Tentang Wanita Terlambat Menikah

terlambat menikah

Wanita terlambat menikah? memangnya kenapa? aib?
Yang aib itu adalah melakukan sesuatu yang dosa, iya nggak?

Masa iya terlambat menikah adalah dosa?
Lagian, bukankah jodoh adalah kehendak Allah?

Tema kali ini terinspirasi dari sebuah artikel yang tidak sengaja saya baca saat sedang browsing nggak jelas. Iya, me time ala saya memang suka browsing nggak jelas, that's why saya selalu dapat ide buat nulis beda tema setiap harinya.

Artikel tersebut, judulnya sangat kontroversi menurut saya, meskipun isinya sebenarnya bagus.
Sungguh klikbait ya, tapi kalau gitu orang ya malas baca, padahal yang disampaikan adalah sebuah kebaikan.

Karenanya, saya jadi ikutan membahas tentang wanita terlambat menikah, yang mana katanya karena alasan belum mapan (mungkin belum menemukan lelaki yang mapan kali ya), alasan studi & karir, terlalu idealis, berpaling dari poligami (uwwwoooowwwww!), dan lainnya.


(Katanya) Ini Alasan Penyebab Wanita Terlambat Menikah


Wanita terlambat menikah, di zaman dulu kayaknya terlihat 'aib' banget ya, seolah nggak laku, terlalu banyak kriteria calon suami, dan terlalu pemilih.

penyebab wanita terlambat menikah

Padahal ya, ketika sudah menikah, saya yakin sebagian besar wanita akan setuju, bahwa punya kriteria harapan calon suami serta lebih selektif memilih adalah wajib.
Karena setuju atau enggak, nasib wanita sebagai istri apalagi ibu itu jadi serba dilema.

Tapi itu dulu, seharusnya di zaman sekarang hal tersebut sudah jauh lebih baik, meskipun di beberapa daerah masih juga kental stigma, wanita terlambat menikah adalah 'aib' (bagi keluarganya).
Terlebih di daerah terpencil seperti desa-desa.

Adapun beberapa alasan klasik bagi wanita yang terlambat menikah, kata beberapa orang adalah :

1. Masih ingin sekolah/berkarir lagi


Bukan rahasia lagi, sekolah di saat menjadi istri dan ibu itu adalah sebuah tantangan yang luar biasa beratnya. Meskipun bukan berarti tidak bisa dilakukan karena nyatanya ada beberapa wanita yang justru masih bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang lebih tinggi setelah jadi istri dan ibu.

AKAN TETAPI YA GITU, DENGAN SUPPORT LUAR BIASA DARI SUAMI YANG PENGERTIAN DAN KELUARGA YANG BERADA *eh!

Ye kan, kalau untuk keadaan keluarga yang pas-pasan, bahkan kadang lebih sering pas, bagaimana bisa seorang istri dan ibu punya waktu untuk sekolah lagi?

Apalagi kalau menikah dengan tipe lelaki nggak mau tahu, mintanya dilayanin melulu, adalah hal yang imposible buat wanita bisa melanjutkan study-nya kembali.
Karena hal tersebutlah yang membuat beberapa wanita enggan menikah dulu, dengan alasan sekolah.


Ini juga termasuk di dalamnya hal berkarir, sungguh bukanlah hal mudah untuk bisa fokus berkarir setelah kita menjadi istri dan ibu.
Sehingga tidak jarang, wanita merasa diperlakukan ketidakadilan patriarki dalam mengerjakan tugas istri setelah menikah.

Padahal perusahaan juga tidak salah menomor duakan ibu bekerja, karena seorang wanita yang sudah menikah dan punya anak, akan terbagi lebih banyak perhatiannya dalam bekerja, dibandingkan wanita single.

Beda dengan lelaki yang memang kewajibannya adalah mencari nafkah (saya tetap meyakini seharusnya suami yang cari nafkah, karena hanya sebagian kecil ayah yang bisa menggantikan tugas sebagai ibu di rumah, so ibu adalah sosok terbaik yang mendampingi tumbuh kembang anak-anak) setidaknya itu opini pribadi saya.


2. Terlalu idealis dalam memilih pasangan


Saya rasa ini ada benarnya bagi wanita, meskipun mungkin juga pemahaman yang sedikit salah.
I mean, siapa sih yang nggak mau menikah dengan tujuan bahagia?

Bahagia karena punya imam yang baik, sabar (dalam konteks paham agama, bukan semata mengerti sembahyangnya doang) dan MAPAN! (saya kasih huruf kapital, biar para lelaki tahu, betapa hampir semua wanita menginginkan suami yang mapan, minimal punya kerjaan tetap, saya doang kayaknya yang sok lugu menikah modal cinta doang, lol).

Dan saya rasa alasan itu benar adanya, seperti yang saya rasakan setelah menikah, kedudukan kita sebagai istri itu jadi sangat serba salah, di mana kalau kita punya kekurangan akan diserang habis-habisan sama suami dan keluarganya, dan lingkungan.

Tapi kalau suami yang memiliki kekurangan?
"Sabar yaaa.... suami itu surganya istri, pintu surga akan bebas kita masukin dari mana saja, jika sabar mengayomi suami agar suami kembali menjadi baik"
Sungguh saya ingin koprol jika mengingat kenyataan ini.
Seolah wanita ini nggak ada harganya, 'membeli' suami demi yang katanya 'surga' dengan pengorbanan dan ketidakadilan seumur hidup.


Karenanya, saya pikir sangat wajar jika wanita sedemikian pemilihnya dalam menentukan teman hidupnya, karena wanita yang 'cerdas' akan memilih jalan yang lebih masuk akal untuk surga, terlebih menikah bukan hanya tentang suami dan istri, tapi juga nanti akan ada anak.

Akan tetapi, di sisi lain memang hal pemilih ini bisa mengaburkan pemahaman tentang menikah itu sendiri, di mana menikah itu sebenarnya bukan untuk bahagia, tapi berjuang bersama meraih surga, itulah bahagia yang sesungguhnya.

Akan tetapi, ada aspek kata BERSAMA di dalamnya, di mana, bukan cuman istri aja yaakk, suami juga wajib berjuang.
Kalau cuman istri aja, mending kagak usah menikah aja kali ya, masih banyak jalan menuju surga meski tanpa menikah, misal menjadi orang tua asuh.

Bukankah menikah, selain dari suami, anak adalah untuk investasi terbaik buat orang tua?
Investasi akhirat maksudnya, doa anak sholeh yang meringankan dosa kita di akhirat nanti.

 

3. Faktor Lingkungan


Faktor lingkungan di sini meliputi keluarga dan adat istiadat. yang mana seperti pengalaman kami, penikahan beda suku yang ribet.
Di mana kadang eh bahkan sering terjadi pernikahan yang sudah direncanakan kandas karena hal tersebut.

Baik itu aturan adik tidak boleh menikah dahulu sebelum kakak, mahar yang ketinggian, hingga hitungan weton yang nggak cocok.

Yang ini mah saya angkat tangan deh bahasnya, nggak ngerti soalnya hahaha.
Saya beruntung punya orang tua yang galak abis tapi hanya pada saat saya kecil dan membentuk kebiasaan baik pada saya.

Tapi kalau masalah pilihan hidup, Alhamdulillah orang tua saya menganut sistem kebebasan bertanggung jawab, alias ortu mengizinkan saya menikah dengan siapa saja, bahkan agama apa saja.
Asalkan, saya bertanggung jawab dengan pilihan saya sendiri.

That's why, saat saya berantem sama pasangan dan banyak pihak yang menyuruh saya pulang ke rumah ortu, saya ogah.
Saya kudu berjuang dulum mempertanggungjawabkan pilihan saya.

Meskipun di sisi lain, menurut saya adat istiadat itu nggak ada salahnya juga sih, asalkan di'belok'an ke hal yang positif.

Misal, mahar yang ketinggian.
Menurut saya, sah-sah saja orang tua memberikan syarat dengan mahar yang tinggi, selain itu sebenarnya halal dan sah sebagai keutamaan wanita, pun juga sebagai test bagaimana daya juang sang calon suami dalam mengambil sikap.

Meskipun ini lagi-lagi opini pribadi saya, berdasarkan pengalaman pribadi saya, di mana saya dulu lebih memilih memanjakan pasangan dalam menikah, memaksa ortu saya untuk menerima mahar yang bisa pihak lelaki berikan, meskipun itu dibawah hitungan adat, orang tua saya bahkan harus menambahkan sendiri di depan pemuka adat dan keluarga besar, agar nggak jadi masalah dalam adat.

Eh siapa nyana? baru 5 tahun menikah, dan menghadapi masalah rumah tangga, si pasangan sudah ingin menyerah saja, nantilah saya berjuang lagi hingga kami bisa kembali ke jalur yang sebenarnya.
*Pukpuk dirimu Rey! lol.


Selain buat test, mahar juga sebenarnya amat sangat membantu wanita dalam posisinya sebagai istri, karenanya sebaiknya mahar tersebut janganlah dipakai buat acara resepsi yang berlebihan.
Mending ditabung buat dana darurat si istri.

Karena sering terjadi dalam masyarakat, saat suami sudah 'eror' dan susah dibenarkan kembali, istri yang sudah rela jadi IRT akhirnya kalang kabut dibuatnya.

Nggak usah deh pakai menghibur omdo alias omong doang,
"Tiap anak bawa rezeki masing-masing!"
Pada kenyataannya dalam realita yang sesungguhnya, banyak wanita yang pontang panting mengejar 'rezeki' yang dimaksud, belum lagi kondisi mental anak yang shock dengan perubahan keadaan tersebut.

Karenanya, alangkah bijaknya jika uang mahar itu disimpan dalam bentuk tabungan buat sang wanita, dan akan lebih bijak kalau si wanita nggak tahu, karena believe me! kebanyakan wanita hatinya terlalu rapuh untuk melihat suaminya punya masalah keuangan, pasti gatel buat bantuin.
Setelah dibantuin, eh malah dipoligami *eh kaboorrr.


Wanita Terlambat Menikah Dan Tekanan Lingkungannya


Saya sendiri, sejak lulus kuliah dan maksa kembali ke Surabaya karena ada sang pacar, orang tua, khususnya mama jadi selalu 'mendesak' agar saya segera menikah.

tekanan wanita terlambat menikah

Saya yang memang 'keras kepala' sejak kecil selalu membantah dengan pertanyaan.
"Memangnya kenapa sih kalau belum menikah?"
Mama selalu memberikan jawaban diplomatis buat saya,
"Nak! kita perempuan ini beda dengan lelaki, kalau lelaki bawa hal memalukan tuh bisa disembunyikan di sakunya, tapi kalau kita perempuan, bawa hal memalukan di jidat kita alias nggak bisa disembunyikan!"
Mama lalu menambahkan,
 "Mama punya teman, (beliau menyebutkan nama salah satu sahabatnya), dia itu cantik banget, tapi karena cantik itulah, dia jadi sangat pemilih terhadap lelaki yang ngelamar, hingga akhirnya dia sadar, usianya tidak muda lagi, dan ujungnya dia hamil di luar nikah lalu menjadi istri kedua dari seorang lelaki"
Uwowww..
Kalau dalam hal itu saya sangat setuju, wanita pemilih terhadap calon suami adalah WAJIB! Asal, bisa juga 'membawa' dirinya sebagai wanita yang memang pantas memilih, karena 'kualitas'nya memang 'tinggi'.

Akan tetapi kalau ujung-ujungnya hamil duluan dan hamilnya sama suami orang mah, itu sama aja egois kan ya.

Karena pertanyaan orang tua tersebutlah, saya yang awalnya santai saja belum menikah, malah merasa aneh melihat para wanita yang notabene usianya jauh di bawah saya sudah pada menikah.
Sampai akhirnya mulai terpikirkan menikah, bukan karena siap menikah, karena memang belum ada bayangan seperti apa nanti menikah.

Tapi karena kepikiran dengan ucapan orang tua, terlebih belakangan saya tahu kalau orang tua sedih dengan gosip yang beredar di sana.
Di mana banyak orang mengatakan, kalau saya sudah menikah siri dan punya anak lelaki di Surabaya.

Mungkin karena itu juga orang tua saya jadi seolah 'mendesak' saya menikah.
Tapi mendesak doang, nggak mau mengajarkan atau bercerita ke saya seperti apa menikah itu.

Saya adalah satu di antara banyak wanita yang mengalami hal tersebut, ribet terpikir mau menikah karena tekanan lingkungan.
Padahal usia saya saat menikah adalah 27 tahun, saya pikir belumlah bisa dikatakan terlambat menikah.

Apalagi wanita-wanita yang usianya sudah masuk 30 tahunan ya, di mana usia tersebut dinilai usia rawan bagi wanita yang belum menikah.


Wanita Terlambat Menikah Tak Masalah Asal...


Menurut saya, wanita terlambat menikah, atau bahkan memutuskan nggak menikah sama sekali bukanlah sesuatu yang 'aib'.
Apalagi terlambat menikah karena alasan yang masuk akal, misal belum menemukan lelaki yang sevisi dalam membina pernikahan.

wanita terlambat menikah tidak masalah

Itu penting banget loh!
Banyak banget pasangan yang sudah menikah akhirnya bubar juga karena hal tersebut.
Di mana visi dan misi pernikahan antara suami dan istri berbeda.

Jadinya, daripada mengorbankan anak-anak yang kehilangan sosok ayah bunda yang harmonis nantinya, menunda pernikahan adalah hal yang bijak.
Atau mungkin juga memutuskan tidak pernah menikah.

Dalam keluarga saya sendiri, baik dari pihak bapak maupun mama, ada 2 orang nenek (tante dari bapak dan tante dari mama) yang sampai akhir hayatnya tidak pernah menikah sama sekali.
Dan memang dampaknya luar biasa.

Kedua nenek saya itu jadi nenek yang super sensitif!
Saya rasa hal tersebut bukan karena nenek-nenek saya tersebut nggak pernah menikah, tapi karena tekanan lingkungan yang mana di zaman sekarang saja masih dibully, apalagi zaman dahulu di mana banyak orang yang poligami, sementara nenek-nenek tersebut malah memilih hidup melajang hingga tua.


Dan terlambat menikah itu sebenarnya bukanlah aib, asalkan...

Tetap berada di jalan yang benar


Maksud berada di jalan Allah ini adalah erat dengan kaitannya kebutuhan biologis seseorang dalam menikah. Bukan hal yang rahasia lagi perintah menikah oleh agama itu demi kebaikan kita sendiri, di mana kebutuhan biologis berupa seks itu memang harus disalurkan.

Menikah adalah jalan halal dan aman untuk hal tersebut.
Karenanya, jika memang memilih terlambat menikah, butuh usaha yang besar untuk mengendalikan pikiran akan kebutuhan biologis tersebut.

Terlebih wanita, seperti kata mama saya, membawa hal memalukan di jidatnya, karenanya jangan sampai sudah idealis milih-milih suami, eh ujung-ujungnya kayak sahabat mama saya tersebut, hamil duluan dan terpaksa menikah dengan suami orang.

Yang mana, saya rasa suami orang sungguh bukan kriteria yang masuk dalam penilaian wanita idealis, ye kan?
Apalagi menikahnya karena hamil duluan, buyar semua idealis tersebut.


Terus mengisi waktunya dengan produktif dan bermanfaat


Memang sih hak seseorang dalam memperlakukan hidupnya sendiri, akan tetapi kalau kita memutuskan terlambat menikah karena banyaknya pertimbangan khususnya dalam hal memilih pasangan.

Akan lebih bijak kalau kita juga memiliki kriteria yang luar biasa, dan saya pikir bermalas-malasan saja tidaklah mendatangkan dan mencerminkan kriteria yang baik.

Iya nggak?

Jadi, tak masalah terlambat menikah, tapi kita sibuk memperbaiki diri, karena yakinlah dengan janji Allah, jodoh adalah cerminan diri kita.
Wanita baik untuk lelaki baik, demikian pula sebaliknya.


Demikianlah kira-kira opini saya terhadap wanita terlambat menikah, bukanlah suatu yang aib atau memalukan, karena itu pilihan hidup dan hal tiap manusia.

Sudah ah, udah janji mau nulis dengan ringkas, ujung-ujungnya hampir 2000 kata lagi, ckckckck.
Kalau temans, apa nih pendapatnya terhadap wanita terlambat menikah?

wanita telat nikah


Sidoarjo, 17 April 2020

Sumber : pengalaman pribadi
Gambar : 

  • Canva edit by Rey
  • Lalaartwork gif

19 komentar :

  1. Saya kadang mau nulis saja bingung tapi mbak Rey kalo menulis kok lancar lancar saja ya.

    Menurutku sih wanita terlambat menikah ya tidak apa-apa sih, asal jangan tahu tahu hamil dan terpaksa jadi bini ke lima, eh.

    Kalo di Indonesia memang budayanya jika wanita terlambat menikah itu jadi aib bagi keluarganya, tapi kalo di luar negeri seperti Jepang atau Eropa udah biasa. Biaya hidup biasanya yang jadi alasan, apalagi kalo punya anak, bisa tambah banyak pengeluaran.

    Kadang ada juga wanita yang tidak mau menikah karena trauma karena pernah disakiti laki-laki, tapi kalo yang ini sepertinya sangat jarang sih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehheeh, kalau nulis di blog ini, mungkin karena faktor terbiasa kali yak :D

      nah itu dia, jangan sampai malah jadi istri ke sekian gara-gara hamil :D
      Sebenarnya yang ditakutkan itu sih.

      Eh ada juga yang nggak mau nikah karena trauma liat rumah tangga ortunya nggak bahagia :)

      Hapus
    2. Oh, tapi bukan atas saya yang trauma karena liat rumah tangga ortu ngga harmonis kan.😱

      Hapus
  2. Jaman sudah bergeser sepertinya mba, kalau dulu usia 25 mulai ditanya kapan menikah, while sekarang banyak yang usia 30 tahunan pun belum menikah :) dan itu bukan aib, karena masing-masing wanita pasti punya alasannya tersendiri kenapa belum ingin menikah :D

    Di Korea, kebanyakan wanita baru menikah di usia 30 tahunan mba, ada yang 20 tahunan tapi nggak banyak ~ bahkan sepertinya lebih banyak yang menikah saat menginjak usia 40 tahun ketimbang diusia 20 tahunan :"D tapi itu juga karena rentang hidupnya orang KR lebih panjang, bisa sampai 90 tahunan while orang Indonesia rata-rata rentang usianya hanya sampai umur 60 tahunan. Mungkin karena itu akhirnya saat di usia 20 tahunan sudah diburu-buru menikah takut jadi perawan tua kalau kata orang tua hehe.

    Buat saya, wanita berhak mengambil keputusan untuk kapan menikah dan itu sama sekali bukan masalah, pun wanita berhak untuk memilah apa dasar dari pernikahan yang diinginkan. Dan soal kemapanan pasangan, menurut saya itu juga wajar apabila sang wanita menginginkannya karena kita as wanita pasti akan merasa nyaman apabila hidup bersama laki-laki yang mau bertanggung jawab untuk membahagiakan kita :) ibarat orang tua sudah susah payah membahagiakan kita as anak dengan memberikan fasilitas terbaik untuk kita, jadi sudah sewajarnya kalau pasangan memberikan kebahagiaan minimal setara dengan apa yang orang tua kita berikan :D masa anak orang diajak menikah hanya untuk dibuat susah, saya rasa nggak etis mba. CMIIW ya hehehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Daaannn orang Korea awet muda ya, kulitnya usia 40an mah kek usia 20an orang Indonesia kebanyakan hahahaha.

      Kalau orang Indonesia, masuk 30an saja udah terlihat banget tuwahnya qiqiqiqi, bahkan artis saja banyak yang dulunya imut jadi hilang imutnya.

      Sumpah ya, kalau ada yang bisa saya sesali adalah, kurangnya info atau juga karena latar belakang keluarga saya dulu yang nggak ada perhatian kali ya.
      Sampai-sampai di tahun 2000an saya masih polos berpikir, menikah mah modal cinta saja wakakakakak.

      Udah modal cinta, anaknya 2 pulak, ckckckckck

      Saya kadang minder merasa cupu sendiri, kalau baca atau liat di youtube, cewek-cewek ditanya, apa alasan pilih pasanganmu?

      1. baik
      2. sabar
      3 MAPAN!

      Ampun deh, saya cuman cari yang sabar aja, padahal sabarnya manusia ya gitu deh :D

      Hapus
  3. Menikah terlambat usia, well, seperti biasa pembahasannya selalu menarik kak rey....

    Tapi memang sih di sekitar kita sebenernya banyak sekali hal-hal sederhana yang menarik untuk dibahas, hal-hal yang umum terjadi di lingkungan, atau hal-hal tabu yang menjadi layak dan patut diperbincangkan...semuanya akan dikupas secara tajam.....setajam SILLLEEET....etetetted itu mah acara gosip tv sebelah kalik Mbul, hahaha...

    Ya, tapi emang bener sih, ide nulis itu sebenernya banyak, cuma ya, tinggal bagaimana blogger atau penulisnya saja yang berani atau tidak menuliskannya ke dalam bentuk opini dan bisa dibaca oleh umum karena akan tersimpan dalam bentuk search engine (yang mungkin saja akan menimbulkan aneka komentar dari berbagai kepala dan juga sudut pandang)... Dan Kak Rey, seperti biasa dirimu mah ga usah diragukan lagi, urusan beginian mah udah jagonya... Tulisannya gregetz sekali Kak Rey dan tentunya ga sekedar clickbait dong, hihi....

    Oke balik ke topik...

    Menikah terlambat usia. Kategori usianya sendiri untuk masing masing daerah sebenarnya lumayan beda-beda ya kak Rey. Kalau di desa-desa (tempat tinggalku dulu) usia 25 tahun uda dianggap telat. Umumnya paling pol dikejer kejer suruh ngenalin calon itu ya usia segitu. Sedangkan kalau di Jakarta atau kota besar lainnya, mungkin malah ga telat sama sekali, terbilangnya masih sangat muda, masih sangat bisa mengejar impian, bersenang-senang, atau pingin kasih ini itu dulu ke ortu bagi yang udah kerja, dll. Lah di desaku saja, dulu pas aku lulus SD, teman seangkatan udah ada yang dijodohin orang tua...ga tau dasarnya ada cinta atau ga, huhu...ya begitulah kadang di desa masih banyak sih kejadian pernikahan dini. Tapi kalau di era milenium kayak sekarang sih kayaknya udah jauh lebih berkurang...mungkin karena edukasi dari pihak terkait udah tersampaikan dengan tepat sasaran kali yes tentang pentingnya umur pernikahan yang sebaiknya jangan terlampau muda.

    Menikah terlambat usia, bisa jadi karena 2 hal. Sebenernya udah pengen banget tapi belum ketemu jodohnya. Atau belum pengen banget karena masih memprioritaskan hal lain yang sekiranya lebih urgent dalam skala prioritasnya. Masing-masing tentu punya pergulatannya sendiri-sendiri, terlebih jika lingkungan masih berpemikiran kolot.... tapi alangkah lebih baiknya jika menikah bukan sekedar perkara usia semata, tapi juga kesiapan mental sehingga di kemudian hari sudah tidak terlalu kaget dengan gambaran pernikahan yang sebenernya, karena menikah kan memang ke sananya bakal akan lebih complicated lagi, terlebih karena menyatukan 2 keluarga dari masing-masing pihak yang membutuhkan saling adaptasi (walaupun kalau mementingkan dari segi usia--terlebih yang memang menginginkan keturunan setelah menikah juga penting juga sih).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak mbul, kata teman saya, di Jakarta usia 40 belum menikah masih tenang-tenang saja karena sudah biasa disana.

      Hapus
    2. Sekarang banyak juga wanita yang mencari pria usia matang ya, yang sudah settle down karir dan hidupnya :D jadi nggak heran kalau banyak wanita usia 20 tahunan, tapi cari pasangan yang usia 30 tahunan atau rentang usianya di atas 5 tahun karena mungkin wanita jaman sekarang lebih realistis tujuannya (nggak mau dikasih cinta saja) :))

      That's why banyak pria yang sudah usia matang 30-40 tahun masih sendiri mungkin karena mau kejar karir dan mempersiapkan hati :D

      Hapus
    3. Etdah si Mbul, saya bacanya jadi kayak Fenny Rose juga hahahahaha.

      Dulu teman SD saya menikah cepat karena ortunya takut anaknya hamil duluan sih (dengar gosipnya gitu hahaha)
      Padahal ya kolot banget, temen-temen saya memang dulu masih kecil udah naksir-naksiran, makanya kalau udah pacaran gitu ortunya takut duluan :D

      Nah bener juga ya, banyak banget sekarang yang memilih mengatur hidupnya dulu, minimal udah punya modal sendiri buat nikah, bukan modal nekat doang hahahah

      Hapus
  4. Kalo disini kyknya udah gak terlalu tabuh lagi mba soal urusan telat nikah, apalagi yg emang berada di lingkungan ato punya ortu yang cara berpikirnya lebih modern. Kecuali ortu yg masih agak kolot, jadi tujuan anaknya nikah itu bukan karena usia tapi karena pengen punya kebebasan, bisa ngatur hidup sendiri, gak diatur2 orang2 tua melulu. Salah satu jalannya adalah menikah biar terbebas dari aturan yg lebih banyak bersebrangan dengan anak, dari tekanan batin, hingga kdrt. Kyknya saya dulu sempet mikir begitu, karena dulu juga gak terpikir sama sekali utk menikah, karena banyak contoh yang kurang baik dari hasil menikah itu sendiri. Meskipun endingnya, yah menikah juga 😂. Kalo di lingkungan temen2 kerja, saya termasuk pas lah usia nikahnya, tapi dilingkungan alumni SMA, justru banyak banget temn cewek yg blom nikah, pdhal usia2 mereka mah udah jauh dari angka 30, tp karena bnyk temen lain yg kawin cerai, jadi mungkin mikir2 ulang dulu, atau menguatkan mental dulu biar gak terjadi hal sama.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kawin cerai itu nggak asyik banget yak :D

      Udahlah kawin itu butuh biaya nggak sedikit, mendingan kan biayanya buat sesuatu yang lebih manfaat, kalau akhirnya kudu cere juga bahahahaha
      *kabooorrr

      Hapus
  5. Pendapat saya sih sederhana aja, terlambat menikah bagi sebagian wanita tergantung pilihannya masing-masing. Karena tiap-tiap manusia punya alasan tersendiri. Selama alasannya bisa diterima dengan baik, terlambat menikah bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan.

    BalasHapus
  6. saya ada Wanita terlambat nikah eh jodohnya sama teman saya yang usianya lebih muda, mudaan cowoknya, sepertinya karena sudah menemukan kecocokan saja

    BalasHapus
  7. Mba Reeeeeeey, huhu aku jleb banget baca postingan ini. Jujur aja aku yang lagi ada dalam kondisi ini banget. Umur udah mau kepala tiga, cuma belum nemu yang pas. Dulu pernah aku punya niat pengen nikah dengan harapan udah ngga perlu nanggung biaya hidup sendiri karena pengen suami yang nanggung. Tapi seiring berjalannya waktu, niatku itu ngga sepenuhnya baik karena itu justru akan bikin aku jadi bergantung ke suami. Duuh, gila sih Mba, kalau ingat dulu seberapa ngebetnya aku pengen nikah. Cuma sekarang udah ngga sengeri dulu. Sekarang aku sih pengennya nikah kalau emang udah nemu yang cocok aja, sama yang bisa diajak sukses dunia akhirat bareng. Aamiin. Semoga disegerakan deh ketemu jodohnya. Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangaaatttt, usia sesungguhnya bukanlah patokan, kesiapan mental dan tahu resiko bahwa menikah terlebih punya anak nanti akan sangat berbeda dengan saat single, itu yang utama :)

      Dan itu bukan hanya di satu orang, pasangannya juga.
      Aamiin, semoga segera diberikan jodoh yang terbaik, sebagai sahabat dunia akhirat hingga ke Jannah :)

      Hapus
  8. ada yang beranggapan belum menikah karena masih males untuk nikah, males ribet ngurusi anak-anaknya nanti dan masih belum siap untuk "terkekang" oleh kehidupan setelah nikah kayak nggak bisa bebas keluar sama sohib sohib

    terlambat menikah ya karena memang belum nemu yang klik, kalau misal dipaksa paksa untuk nikah sebenernya bisa aja, asal comot aja cowok entah dimana tanpa tau lebih dalam historynya

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihih betul banget Mbak, menikah itu bukanlah bercanda doang, apalagi kalau udah punya anak, semua jadi serba complicated :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)