jauh lbh ptg dr semuanya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mba Faaannn, sinih peluukkk..

      Saya pernah ada di posisi itu, pernah merasakan hati teriris gara-gara nitipin anak di daycare, tapi pas pulang, anak masih bau acem, penuh luka pula.

      Sediihhh..

      Tapi, ada banyak konsekwensi yang harus kita terima saat membuat pilihan.
      Apapun itu.

      Semoga mba Fan diberikan yang terbaik ya, saya yakin, jika memang niatnya baik, insha Allah kebaikan lainnya selalu menyertai pilihan hidup kita, aamiin :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)