Episode : Road Trip Ke Bromo Dari Malang Ke Wonokitri Pasuruan
Sharing By Rey - Ya ampuunn, banyak banget hal yang harus di posting, tapi masalah emak-emak selalu menghalangi saya, apalagi kalau bukan karena waktu. Giliran ada waktunya, eh habis dipakai buat balas-balasin komen dan berkunjung balik ke blog teman-teman.
Ya semacam mom blogger lyfe kali ya, hahaha.
Sampai-sampai bisnis online nya sudah semacam penuh sarang laba-laba, nyaris gak keurus.
Ya gimana lagi? ngeblog masih lebih memungkinkan bagi seorang SAHM punya baby dan tanpa ART kayak saya, ketimbang ngurus bisnis online yang mana gak ada jam kerja pasti dan harus standby kapanpun.
Okeh, enough! kenapa malah bahas hal itu yak hahaha.
Jadi, beberapa postingan saya skip dulu, pengen nulis tentang liburan semi unplanned kami Sabtu kemaren, mumpung masih hangat dan saya very very excited ingin membagikan banyak tips dari pengalaman saya tersebut.
Alkisah, kakak Darrell sudah bosan sebosan-bosannya (padahal emaknya yang bosan) akan liburan kepanjangannya yang seakan tak bertepi, menanti waktu masuk sekolah yang tinggal seminggu terasa setahun, sehingga kami ingin mengajak dia berlibur sekali lagi, karena liburan kemaren yang berbentuk road trip tak terencana sama sekali gak membuat dia puas main.
Awalnya kami ingin mengajak dia ke pantai di Watu Dodol, Banyuwangi. Gak mau terjadi seperti kejadian liburan tak terencana kemaren.
Karena ternyata jarak Banyuwangi tersebut dari Sidoarjo nyaris sama dengan jarak ke Jogjakarta, jadilah kami berpikir, mengapa gak ke Jogja saja? biar si kakak puas main pasir di pantai Parangtritis seperti 3 tahun lalu.
Tiba-tiba saya termangu, "eh, ngapain kita jauh-jauh ke Jogja ya? di Batu kan banyak banget yang kayak gituan, bahkan banyak yang belum pernah kami kunjungi."
Pas ngomong ke papi dan kakak Darrell, mereka setuju kami ke Batu saja, mau liburan ke Jatim Park 3 yang memang belum pernah kami datangin dan baca infonya, di sana ada Dino park, yang mana kakak Darrell demeeenn banget ama dino (just like the other boy!)
(kisahnya nanti saya tulis dipostingan lain ya, kayak ada yang kepo aja hahaha)
Oke fix, kami semua setuju ke Batu saja, lebih dekat dan pastinya lebih irit BBM, waktu dan tenaga.
Saat mencari-cari info mengenai penginapan di Batu, tetiba saya melihat postingan orang yang di Bromo, langsung deh terbersit, eh kenapa kita gak ke Bromo saja?
Okeh, enough! kenapa malah bahas hal itu yak hahaha.
Jadi, beberapa postingan saya skip dulu, pengen nulis tentang liburan semi unplanned kami Sabtu kemaren, mumpung masih hangat dan saya very very excited ingin membagikan banyak tips dari pengalaman saya tersebut.
Alkisah, kakak Darrell sudah bosan sebosan-bosannya (padahal emaknya yang bosan) akan liburan kepanjangannya yang seakan tak bertepi, menanti waktu masuk sekolah yang tinggal seminggu terasa setahun, sehingga kami ingin mengajak dia berlibur sekali lagi, karena liburan kemaren yang berbentuk road trip tak terencana sama sekali gak membuat dia puas main.
Awalnya kami ingin mengajak dia ke pantai di Watu Dodol, Banyuwangi. Gak mau terjadi seperti kejadian liburan tak terencana kemaren.
Baca : Mendadak Traveling Keliling Pulau Jawa Bersama Bayi 8 Bulan (Part 1)Maka saya sebelumnya sudah mencari-cari info terlebih dahulu.
Karena ternyata jarak Banyuwangi tersebut dari Sidoarjo nyaris sama dengan jarak ke Jogjakarta, jadilah kami berpikir, mengapa gak ke Jogja saja? biar si kakak puas main pasir di pantai Parangtritis seperti 3 tahun lalu.
Baca : Mendadak Jojga, Lalu Semarang!Ternyata, pas saya bikin itenirary nya, saya malah menemukan bahwa di Jogja banyak tempat wisata ramah anak yang HTMnya juga lumayan.
Tiba-tiba saya termangu, "eh, ngapain kita jauh-jauh ke Jogja ya? di Batu kan banyak banget yang kayak gituan, bahkan banyak yang belum pernah kami kunjungi."
Pas ngomong ke papi dan kakak Darrell, mereka setuju kami ke Batu saja, mau liburan ke Jatim Park 3 yang memang belum pernah kami datangin dan baca infonya, di sana ada Dino park, yang mana kakak Darrell demeeenn banget ama dino (just like the other boy!)
(kisahnya nanti saya tulis dipostingan lain ya, kayak ada yang kepo aja hahaha)
Oke fix, kami semua setuju ke Batu saja, lebih dekat dan pastinya lebih irit BBM, waktu dan tenaga.
Saat mencari-cari info mengenai penginapan di Batu, tetiba saya melihat postingan orang yang di Bromo, langsung deh terbersit, eh kenapa kita gak ke Bromo saja?
Si papi sih excited, cuman saya nya kembali keder pas ingat kalau Bromo itu dingin banget nget, bau belerang menyengat daaaannn terakhir kali kami ke sana (tahun 2014 awal) kami dipaksa wajib nyewa jeep karena kata orang di sana, mobil jenis keluarga gak bisa masuk lautan pasir.
Okeh, gak jadi tetep ke Batu saja, tapi gak bikin kepo saya berakhir, saya malah sibuk melototin peta, mencari jalan dari Malang ke Bromo, yang mana menurut logika saya, seharusnya gak perlu masuk lautan pasir, bisa langsung ke Penanjakan saja, jadi kita liat Bromonya dari jauh saja.
Eh ketemu dong, ada jalan yang terlihat di Map, yang mana menghubungkan Malang dengan Penanjakan Bromo, bahkan ada 2 jalan yang bisa ditempuh, satu harus melewati lautan pasir, plusnya kita bisa ketemu bukit teletubbies dulu bahkan bisa melihat danau Ranu (menurut postingan orang-orang).
Ada juga jalan yang langsung menuju ke Penanjakan tanpa harus melewati lautan pasir, seharusnya rute tersebut bisa dilewati mobil pribadi, gak perlu menyewa jeep, kan kita gak perlu turun ke lautan pasir, begitu pikir saya.
Singkat cerita, setelah menghabiskan seharian pertama di Jatim Park 3, keesokan harinya kami sepakat akan road trip ke Bromo.
Gunung Bromo adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletak di Jawa Timur.
Gunung ini memiliki ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut dan berada dalam empat wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang.
Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.(sumber : Wikipedia)
Kata Bromo sendiri berasal dari bahasa sangsekerta "Brahma" yaitu salah seorang dewa utama bagi agama Hindu. Dalambahasa Tengger dieja 'Brama".
Tengger sendiri berasal dari gabungan nama Roro Anteng dan Joko Seger, yang mana diyakini sebagai leluhur para masyarakat yang menghuni daerah sekitar gunung Bromo.
Saya pernah baca sebuah buku, yang entah itu beneran atau dongeng kalau mereka berdua adalah raja dan permaisuri yang lari dari kerajaan Majapahit dan menemukan lokasi yang subur di sekitar gunung Bromo lalu memutuskan membuka lahan pertanian disitu.
Kembali ke kisah kami berlibur di Bromo.
Ini kali ke 5 (kalau gak salah) saya mengunjungi Bromo.
Pertama kali kalau gak salah di tahun 2002 atau 2003 ya?, waktu itu saya ke sana dengan menumpang bis dan angkot dari Probolinggo ke Bromo. Saya diajak oleh teman kos beserta si pacar.
Dulu mah tujuan wisata ke Bromo hanya mengunjungi kawahnya saja. dan setelah saya nyaris metong sesak napas gegara gak tahan dinginnya, dini harinya saya amazed pada diri sendiri gegara bisa jalan kaki dari hotel Cemara Indah Bromo, sampai ke kawah gunung Bromo dan kembali lagi ke hotel tanpa sekalipun bantuan kuda atau lainnya.
Sungguh saya percaya dengan kehebatan minuman berenergi, dulu kalau gak salah saya disuruh minum Ekstra Joss ama temen saya hahaha.
Meskipun setelah sampai kos, saya tidur nyaris 24 jam saking capek dan pegalnya.
Berikutnya, saya mengunjungi Bromo di tahun 2008 (kalau gak salah), tapi kami gak nginap.
Lalu selanjutnya di tahun 2010, kami menginap di hotel yang sama, berdua saja (pan udah nikah hahaha).
Saat tiba di tengah jalan masih beberapa KM dari lokasi hotel dekat kawah, kami dicegat beberapa orang, di minta membayar tiket masuk (lupa berapaan) dan dipaksa menyewa jeep.
Kami menolak, dan bertanya mengapa dipaksa sewa jeep, orang-orang tersebut mengatakan alasannya kalau mobil jenis keluarga gitu gak bisa masuk lautan pasir.
Alhasil, saat itu kami cuman puas menikmati gunung Bromo dari jauh, di sekitar hotel yang mana terlihat gunung Bromo dan gunung Batok.
Thats way, berikut ini saya berpikir mencari jalan, apakah ada rute yang bisa ditempuh tanpa harus turun ke lautan pasir.
Jumat, 13 Juli kemaren, setelah check Out dari villa di Batu yang kami tempati (review di postingan mendatang ya), sekitar pukul 10.30 kamipun bertolak ke Malang.
Sebenarnya si mbak Google menyarankan kami lewat jalur yang melewati desa Ngadas yang mana untuk ke Penanjakan kudu lewat lautan pasir dulu, tapi demi tidak bertemu lautan pasir, saya memilih rute lain yang mana jalannya lebih berkelok tapi gak perlu turun ke lautan pasir.
Sebelumnya, kami mampir sejenak di Masjid Hidayaturahman Brawijaya, daerah Kesatrian Blimbing karena si kakak dan papidady kudu sholat Jumat.
Sambil menunggu saya menyuapin si bayi, yang Alhamdulillah liburan kali ini dia gak kelaparan kayak liburan unplanned kami di Jakarta.
Kelar sholat Jumat, kami berangkat lagi mengikuti arahan si mbak Google, sebelumnya mampir mengisi BBM agar gak ada drama kehabisan BBM saat berada di tengah hutan belantara hahaha.
Perjalanan di Malang kota terasa mulus dan lancar, sampai akhirnya di pertigaan jalan Raya Pakis, yang mana petunjuk jalan menjelaskan bahwa Bromo harus mengambil jalan lurus, namun kami memilih belok kiri masuk ke jalan Ledok Dowo atau Jalan Raya Pakisjajar (CMIIW).
Sampai di situ, jalan mulai mengecil, perasaan mulai gak enak karena takut ambil jalan yang salah (you know lah si mbak Google itu gak kira-kira kalau milihin jalan, biar kate jalan buat orang doang disuruh lewat pakai mobil, heh!)
Lepas jalan Ledok Dowo, kami belok kanan ke jalan Raya Jabung, di situ mulai terasa deg-degan hati ini. Jalanan kecil, rusak dan penuh debu, ada beberapa alat berat dan orang-orang yang sedang mengerjakan pelebaran jalan.
Lepas itu masuk ke jalan Kemiri yang mulai sepi, hanya ada perkebunan dan beberapa tempat hutan.
jalanan mulai menanjak dan menurun dengan sadis, hati mulai gak karuan berdetak.
Atuh mah saya takut banget aslinya lewat jalanan yang ada jurangnya, saking takutnya saya gak sadar kalau terus mengunyah kacang telur sampai habis sebungkus sendirian, lol.
Si papi dengan tenang malah tertawa, katanya :
Setelah perjalanan yang menyeramkan tersebut, akhirnya kami sampai disebuah pertigaan yang mana belok kanan ada keterangan ke penanjakan Bromo, tapi si mbak Google malah menyarankan kami belok kiri dan menempuh jalan berkelok yang ujung-ujungnya ketemu lagi ama jalan dekat belok kanan tersebut.
Demi kesopanan saya meminta papi berhenti dan bertanya apa maunya, katanya dia memberi info kalau kami salah jalan, jalan menuju ke Bromo adalah belok kanan, belok kiri tersebut adalah jalan menuju ke semacam wisata yang belum jadi, namanya Pelataran Bromo.
Sayapun menolak dengan alasan mau lihat-lihat di depan dulu, nanti balik lagi ke situ, eh setelah kami ngotot si pemuda tersebut baru menawarkan kalau ybs punya jeep yang bisa disewa.
Yaelah si masss...si massss... mbok ya to the point saja, gak usah berputar-putar.
Kami lalu melanjutkan perjalanan yang GaJe tersebut. Mulai dikata Gaje karena saya mulai meragukan si mbak Google, kenapa pula kami disuruh muter-muter padahal ada jalan yanglebih dekat? perbedaannya itu panjang banget pula.
GaJe nya lebih bertambah setelah si bayi terbangun dan cranky entah karena dingin or something. Si mbak Google tanpa permisi tiba-tiba merubah rute tanpa permisi.
Belum juga jelas saya perhatikan, tiba-tiba sinyal hilang, map jadi blank, hadehhh...
Si papi hendak putar balik tapi tiba-tiba sinyal datang kembali dan kami memutuskan mengikuti rute awal yang ditunjukan si mbak Google.
Tapi tiba-tiba kami makin ragu, betapa enggak? rute tersebut gak biasa banget, kami disuruh lewat jalanan kecil yang mana sisi kanannya tebing dan sisi kirinya jurang yang menganga.
Seketika saya mengunyah kacang telur sambil berzikir dan istigfar perlahan (gak nyambung yaaak, lol)
Waktu sudah semakin sore, sudah sekitar pukul 15.30, kabut mulai menghalangi dan bikin kami makin merinding, seketika terbayang betapa hutan-hutan di pulau Jawa tersebut semacam menyimpan sebuah misteri dan rahasia. hiiihhh merinding saya menulis ini.
Anehnya, sinyal HP penuh, tapi menurut Google kami harus belok kiri ke sebuah jalan besar, tapi gak ada sama sekali jalan kiri yang dimaksud, yang ada cuman jalan lurus di tepi jurang yang kecil banget, syukur Alhamdulillah jalanan sepi, cuman berpapasan dengan beberapa sepeda motor, coba kalau papasan dengan mobil, dijamin saya teriak-teriak ngeri gegara kami ada di posisi jurang hii..
Alhamdulillah, setelah menempuh waktu sekitar 30 menit diperjalanan yang seram tersebut, kamipun bertemu desa yang bernama Wonokitri. Dan hanya beberapa menit dengan menempuh perjalanan yang lagi-lagi si mbak Google atau emang hal yang gak masuk logika sedang terjadi, kami disuruh menempuh jalan yang gak masuk akal dong.
Sudahlah jalanannya mendaki tajam, rusak pula, dan gak ada mobil lewat situ.
Alhamdulillah, setelahnya sampailah kami di pintu gerbang yang mana kami ditahan lagi oleh beberapa orang.
Tapi si orang-orang tersebut melarang kami, saya yang gak suka basa basi kepanjangan bertanya, apa alasannya mobil pribadi gak boleh masuk, toh medannya juga gak seberat kalau kami ke lautan pasir.
Di sebuah desa, tiba-tiba ada sinyal XL dan saya bisa mengakses Google Map, terlihat ternyata jalan tersebut menuju ke Pasuruan, dan di Map terlihat kalau gak ada banyak rumah penduduk di sepanjang jalan tersebut, bisa dipastikan kalau gak ada sinyal juga di hampir keseluruhan jalan tersebut.
Sambil jalan kami berunding, apa yang harus kami lakukan, akan langsung pulang atau gimana? waktu itu kakak Darrell sedang tidur dan dia gak tau kalau kami gak dibolehin masuk oleh orang-orang di pintu masuk, kasian aja gitu kalau dia bangun dan tau kalau gak bisa liat gunung Bromo.
Akhirnya si papi mengusulkan untuk kami masuk lewat jalur Probolinggo dan nginap di hotel sekitar Bromo.
Nantikan kelanjutannya di postingan part 2 ya, atuh mah ini udah kepanjangan, saya yang nulis aja sudah capek, gimana yang baca ya..
Oh ya, sebelum saya akhiri, ini dia tips penting dari postingan kali ini.
Ada yang pernah lewat jalur ini? share di komen yuk.
Semoga bermanfaat.
Singkat cerita, setelah menghabiskan seharian pertama di Jatim Park 3, keesokan harinya kami sepakat akan road trip ke Bromo.
Tentang Gunung Bromo dan Kunjungan Kami
Gunung Bromo adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletak di Jawa Timur.
Gunung ini memiliki ketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut dan berada dalam empat wilayah kabupaten, yakni Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang.
Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.(sumber : Wikipedia)
Kata Bromo sendiri berasal dari bahasa sangsekerta "Brahma" yaitu salah seorang dewa utama bagi agama Hindu. Dalambahasa Tengger dieja 'Brama".
Tengger sendiri berasal dari gabungan nama Roro Anteng dan Joko Seger, yang mana diyakini sebagai leluhur para masyarakat yang menghuni daerah sekitar gunung Bromo.
Saya pernah baca sebuah buku, yang entah itu beneran atau dongeng kalau mereka berdua adalah raja dan permaisuri yang lari dari kerajaan Majapahit dan menemukan lokasi yang subur di sekitar gunung Bromo lalu memutuskan membuka lahan pertanian disitu.
Kembali ke kisah kami berlibur di Bromo.
Ini kali ke 5 (kalau gak salah) saya mengunjungi Bromo.
Pertama kali kalau gak salah di tahun 2002 atau 2003 ya?, waktu itu saya ke sana dengan menumpang bis dan angkot dari Probolinggo ke Bromo. Saya diajak oleh teman kos beserta si pacar.
Dulu mah tujuan wisata ke Bromo hanya mengunjungi kawahnya saja. dan setelah saya nyaris metong sesak napas gegara gak tahan dinginnya, dini harinya saya amazed pada diri sendiri gegara bisa jalan kaki dari hotel Cemara Indah Bromo, sampai ke kawah gunung Bromo dan kembali lagi ke hotel tanpa sekalipun bantuan kuda atau lainnya.
Sungguh saya percaya dengan kehebatan minuman berenergi, dulu kalau gak salah saya disuruh minum Ekstra Joss ama temen saya hahaha.
Meskipun setelah sampai kos, saya tidur nyaris 24 jam saking capek dan pegalnya.
Berikutnya, saya mengunjungi Bromo di tahun 2008 (kalau gak salah), tapi kami gak nginap.
Lalu selanjutnya di tahun 2010, kami menginap di hotel yang sama, berdua saja (pan udah nikah hahaha).
Saat itulah kami pertama kalinya di dini hari buta naik motor mengikuti orang-orang yang mana bukannya menuju kawah malah menuju ke suatu jalan yang pendakiannya curam minta ampun.
Dan saat itulah kami pertama kalinya sampai ke Penanjakan.
Selanjutnya di tahun 2014, kami datang setelah menikmati malam tahun baru bersama kakak Darrell yang saat itu berusia 3 tahun.
Dan saat itulah kami pertama kalinya sampai ke Penanjakan.
Selanjutnya di tahun 2014, kami datang setelah menikmati malam tahun baru bersama kakak Darrell yang saat itu berusia 3 tahun.
Saat tiba di tengah jalan masih beberapa KM dari lokasi hotel dekat kawah, kami dicegat beberapa orang, di minta membayar tiket masuk (lupa berapaan) dan dipaksa menyewa jeep.
Kami menolak, dan bertanya mengapa dipaksa sewa jeep, orang-orang tersebut mengatakan alasannya kalau mobil jenis keluarga gitu gak bisa masuk lautan pasir.
Alhasil, saat itu kami cuman puas menikmati gunung Bromo dari jauh, di sekitar hotel yang mana terlihat gunung Bromo dan gunung Batok.
Thats way, berikut ini saya berpikir mencari jalan, apakah ada rute yang bisa ditempuh tanpa harus turun ke lautan pasir.
Road Trip Dengan Rute Semi Off Road Yang Menantang
Jumat, 13 Juli kemaren, setelah check Out dari villa di Batu yang kami tempati (review di postingan mendatang ya), sekitar pukul 10.30 kamipun bertolak ke Malang.
Di daerah Malang dekat UMM kami mampir makan siang di rumah makan Padang yang murah abis, gimana gak murah, kami makan bertiga sampai kenyang cuman habis 34ribu saja (penting dibahas!lol), jadi kalau teman-teman lagi ada di Malang dan ingin makan kenyang tapi irit wajib deh mampir di Nasi Padang Murah, jalan MT Haryono No 7-1 Dinoyo, Malang (depan Bank Mandiri, dekat kampus UMM)
Okeh lanjut.
Setelah makan, kami langsung mengikuti panduan si mbak Google (lagi) menuju lokasi akhir, Penanjakan Bromo.
Okeh lanjut.
Setelah makan, kami langsung mengikuti panduan si mbak Google (lagi) menuju lokasi akhir, Penanjakan Bromo.
Sebenarnya si mbak Google menyarankan kami lewat jalur yang melewati desa Ngadas yang mana untuk ke Penanjakan kudu lewat lautan pasir dulu, tapi demi tidak bertemu lautan pasir, saya memilih rute lain yang mana jalannya lebih berkelok tapi gak perlu turun ke lautan pasir.
Rute yang kami pilih, yang paling kanan bakal tembus di pintu masuk wilayah Malang, tepatnya desa Ngadas. |
Sebelumnya, kami mampir sejenak di Masjid Hidayaturahman Brawijaya, daerah Kesatrian Blimbing karena si kakak dan papidady kudu sholat Jumat.
Sambil menunggu saya menyuapin si bayi, yang Alhamdulillah liburan kali ini dia gak kelaparan kayak liburan unplanned kami di Jakarta.
Kelar sholat Jumat, kami berangkat lagi mengikuti arahan si mbak Google, sebelumnya mampir mengisi BBM agar gak ada drama kehabisan BBM saat berada di tengah hutan belantara hahaha.
Perjalanan di Malang kota terasa mulus dan lancar, sampai akhirnya di pertigaan jalan Raya Pakis, yang mana petunjuk jalan menjelaskan bahwa Bromo harus mengambil jalan lurus, namun kami memilih belok kiri masuk ke jalan Ledok Dowo atau Jalan Raya Pakisjajar (CMIIW).
Sampai di situ, jalan mulai mengecil, perasaan mulai gak enak karena takut ambil jalan yang salah (you know lah si mbak Google itu gak kira-kira kalau milihin jalan, biar kate jalan buat orang doang disuruh lewat pakai mobil, heh!)
Lepas jalan Ledok Dowo, kami belok kanan ke jalan Raya Jabung, di situ mulai terasa deg-degan hati ini. Jalanan kecil, rusak dan penuh debu, ada beberapa alat berat dan orang-orang yang sedang mengerjakan pelebaran jalan.
Lepas itu masuk ke jalan Kemiri yang mulai sepi, hanya ada perkebunan dan beberapa tempat hutan.
jalanan mulai menanjak dan menurun dengan sadis, hati mulai gak karuan berdetak.
Atuh mah saya takut banget aslinya lewat jalanan yang ada jurangnya, saking takutnya saya gak sadar kalau terus mengunyah kacang telur sampai habis sebungkus sendirian, lol.
Masyarakat Buton yang jalannya rusak padahal dekat tambang aspal jangan sedih, di Jawa juga masih banyak kok jalanan rusak, hehehe |
Perjalanan penuh tantangan yang bikin bulu kuduk merinding belum berakhir, di jalan raya Kemiri dan jalan Raya Gondang Kemiri, hutan dan jurang menganga disamping kami.
Jalananpun kecil dan rusak. Bahkan ada belokan tajam dengan jurang menganga serta jalan kecil menanti kami, beruntung ada orang-orang yang memandu mobil dalam 2 arah, karena jalanannya sempit dan menantang, maka kendaraan roda 4 harus bersabar melewatinya satu persatu.
Saking seremnya jalanan, si kakak yang biasanya cuek aja lewat jalanan manapun berujar kalau menakutkan dan serem.
Saking seremnya jalanan, si kakak yang biasanya cuek aja lewat jalanan manapun berujar kalau menakutkan dan serem.
Si papi dengan tenang malah tertawa, katanya :
"ya emang gini kalau petualangan di hutan, malah asyik bisa ingat terus ama Allah, kan serem jadi nyebut (Allah) mulu, coba kalau di mall, mana ingat Allah?"
Bener juga ya? Makanya petualangan di alam itu memang lebih baik ketimbang ngemall mulu.
Jalanan serem yang penuh jurang menganga dan berkelok setidaknya kami lewati 2 kali, sebelum memasuki daerah Kletak juga ada jurang yang serem abis.
Jalanan serem yang penuh jurang menganga dan berkelok setidaknya kami lewati 2 kali, sebelum memasuki daerah Kletak juga ada jurang yang serem abis.
Pemandangan nya indah ya, tapi dalam dunia nyata ini jurang yang serem kalau dipandang dari dalam mobil, hiii |
Setelah perjalanan yang menyeramkan tersebut, akhirnya kami sampai disebuah pertigaan yang mana belok kanan ada keterangan ke penanjakan Bromo, tapi si mbak Google malah menyarankan kami belok kiri dan menempuh jalan berkelok yang ujung-ujungnya ketemu lagi ama jalan dekat belok kanan tersebut.
Si papi hendak belok kanan, namun karena ada seorang penduduk lokal yang mengejar kami untuk menawarkan jeep ke penanjakan, kami jadi ilfeel duluan.
Demi kesopanan saya meminta papi berhenti dan bertanya apa maunya, katanya dia memberi info kalau kami salah jalan, jalan menuju ke Bromo adalah belok kanan, belok kiri tersebut adalah jalan menuju ke semacam wisata yang belum jadi, namanya Pelataran Bromo.
Sayapun menolak dengan alasan mau lihat-lihat di depan dulu, nanti balik lagi ke situ, eh setelah kami ngotot si pemuda tersebut baru menawarkan kalau ybs punya jeep yang bisa disewa.
Yaelah si masss...si massss... mbok ya to the point saja, gak usah berputar-putar.
Kami lalu melanjutkan perjalanan yang GaJe tersebut. Mulai dikata Gaje karena saya mulai meragukan si mbak Google, kenapa pula kami disuruh muter-muter padahal ada jalan yanglebih dekat? perbedaannya itu panjang banget pula.
GaJe nya lebih bertambah setelah si bayi terbangun dan cranky entah karena dingin or something. Si mbak Google tanpa permisi tiba-tiba merubah rute tanpa permisi.
Belum juga jelas saya perhatikan, tiba-tiba sinyal hilang, map jadi blank, hadehhh...
Si papi hendak putar balik tapi tiba-tiba sinyal datang kembali dan kami memutuskan mengikuti rute awal yang ditunjukan si mbak Google.
Tapi tiba-tiba kami makin ragu, betapa enggak? rute tersebut gak biasa banget, kami disuruh lewat jalanan kecil yang mana sisi kanannya tebing dan sisi kirinya jurang yang menganga.
Seketika saya mengunyah kacang telur sambil berzikir dan istigfar perlahan (gak nyambung yaaak, lol)
Waktu sudah semakin sore, sudah sekitar pukul 15.30, kabut mulai menghalangi dan bikin kami makin merinding, seketika terbayang betapa hutan-hutan di pulau Jawa tersebut semacam menyimpan sebuah misteri dan rahasia. hiiihhh merinding saya menulis ini.
Anehnya, sinyal HP penuh, tapi menurut Google kami harus belok kiri ke sebuah jalan besar, tapi gak ada sama sekali jalan kiri yang dimaksud, yang ada cuman jalan lurus di tepi jurang yang kecil banget, syukur Alhamdulillah jalanan sepi, cuman berpapasan dengan beberapa sepeda motor, coba kalau papasan dengan mobil, dijamin saya teriak-teriak ngeri gegara kami ada di posisi jurang hii..
Alhamdulillah, setelah menempuh waktu sekitar 30 menit diperjalanan yang seram tersebut, kamipun bertemu desa yang bernama Wonokitri. Dan hanya beberapa menit dengan menempuh perjalanan yang lagi-lagi si mbak Google atau emang hal yang gak masuk logika sedang terjadi, kami disuruh menempuh jalan yang gak masuk akal dong.
Sudahlah jalanannya mendaki tajam, rusak pula, dan gak ada mobil lewat situ.
Alhamdulillah, setelahnya sampailah kami di pintu gerbang yang mana kami ditahan lagi oleh beberapa orang.
Pintu masuk kawasan taman nasional Bromo Tengger Semeru dari wilayah Wonokitri Pasuruan |
Mereka meminta kami ke dalam pos dulu, tapi kami terlalu malas untuk turun, kami cuman menjelaskan mau ke atas (penanjakan) dan gak bakal turun ke lautan pasir.
Tapi si orang-orang tersebut melarang kami, saya yang gak suka basa basi kepanjangan bertanya, apa alasannya mobil pribadi gak boleh masuk, toh medannya juga gak seberat kalau kami ke lautan pasir.
Barulah si orang tersebut jujur, katanya memang sudah peraturan dari paguyuban yang mana sudah disetujui oleh bupati ke 4 kabupaten (Pasuruan tempat kami saat itu, Probolinggo, Malang dan Lumajang).
Kami menanyakan berapa tarif jeep nya? katanya biasanya sekitar 500ribu (karena hari sudah sore).
Kamipun keberatan, rugi rasanya mengeluarkan duit segitu sedang hari sudah sore dan kabut di mana-mana, bisa dipastikan gunung Bromo gak bakal keliatan dari Penanjakan.
Karena itulah kami segera berbalik dan meninggalkan tempat itu.
Setelahnya saya manyun bin bingung, si papi memutuskan jalan terus mengikuti petunjuk, saya sudah malas liat Google Map, terserah deh si papi mau lewat mana, yang pasti saya gak mau pulang lewat jalan tadi. Ngeri ngeri seram boookkk!
Aneh bin nyata, si papi dong menemukan jalan yang sedikit landai, mulus meski berkelok, sayangnya gak ada sinyal di sepanjang jalan tersebut, even XL (data internet saya) dan Simpati.
Kami menanyakan berapa tarif jeep nya? katanya biasanya sekitar 500ribu (karena hari sudah sore).
Kamipun keberatan, rugi rasanya mengeluarkan duit segitu sedang hari sudah sore dan kabut di mana-mana, bisa dipastikan gunung Bromo gak bakal keliatan dari Penanjakan.
Karena itulah kami segera berbalik dan meninggalkan tempat itu.
Setelahnya saya manyun bin bingung, si papi memutuskan jalan terus mengikuti petunjuk, saya sudah malas liat Google Map, terserah deh si papi mau lewat mana, yang pasti saya gak mau pulang lewat jalan tadi. Ngeri ngeri seram boookkk!
Aneh bin nyata, si papi dong menemukan jalan yang sedikit landai, mulus meski berkelok, sayangnya gak ada sinyal di sepanjang jalan tersebut, even XL (data internet saya) dan Simpati.
Di sebuah desa, tiba-tiba ada sinyal XL dan saya bisa mengakses Google Map, terlihat ternyata jalan tersebut menuju ke Pasuruan, dan di Map terlihat kalau gak ada banyak rumah penduduk di sepanjang jalan tersebut, bisa dipastikan kalau gak ada sinyal juga di hampir keseluruhan jalan tersebut.
Sambil jalan kami berunding, apa yang harus kami lakukan, akan langsung pulang atau gimana? waktu itu kakak Darrell sedang tidur dan dia gak tau kalau kami gak dibolehin masuk oleh orang-orang di pintu masuk, kasian aja gitu kalau dia bangun dan tau kalau gak bisa liat gunung Bromo.
Akhirnya si papi mengusulkan untuk kami masuk lewat jalur Probolinggo dan nginap di hotel sekitar Bromo.
Saya segera mencari hotel dan menemukan bahwa hotel-hotel tersebut pada penuh.
Lalu teringat, bukankah di daerah Wonokriti yang merupakan pintu masuk ke wilayah Bromo dari daerah Pasuruan juga ada banyak hotel (mestinya) kan harusnya yang masuk dari situ juga banyak.
Papi lalu putar balik kembali ke daerah dekat pintu masuk tersebut untuk mencari penginapan, pertimbangannya adalah, daripada lewat Tongas Probolinggo, yang mana kami kudu mutar jauh lagi, sedang saat itu kami udah dekat Bromo, mending kami nginap di situ saja, menanti waktu dini hari agar gak rugi nyewa jeep.
Setelah naik ke atas lagi, kami mulai mencari penginapan.
Ternyata hotel di daerah sekitar pintu masuk daerah Pasuruan ini sangatlah terbatas, kami hanya mendapatkan data hotel Ancala Inn, itupun sebenarnya lebih mirip hostel hahaha.
Harganya pun fantastis, selengkapnya saya review di postingan berbeda saja yaa..
Setelah mutar-mutar cari alternatif lain dan menemukan 2 kenyataan eh ditambah 1 kenyataaan ding :
Saya kagum deh ama orang sono yang tahan mandi pakai air dingin, itu bukan air dingin bookk, itu air es! lol.
Singkat cerita, kami akhirnya menginap di Hotel Ancala Inn, dan menanti dini hari demi petualangan ke Gunung Bromo.
Lalu teringat, bukankah di daerah Wonokriti yang merupakan pintu masuk ke wilayah Bromo dari daerah Pasuruan juga ada banyak hotel (mestinya) kan harusnya yang masuk dari situ juga banyak.
Papi lalu putar balik kembali ke daerah dekat pintu masuk tersebut untuk mencari penginapan, pertimbangannya adalah, daripada lewat Tongas Probolinggo, yang mana kami kudu mutar jauh lagi, sedang saat itu kami udah dekat Bromo, mending kami nginap di situ saja, menanti waktu dini hari agar gak rugi nyewa jeep.
Setelah naik ke atas lagi, kami mulai mencari penginapan.
Ternyata hotel di daerah sekitar pintu masuk daerah Pasuruan ini sangatlah terbatas, kami hanya mendapatkan data hotel Ancala Inn, itupun sebenarnya lebih mirip hostel hahaha.
Harganya pun fantastis, selengkapnya saya review di postingan berbeda saja yaa..
Setelah mutar-mutar cari alternatif lain dan menemukan 2 kenyataan eh ditambah 1 kenyataaan ding :
- Jarang ada hotel di daerah tersebut, hanya ada homestay.
- Harga homestay ada 2 macam, sekitar 200ribu - 300ribu untuk kamar doang dengan toilet di luar, dan sekitar 600ribu ke atas untuk yang berbentuk vila (kamar lebih dari 1 dan bahkan ada dapurnya).
- Si bayi tetiba menghadiahi kami dengan bau khas nya, yaitu dia poop sodara..lol.
Saya kagum deh ama orang sono yang tahan mandi pakai air dingin, itu bukan air dingin bookk, itu air es! lol.
Singkat cerita, kami akhirnya menginap di Hotel Ancala Inn, dan menanti dini hari demi petualangan ke Gunung Bromo.
Nantikan kelanjutannya di postingan part 2 ya, atuh mah ini udah kepanjangan, saya yang nulis aja sudah capek, gimana yang baca ya..
Oh ya, sebelum saya akhiri, ini dia tips penting dari postingan kali ini.
- Jika memutuskan ke Bromo lewat Malang dan ingin masuk dari daerah Wonokitri Pasuruan, lakukanlah perjalanan di siang hari, jalanannya ngeri banget deh, sudah jalanan kecil, rusak berbatuan gitu plus jurang menganga, plus juga gak ada lampunya, gelap banget deh kalau malam.
- Pastikan kondisi mobil prima, tanjakan dan turunannya lumayan sadis.
- Pastikan yang nyetir harus menguasai medan tanjakan dan turunan sadis.
- Isi penuh BBM dari Kota Malang, seingat saya sangat jarang POM Bensin di sepanjang perjalanan memasuki hutan.
- Tidak ada cara lain memasuki kawasan wisata Bromo dengan mobil pribadi, harus nyewa jeep! Jadi siapkan dana minimal 600 ribu untuk sewa jeep ya. Biaya lainnya bakal saya bahas di postingan part 2.
- Kalau mau masuk murah di kawasan Bromo, bisa dengan hiking berpuluh KM atau naik motor, motor pribadi masih diperbolehkan masuk.
- Kalau merencanakan ke Bromo tanpa menginap dari Malang, lebih baik ambil jalur utama lewat hutan Coban Pelangi, kalau lihat di Map, kayaknya pintu masuk ada di desa Ngadas. Di sana pasti juga sudah siap penyewaan jeep yang bisa membawa masuk ke semua wilayah wisata Bromo. Menurut postingan orang-orang, kawasan rute tersebut lebih landai dan mulus.
Baca : Pengalaman Dan Tips Berlibur Ke Bromo Bersama Bayi (Part 2)
Ada yang pernah lewat jalur ini? share di komen yuk.
Semoga bermanfaat.
Sidoarjo - 15 Juli 2018
Saya ..saya..
BalasHapuslewat jalur ini tahun 2012. DAn dicegat juga di pos itu. AKhirnya naik sekalian dipandu ke penginapan milik penduduk dan jeepnya 400 ribu. Akhirnya jam 3 pagi dah otw liat sunrisenya. Tapi karena si sulung ada asma jadi enggak kuat saat otw kawahnya.
Saya ngaso di situ nemenin dia, bapake gendong adiknya yang 3 tahun, sampai atas.
Sekarang pengin ke sana lagi. Gara-gara si kecil lupa kalau pernah ke sini. hihihi. Harus diulang jadinya hahaha
Waaahh, lewat jalur dari Malang atau dari Pasuruan mba Dian? kalau dari Pasuruan jalannya gak terlalu seram, paling kalau malam aja gelap di mana-mana karena jarang penduduk.
HapusNah kalau lewat Malang ke jalur ini baru deh bikin adrenalin kita meningkat, serem euuuyyy :D
wih jadi pengen ke bromo lagi hehe
BalasHapusAyo ke Bromo :)
HapusTulisannya memang panjang, tapi aku baca sampai tuntas, mba.
BalasHapusAku yang tujuannya mau ke Coban Pelangi aja ditawari jeep buat ke Bromo. Harganya fantastis. Belum penginapannya ya mba.
hihihi, udah panjang, tapi masih bersambung pulak!
Hapuskayak sinetron Indonesia ga mba? hahaha
Pokoknya fantastis deh sekarang kalau ke Bromo, dan gak sedikit yang ngeluh gegara mahalnya :'D
Aku berangkat dulu dari Malang juga Mba, cuma lupa lewat jalur mana karena perginya jam 2 pagi jadi dijalan ngantuk nggak merhatiin, maklum ya mau ngejar sunrise hihi.. Aku aja sendiri udah rempong gimana nanti kalo punya anak dibawa kesini ya hahaha
BalasHapusRempong-rempong seru deh hahaha..
HapusKalau dari Malang dan berangkatnya malam, kayaknya lewat akses masuk desa Ngadas deh, sangat jarang orang ambil jalur dari Malang ke Wonokitri, soalnya medannya Subhanallaaahhh bikin deg-degan.
Ayo ke Bromo lagi :D
Waktu ke Bromo sekeluarga, agak gagal karena anak saya yang paling kecil rewel. Pengen mengulang lagi perjalanan ke Bromo. Dan semoga gak gagal :D
BalasHapusAyo diulang lagi, persiapkan aja dulu biar gak gagal lagi :)
HapusWhoa yaampun ini keren banget, ke Bromo bawa anak bayik & suami.. Ditunggu part 2 nya loh Mbak..:D
BalasHapusAyo ke Bromo :)
HapusTuh part duanya sudah tayang :)
bromo ya, udah lama ndak mengunjunginya, terakhir kali kapan ya sudah lupa hehehehe, tapi masih ingat kalo di gunung bromo ini banyak kenangannya
BalasHapuswkwkwkw.. ayo ke Bromo lagi, buat mengenang kenangan yang mungkin sudah hilang ditelan pasir hehehe :D
Hapus