Ciri-Ciri Toxic Love Dan Cara Menyikapinya

Ciri-ciri toxic love

Sharing By Rey - Toxic love adalah sebutan untuk hubungan percintaan yang tidak sehat, selalu mendatangkan ketidak nyamanan untuk salah satu pihak.

Setidaknya itulah yang saya tonton dari channel youtube Analisa, seorang psikolog muda yang sering menjadi pembicara di mana-mana.

Toxic love seharusnya dihindari, karena tidak akan berakhir dengan baik untuk hubungan jangka panjang seperti pernikahan.

Dan beberapa ciri-cirinya adalah,


1. Menyalahkan emosi negatif diri kepada pasangan


Ini paling sering terjadi sebenarnya.
Dan jujur kayaknya dulu waktu saya masih pacaran dengan si pak suami, sepertinya sedikitpun si pacar nggak pernah melakukan hal seperti ini.

Termasuk saya kayaknya deh, karena kalau iya, mungkin kami sudah nggak akan melanjutkan ke jenjang pernikahan.

Justru, hal seperti ini terjadi setelah menikah.

Contohnya mengatakan,
"aku kayak gini gara-gara kamu."
"aku jadi pemarah gini gara-gara kamu"
Cara menyiasatinya adalah dengan mengubah pola pikir kita.
Meyakini bahwa emosi kita, ya kita sendiri yang bertanggung jawab atas hal tersebut.

Mudah ya?
Mudah sih, kalau sama-sama menyadarinya, lol.


2. Menunjukan kecemburuan yang berlebihan


Jujur, sebelum menikah saya sama sekali nggak pernah cemburu sama si pacar, selain kesal sama mantannya.
Kesal sama cemburu beda ya? hihihi

ciri-ciri toxic relationship

Menurut saya, cemburu itu adalah takut ditinggalkan, tapi kesal ya kesal aja alias marah, karena merasa nggak dianggap.

Justru sewaktu pacaran, si pacar yang suka cemburuan sama saya, saking cemburuannya, dia rela mengantar saya ke manapun, saking nggak mau saya diantar teman laki.
Ya gimana dong, teman saya kebanyakan laki.

Justru setelah menikah, si pacar cuman sekali saja menunjukan cemburunya pada si Mas Arie, lol.
Setelahnya, dia sama sekali nggak pernah terang-terangan menunjukan cemburu, meskipun kadang terlihat kesal, ketika saya sering menceritakan atasan saya yang 'error' saat kerja dulu.

Justru saya yang sering cemburuan setelah menikah, terlebih saat saya menjadi IRT, dan mendengar paksu suka ngobrol sama teman kantornya yang cewek, sungguh saya kesal.

Anehnya, saat saya kerja kembali, saya sama sekali nggak cemburuan lagi.
Bilang aja kalau kamu merasa insecured Rey! lol.

Cemburu sejatinya adalah tanda sayang, sebagai ekspresi diri untuk memiliki pasangan, dan menjaga hubungan. Namun jika berlebihan, sungguh sudah tidak sehat sama sekali untuk hubungan jangka panjang.

Cara menyikapinya adalah, dengan percaya pada pasangan, dan saling menjaga kepercayaan tersebut.
Saya sih mudah, tapi si paksu yang sudah punya track record mau selingkuh, ya sulit juga dipercaya.
Gelas yang pecah memang sulit dibenarkan kembali, huhuhu.


3. Membatasi ruang gerak pasangan


Waktu masih pacaran dulu, sebenarnya si pacar sama sekali nggak membatasi ruang gerak saya, karena seingat saya, dia sama sekali nggak pernah melarang saya ke sana dan ke sini.
Dia hanya nggak suka kalau saya pergi berduaan dengan lelaki lain, itu saja.

Sementara si pacar, karena waktunya habis dengan saya melulu, jadilah dia tidak bisa lagi bebas bersama temannya ketika masih pacaran dulu.

Semula saya berpikir itu salah saya, tapi setelah saya renungkan, salah sendiri dia nggak percaya saya, sehingga waktunya habis menemani saya, hanya karena dia nggak mau saya pergi dengan lelaki lain. Ya gimana dong, sapa suruh pacaran sama orang manja, dan temannya kebanyakan lelaki, hahaha

Alhasil, bisa jadi pasangan jadi merasa terkungkung dalam dunianya hanya di sekitar saya, dan demikian juga saya.

Setelah menikah, hal tersebut terus berlanjut.
Ya gimana dong, waktu bersama teman kan cuman pas kerja, setelah pulang, masa iya masih nongkrong lagi? sementara anak-anak menanti di rumah.

Nantilah, akhir-akhir ini si paksu sesuka hatinya keluyuran entah sama temannya yang mana, dan dia sama sekali nggak pernah pamit atau ngasih tahu mau ke mana.

Toxic juga ya sebenarnya, hihihi

Menyikapinya ya mau nggak mau percaya saja, dan untuk di kasus seperti saya, serahkan saja sama Allah, kalau dia mau bebas tak terpercaya ya itu urusannya sama Allah.
Daripada toxic hati kan ye jika dipikirkan melulu.


4. Tidak ingin pasangan lebih hebat dari kita


Kalau ini sepertinya terjadi setelah kami menikah, sebelumnya mah, seperti biasa, si pacar selalu mendukung apapun yang saya kerjakan.

Setelah menikah, si paksu sering keceplosan berkata, bahwa saya takut jika dia lebih hebat dari saya.
Karena itulah salah satu alasan saya rela menjadi IRT, agar dia tak ada saingannya.

Sayangnya, sampai sekarang si paksu menganggap saya selalu berkompetisi sama dia.

Kesimpulannya, jika kalian lelaki.
Nggak percaya dan takut di dominasi wanita.
Please hindari wanita cerdas, lolololol.

Padahal ya, siapapun yang sukses atau lebih dulu maju, sebijaknyalah saling dukung dan saling menghargai.


5. Selalu pakai kode-kodean


Sebaiknya komunikasikan dengan jelas, bahkan dalam urusan hubungan seksual sekalipun.
Jangan hanya kode-kodean, yang ada jadi baper sendiri.

hubungan percintaan yang tidak sehat

Kalau saya dulu mah gitu, kode melulu, tapi sekarang lebih blak-blakan, nyatanya juga salah, mungkin saya terdengar cerewet di hadapan paksu yang pendiam.


6. Ada password di antara pasangan


Sejujurnya saya dan suami nggak pernah pakai pasword, tapi sayangnya saya selalu lupa pasword paksu hahaha.

Kalau paksu entah deh, dia sih tahu PIN ATM saya, pasword saya kayaknya sih enggak, soalnya saya gonta ganti pasword melulu.
Ye kan, biar enggak dibobol orang usil hahaha.

Intinya, sebaiknya antara suami istri nggak boleh ada pasword, akan tetapi bukan berarti juga harus selalu ngecekin akun pasangan.

Hargai privacy pasangan, meski sebenarnya kita tahu pasword-nya.
Kalau saya pernah sih ngecekin WA suami, dulu setelah si paksu ketahuan sering chat mesra ama mantannya, hahaha.

Sekarang udah malas, capek juga.
Soalnya kadang hal yang nggak mencurigakan malah bikin kita tersinggung dan kepikiran.


Kalau dilihat secara keseluruhan di atas, sebenarnya kunci dari sebuah hubungan yang sehat adalah KEPERCAYAAN dan KOMUNIKASI.

Kalau ada masalah, ya selesaikan segera dengan komunikasi yang baik SAMPAI MENEMUKAN SOLUSI DAN KEPUTUSAN.

Dan jangan membiasakan diri, untuk menyelesaikan masalah dengan sogokan kayak si Rey, dari dulu mah kalau marah dikasih cokelat juga udah lupa marahnya, sungguh harga marah saya hanya seharga cokelat puluhan ribu hahaha.


Cara Menghadapi Masalah Hubungan Dalam Fase Toxic


Jujur, saya merasa hubungan saya dengan pak suami adalah toxic, karena blio sama sekali nggak mau diajak komunikasi.

Saya sudah kehabisan cara, atau mungkin bosan, mencari cara komunikasi yang baik.
Membiarkannya keluar dulu biar kepalanya dingin.
Membiarkannya mandi dan makan dulu, biar keadaannya fit.
Memastikan dia sedang tidak ngantuk.

Tapi ya gitu, si paksu hanya bisa mendengarkan kata pembuka saya, sampai di masalah utamanya, dia marah dan malas mendengarkan, selalu ditutup dengan, TERSERAH, TERSERAH dan TERSERAH!
Hal itu terjadi di manapun, baik saat kami berbicara berdua, meskipun di depan orang tuanya.

Sedih ya..
Andai saya punya penghasilan tetap, sudah lama deh saya angkat kaki dan pergi.
Sayangnya semua itu tidak semudah yang bisa saya bayangkan.
Terlebih ada anak.

Bukan takut anak nggak bisa punya papi lagi sih, tapi lebih ke takut anak nggak bisa sekolah, hahaha.
Ye kan...
Si pak suami sih masih bertanggung jawab, masih belanjain di rumah, meski nggak ngasih duit.
Untung si Rey bisa cari duit dari blog atau medsos.

Lalu bagaimana saya bertahan dalam toxic love atau toxic relationship yang sebenarnya membahayakan mood saya sebagai seorang ibu?

Ya setidaknya, saya harus mencari cara untuk menghibur diri, dan memahami beberapa hal yang penting, seperti :

1. Tidak ada manusia yang diciptakan dengan 1 kepribadian yang sama


Yup, memahami kalau kepribadian saya dengan suami itu beda bisa sedikit membuat hati lebih tenang. Memahami perbedaan, membuat hati jadi lebih sabar, meskipun masih kesal.

Setidaknya, saya bisa diam menyikapi dia yang diam.
Memang diam-diaman nggak baik, tapi daripada ribut terus, mending ikutan diam, fokus ke kebahagiaan saya dan anak-anak.


2. Tidak ada manual book "bagaimana menjadi istri / suami yang baik"


Bahkan, ke konseling pernikahan saja, bukan berarti kita bakal diajarin cara menjadi istri dan suami yang baik secara teoritis.

Akan tetapi kita akan diajarkan bagaimana caranya menggunakan empati kita dan berkomunikasi dengan baik. Karena tanpa komunikasi, ekspektasi dan harapan akan selalu jadi miss komunikasi.


3. Selalu berusaha terkoneksi dengan pasangan.


Okeh baiklah, saya enggak melakukan hal ini sekarang, saya bahkan berusaha menyerahkan semuanya ke Allah, mengikuti maunya dengan 'TERSERAH'

Akan tetapi, buat temans yang mau mempertahankan hubungan, teori ini sangat bermanfaat, selalu terkoneksi dengan pasangan, tanpa membuat dia terkungkung.

Etdah Rey, kenapa dirimu tulis kalau enggak dilakukan?
Ya gimana dong? orang pasangannya aneh, hahaha


4. Memberikan versi terbaik untuk pasangan.


Yang ini sebenarnya bisa terjadi kalau kita bisa berkomunikasi, nanya pasangan, dia maunya kita kayak gimana?

Lah paksu mah kalau ditanya, cuman bilang TERSERAH!

Iya, i know ini menyebalkan.
Biarkan saja dia di atas angin deh.

Saya hanya akan tetap melakukan hal baik, karena percaya orang yang baik, akan mendapatkan pasangan yang baik.

Tidak selingkuh, tidak merugikan pasangan, tidak membebani pasangan.
Kecuali ya dengan beban anak-anak, itu kan memang tugasnya.
Saya cukup mengerjakan tugas saya saja dan fokus dengan kebahagiaan saya.
Karena anak-anak butuh ibu yang bahagia, right?


Baiklah, demikian sharing hal yang gaje ini, hahaha.
Gaje banget nggak sih, abisnyaaaa, nggak punya pasangan yang bisa diajak kompromi, jadinya nggak bsia diterapkan semuanya.

Setidaknya, saya bisa membagikan beberapa teori dan yang saya lakukan, yang mungkin saja berguna bagi pasangan lainnya yang sedang berada dalam hubungan dengan toxic love.

Sidoarjo, 3 April 2020

Reyne Raea untuk #FridayMarriage

Sumber : 

  • Analisa Channel
  • Pengalaman pribadi
Gambar : Canva edit by Rey

21 komentar :

  1. hahah, fase toxic itu, ketika disocmed masih curhat masalah pacar. padahal yang baca nya akan tertawa atau kepo. atau malah ngompori.
    pernah sih ngerasaain masa itu ketika lagi remaja ababil

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi, nggak apa-apa kan, yang penting pacarnya tahu *eaaaa :D

      Hapus
  2. Jadi toxic love itu hubungan tidak sehat antara dua pasangan ya mbak. Alhamdulillah kalo aku sih baik baik saja tidak ada masalah sama istri. Istri juga sepertinya sudah nerima saya hobi bermain hape, yang penting dia juga dikasih dulu drama China atau Korea.😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, asyik banget tuh Mas, yang penting saling pengertian, itu yang utama :)

      Hapus
    2. Nampaknya mas Agus ini diam-diam rajin download drama korea nih. Cieeeee.🤭

      Hapus
  3. Toxic emang harus dikeluarin mba, buang ke tmpt sampah, dgn ditulis ato curhat,
    abis ituh buang jauh2 pokoknya, jangan disimpen ato di telen sendiri, biar gak jadi bom waktu yg suatu saat bkal meledak, dan menghancurkan segala2 nya. Fokus pada apa yang bikin kita bahagia, karena waktu di dunia ini tidak lama 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget Mba, harus bisa mencintai diri sendiri :)

      Hapus
  4. Kaya ABG saja nih saya baru dengar istilah toxic love...urusannya kerja doang kali ya

    BalasHapus
  5. Point 3, 5 & 6 di atas menyadarkan saya akan kesalahan saya pada mantan pacar saya 3 tahun silam.

    Tidak boleh terulang lagi dengan yang selanjutnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waahh iya kah, semoga dijadikan pembelajaran, hubungan adalah saling percaya :)




      Hapus
  6. Jujur, aku pernah terjebak dalam hubungan percintaan model begini.
    Bikin pusing ngadepinnya.

    Pengin segera kuakhiri hubungan saja sulitnya minta ampun.
    Alasannya dia sangat mencintai aku.

    Mencintai ngakunya tapi kok bersikap begitu, banyak kecurangan dan sering menyakiti hati.

    Sampai akhirnya, dia berpindah tugas ditempatkan dikota asalnya dan dinikahkan oleh pilihan kedua orangtuanya.
    Legalah aku ..., dapat putus hubungan dengan dia.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waahh akhirnya putus, daripada lanjut hanya saling menyakiti ya :)

      Hapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  8. kalau masih pacaran dan sampai ada yang namanya menyakiti fisik jelas aku putusin, untungnya nggak sampai. Kalau toxic yang parah parah banget untungnya blm pernah juga

    mungkin kalo sudah nikah memang kudu extra sabar karena bisa aja karakter si suami aslinya keluar setelah nikah & siap siap batin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget Mbak, kalau pacaran mending putus deh, biar nggak jadi masalah di kemudian hari hahaha

      Hapus
  9. Toxic love ini sering kejadian di sekitar saya mba, seenggaknya saya sudah lihat dengan mata kepala saya sendiri, beberapa sahabat baik saya berada dalam hubungan toxic yang menyebabkan mereka sedih berkepanjangan :((

    Dan most of them, sangat sulit untuk ke luar dari hubungan toxic yang mereka jalankan karena mereka nggak tau batasan yang mereka punya, dan selalu saja memaafkan atas nama cinta, yang saya nggak yakin sebenarnya pasangan mereka betul-betul cinta atau nggak. However, masa-masa itu sudah lewat semua karena rata-rata mereka mengalami hal itu saat usia 20-an, dan sekarang sudah menemukan cinta sejati yang sangat menghargai mereka :")

    Semoga, teman-teman lain yang mungkin dalam hubungan toxic dan membaca tulisan mba Rey ini bisa mulai tersadar dan bisa mulai lebih mencintai diri sendiri serta mengambil keputusan yang terbaik yang teman-teman bisa :""> and as usual, thanks for sharing mba. Lavv.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pentingnya mendampingi dan memberikan anak cinta agar anak beranjak dewasa tanpa merasa butuh sampai terikat dengan cinta palsu yang toxic ya.

      Kadang banyak loh anak-anak abg berada di toxic love, sedih sih, orang kita yang udah nikah ini pengen kabur, mereka malah bertahan huhuhu

      Hapus
  10. Aku kesel juga sih, Mbak Rey, kalau ada orang yang takut kalah hebat sama pasangannya. Lagian berumah tangga kan seharusnya saling bekerja sama, saling membangun, saling bertumbuh bersama, bukannya malah saling berkompetisi. Ngomong-ngomong kalau ada orang yang takut tersaingi pasangannya, aku setuju sama Mbak Rey, mending jangan cari pasangan yang cerdas aja deh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha iya, hanya orang insecure yang takut tersaingi pasangan :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)