Mengenal Dan Berdamai Dengan Postpartum Depression

pengalaman postpartum depression

Sharing By Rey - Pengalaman postpartum depression membuat saya mengenal sebuah grup FB bernama Mother Hope Indonesia.

Eh, lebih tepatnya dibilang dugaan gejala postpartum depression sih, karena sejujurnya itu hanya penilaian pribadi saya, dan belum sempat konsultasi di psikolog, apalagi psikiater.

Dari grup tersebutlah, saya mendapatkan info tentang event Mom Talk, Happy Mom Happy Kids yang diselenggarakan oleh Sparks yang bekerja sama dengan beberapa komunitas ibu-ibu seperti Mother Hope Indonesia dan Indonesia Babyweares, serta bertempat di Klaska Residence Marketing Galery, tanggal 16 Februari 2020 lalu.

apa itu postpartum depression
Ayo tebak, mana saya? clue matanya minus, makanya selalu duduk di depan :D

Lucky me, saya dapat kesempatan untuk bisa hadir saat itu, dan rasanya bakalan kurang, kalau saya nggak berbagi apa yang saya dapatkan hari itu.
Ye kan, blogger mah harus rajin berbagi, bukan sekadar hadir di event blogger berbayar doang baru mau ngeliput *eh, lol.


Tentang Mother Hope Indonesia Dan Cerita Dugaan Postpartum Depression


Saya belum tergolong lama bergabung di grup FB Mother Hope Indonesia, sekitar kurang lebih 4-5 bulanan kali ya.

Bermula dari curhatan saya di medsos, tentang sesuatu yang saya rasa sebagai masalah yang nggak bisa saya diamkan.
Saya merasa ada yang salah dengan diri saya, sejak si adik masih bayi.

Awalnya saya rasa semua baik-baik saja, saya berusaha untuk lebih cepat pulih, mengingat kami seorang diri saat melahirkan di RS.

Saya, suami dan si kakak, semua ke RS menemani saya melahirkan sesar terencana.
Jujur saya takut sesar, karena sesar pertama saya terasa bikin saya nyaris pengen mati saking sakitnya.

Tapi nggak ada jalan lain, nggak mungkin banget memaksakan lahiran normal, sementara pak suami kerja di proyek sering lembur, pun juga si kakak sekolah, dan nggak ada yang bisa dimintain tolong kalau saya lahiran tiba-tiba.

Jadinya menyiapkan mental buat sesar saja.
Lucky me, entah memang karena obatnya lebih bagus dari sesar awal, atau mungkin karena pikiran saya yang mendorong saya harus kebal sakit dan cepat pulih.

Ajaib, sekitar 30 jam pasca sesar, saya udah bisa bangun, jalan sendiri ke kamar mandi, mandi keramas, lalu nyusuin bayi!
OMG! padahal waktu anak pertama, saya jerit-jerit sampai 2 harian saking sakitnya pascar sesar, dan mandi di hari ke 10 pasca sesar, lol.

Demikian juga, saya pulang ke rumah dengan cepat, nggak ada jeda buat istrahat layaknya ibu habis melahirkan, dengan luka sesar yang masih basah, saya cuci baju anak-anak (pakai tangan), mengurus bayi seorang diri, jerit-jerit karena ternyata menyusui sungguh tidak semudah iklan di TV (anak pertama minum sufor).

Saya merasa hebat, rasanya jarang ada ibu habis lahiran sehebat saya.
Akan tetapi, baru semingguan, saya jadi lebih sering uring-uringan, dan kadang entah berhalusinasi atau gimana, saya selalu membayangkan bayi saya meninggal, penuh darah.

Tapi saya cuekin, meskipun sering merasa semakin aneh, ditambah sulit tidur nyenyak, emosi sungguh tidak terkendali, saat si bayi nangis sering saya bayangin mau lemparin dia ke dinding aja, bahkan saya pernah lempar beneran, untungnya sih ke kasur, hiks.

Saya pikir itu hanya karena saya super lelah.
Mengurus si bayi yang memang komplikasi juga, dia sering pup hingga lebih 10 kali sehari, bayangin aja bagaimana pegalnya bolak balik ganti popok dan cuci bajunya karena pupnya itu merembes dan tembus ke bajunya.

Belum lagi meladeni si kakak yang kaget punya adik, meskipun sebelumnya dah di-sounding berkali-kali. Ya ampun, saya sungguh jadi monster mom saat itu.

Di tengah kegilaan tersebut, saya berusaha menenangkan diri, dengan menulis di blog, scroll medsos, hingga akhirnya saya mendapatkan undangan event blogger yang membahas tentang baby blues dan postpartum depression di sebuah RS swasta di Surabaya.

Setelah itu, saya jadi curiga, jangan-jangan saya memang kena baby blues, dan berlanjut dengan postpartum depression.

Saya tuliskan uneg-uneg tersebut di blog, share di medsos, (tentang hal ini, mohon jangan dicontek sembarang orang, butuh mental yang kuat untuk menghadapi reaksi netizen terhadap keluhan kita di medsos yang terbuka untuk umum, karena you know-lah, netizen mah, merasa nggak lengkap kalau nggak men-judge orang lain, saya beruntung bisa aman dari itu, karena lingkar pertemanan saya lebih cerdas dan mungkin juga sungkan sama saya).

Sehingga saya dapat banyak banget masukan dan support, khususnya dari teman-teman blogger yang memang punya banyak ilmu tentang hal-hal demikian karena sering meliput di event blogger.

Saat itulah saya kenal grup Mother Hope Indonesia, dan mulai bergabung di dalamnya.

Komunitas Mother Hope Indonesia, didirikan oleh Mbak Nur Yana Yirah, seorang pejuang postpartum depression juga.
Pengalaman pribadinya yang membuatnya nyaris bunuh diri bersama anaknya, menggerakannya untuk membuat komunitas tersebut.

Dan karenanya, hingga saat ini, ada banyak banget ibu-ibu yang merasa terbantukan setidaknya bisa curhat tanpa di-judge di grup tersebut.

Bukan hanya memberikan kesempatan untuk curhat dan berbagi solusi, di grup tersebut juga diedukasi tentang kesehatan mental seorang ibu, serta langkah-langkah yang harus diambil, seperti mengunjungi psikolog ataupun psikiater.

Buat saya pribadi, selain menentramkan, mengingatkan saya untuk selalu bersyukur saat membaca keluhan teman-teman lainnya, saya juga dapat banyak ilmu di sana.
Karenanya, saya tetap bertahan di grup tersebut hingga kini.


Mengenal Dan Berdamai Dengan Postpartum Depression, Oleh dr Aimee Nugroho, SpKJ


Demikianlah, hari Minggu, tanggal 16 Februari 2020 kemarin merupakan hari yang indah buat saya, karena saya bisa me time berfaedah dengan datang ke event Mom Talk di Klaska Residence.

Saya namakan me time berfaedah karena ternyata kalau datang ke event umum gitu beda banget dengan event blogger.
Karena tanpa tugas sama sekali, nggak perlu kejar-kejaran live tweet atau upload IG yang mana mikirin caption itu bikin puyeng juga, sementara harus berbagi perhatian akan materi yang dibawakan.

Kemaren, saya bisa lebih tenang, bisa nambah kenalan dengan peserta dari komunitas Surabaya Babywearers bernama Riska, juga bisa menikmati semua materinya dengan baik, karena fokus.

cerita postpartum depression
Teman baru dari komunitas Surabaya Babywears

Acaranya dimulai pukul 16.30, dengan perkenalan tentang komunitas Mother Hope Indonesia yang diwakili oleh Mbak Steffi Ria Cahyono.

komunitas mother hope indonesia
Emak Lyfe! Mbak Steffi Ria Cahyono


Lalu dilanjutkan dengan sharing dari pejuang postpartum depression, Mbak Yohana Maria Habsari dari komunitas Surabaya Babywearers, yang keren banget.

cerita sembuh dari postpartum depression
Mbak Yohana Maria Habsari

Datang sambil menggendong anaknya dan tangan lainnya memperagakan kisahnya dengan bantuan alat peraga, next saya tulis dalam satu artikel deh tentang hal ini, biar lebih nyampe inspirasinya kepada kita semua.

Lalu akhirnya, masuk ke tema utama, membahas masalah 'Berdamai dengan postpartum depression' oleh dr. Aimee Nugroho, SpKJ.


Tahu nggak sih, sebijaknya kita tidak perlu merasa malu dan takut untuk menyadari atau mengenali diri serta mengakui kalau kita terserang postpartum depression.
Karena 1 di antara 5 ibu mengalami postpartum depression, dan itu masih manusiawi.

mengatasi postpartum depression

Dan tahu juga nggak sih, 20% kematian ibu di zaman sekarang itu disebabkan oleh bunuh diri.
Serem kan ya.

Karenanya edukasi tentang postpartum depression itu penting, bukan hanya untuk para ibu, namun juga kepada para ayah, karena ayah atau suami adalah support terbesar seorang istri.

Adapun beberapa penyebab postpartum depression atau PPD adalah :


  • Perubahan hormon.

Setelah melahirkan, berbagai hormon pada ibu akan turun dengan drastis, hal ini tentu saja mempengaruhi mood seorang ibu.
Hormon estrogen, progesteron, hingga Tyroid menurun, hal ini mengakibatkan tekanan darah dan imunitas tubuh serta metabolisme terganggu. 
Makanya, jangan heran kalau liat ibu habis lahiran agak sensitif, selain masih sakit, pun juga moodnya belum labil.
Nggak usah manusia ya, coba aja ganggu kucing atau ayam sehabis melahirkan eh bertelur. Dijamin kita bakal dikejar tanpa ampun, lol.
Makanya, kalau jenguk orang habis melahirkan, bawain kado juga buat ibunya ya, jangan anaknya doang, dan tahan mulut, nggak boleh asal nyablak, lol.

  • Stres akan perubahan baru pada hidup 

Bukan hanya pada anak pertama, saya malah kena gejala baby blues itu di saat melahirkan anak kedua, anak pertama malah aman-aman saja tuh, karena saya menikmati semuanya, termasuk rasa sakit, memberi toleransi untuk tubuh merasa sakit, menangis dan segalanya.
Di anak kedua, saya memaksa diri jadi wonder woman, padahal ya saya woman doang, lol.
Yang baru punya anak, awalnya bisa tidur nyenyak, sekarang kebangun melulu ama tangisan anak, bahkan hal sepele aja, biasanya bisa pakai baju lucu ke mana-mana, setelah punya anak dan kudu menyusui, say babay sementara deh ama baju lucu, harus pakai baju yang ada akses baju menyusui dengan mudah.
Makanya para suami, beliin baju menyusui kekinian buat istrinya ya, biar mereka bisa menyusui dengan bahagia dan bebas PPD.

  • Isolasi

Siapa yang habis lahiran dilarang ke mana-mana selama 40 harian? tentu bukan saya banget. saya mah  hari pasca lahiran udah keluyuran ke McD bawa bayi merah *kaboorrr.
Etapi, itu bisa terjadi karena saya sendirian di rumah, nggak ada mama saya atau ibu mertua saya, jadi sisi positifnya nggak ada deh yang namanya kudu patuh sama mitos.
Meskipun, sebenarnya mitos itu diciptakan dengan alasan yang masuk akal juga sebagian, tapi kadang isolasi seperti itu membuat ibu sehabis melahirkan jadi depresi.
Belum lagi aturan lain, kudu minum jamu, pakai korset biar perutnya bisa balik, jaga pola makan biar nggak gendut.
Etdaaah, sementara memulihkan sakitnya habis melahirkan aja udah rempong, masih ditambah dengan berbagai aturan seperti itu.

  • Kurang tidur

Ya gitu deh, kudu terbangun setiap saat, kalau ada yang bantuin sih mungkin nggak masalah, minimal anak tidur, saya ikutan tidur.
Lah, tapi kalau dalam posisi saya tanpa ada yang bantuin, kalau saya tidur, terus siapa coba yang cuci baju, panasin makanan dan semacamnya itu?
Alhasil yang namanya kurang tidur selalu mewarnai hari-hari saya, dan saya yakin dialami juga oleh banyak ibu lainnya.

  • Lelah

Ini mah penyebab utama baby blues dan postpartum depression yang saya curigai mengenai saya. 

Dan saya rasa, bukan hanya saya, banyak ibu-ibu di luaran sana, yang nggak seberuntung lainnya, bisa punya keluarga yang bantuin, bisa punya suster atau minimal ART, hingga harus berjuang mengerjakan semuanya seorang diri.

Sedangkan beberapa gejala postpartum depression atau PPD adalah :


  • Mood swing

Wanita, saat PMS aja mood swing-nya parah, apalagi setelah melahirkan dan terkena baby blues hingga PPD. Suami saya bahkan dengan tanpa dosa berkata,
"Mami loh sekarang berubah, nggak kayak biasanya!"

Lalu saya benarkan,
"Ya makanya nanya dong, mengapa saya berubah, jangan kasih pernyataan, kasih pertanyaan!" *Rey sewot! lol.

  • Mudah sedih / menangis

Kalau saya sih lebih ke level baper bertambah, lalu berpikir negatif, kayak bayi meninggal dan semacamnya, lalu sedih dan nangis sendiri.

  • Mudah marah

Btw saya jadi mikir, itu induk ayam galak amat saat habis bertelur, apa dia terkena PPD kali ya? lol.

  • Imsomnia
  • Menarik diri dari pergaulan
  • Cemas
  • Merasa bersalah
  • Merasa tidak berguna
  • Ingin mati / bunuh diri


Makanya, jika mengalami hal-hal di atas, selepas melahirkan, jangan diam saja ya, komunikasikan pada pasangan, atau orang terdekat, kalau perlu segera ke psikolog atau ke psikiater.

Para ayah juga jangan hanya jadi ayah siaga jaga anak, siaga juga dong dengan kesehatan mental ibu, ibu itu ibarat inang bagi semuanya, kalau inangnya bermasalah, bisa bayangkan semuanya ikut berdampak, khususnya anak.

Postpartum depression atau PPD, akan beresiko terhadap, yaitu : 

  • Ibu usia muda

Meskipun kadang di usia matangpun belum tentu terlepas dari kagoknya menjadi ibu, tapi menjadi ibu dalam usia muda itu lebih beresiko terkena baby blues dan postpartum depression.

  • Bayi berat lahir rendah

Saya sering baca kisah teman-teman yang mengalami kelahiran bayi dengan BBLR atau bayi berat lahir rendah, tentunya hal itu akan mempengaruhi cara menguruskan, akan lebih banyak menguras tenaga dan perhatian ketimbang bayi yang lahir dengan berat normal.
Saya rasa hal ini termasuk masalah bayi lainnya, seperti bayi kuning, frekwensi poop yang tidak wajar,  dan semacamnya.
Makanya moms, siapin mental sebelum jadi ibu, punya bayi itu nggak cuman gemes-gemesnya doang, ngurusnya rempong, lol

  • Pernah mengalami depresi atau cemas sebelumnya

Orang yang pernah punya riwayat depresi sebelumnya juga rentan mempengaruhi terserangnya PPD atau baby blues.

  • Kurangnya support emosional dari pasangan atau keluarga

Sebenarnya, kebanyakan istri tidak berharap punya suami kayak wonder man gitu, semua dikerjakan sendirian.
Bisa dimulai dengan hal yang sederhana, memeluknya setiap saat, memberikannya energi positif, atau sekadar menemani begadang saat menyusui.
Dulu saya sebal banget, saat harus menggigit kain saking sakitnya puting lecet menyusui si bayi, sementara pak suami dengan dengkurannya yang keras cuek aja nggak terganggu dengan jeritan saya, ckckckck.

  • Hubungan KDRT

Sering mengalami KDRT juga bisa memicu PPD, so pastikan jangan jadi pasangan toxic ya para ayah!

  • Masalah finansial

Kadang saya berpikir, masalah utama kena PPD itu karena finansial, iya juga sih, karena menurut survey, PPD lebih banyak menyerang keluarga dengan ekonomi rendah. Ye kan,  mungkin juga karena jadinya lelah harus mengurusin semua seorang diri.

  • Pribadi yang perfeksionis

Hihihi ini mah tidak asing, saya banget.
Ada gitu ya, orang baru 2 hari pasca lahiran, sampai rumah langsung bongkar tas dari RS dan masukin baju ke mesin cuci, kek nggak ada hari esok aja, lololol.
Menjadi pribadi yang perfeksionis itu bahkan melelahkan saat keadaan normal, apalagi selepas melahirkan.

mom talk, happy mom happy kids


Postpartum depression sebaiknya jangan dibiarkan, karena jika parah akan berkembang menjadi  psikosis postpartum yang biasanya ditandai dengan beberapa gejala, :


  • Halusinasi
  • Delusi (paranoid)
  • Gelisah / cemas
  • Bingung / disorientasi
  • Ingin bunuh diri
  • Perilaku aneh
  • Tidak mau makan
  • Pikiran ingin membunuh bayi


Lalu bagaimana sih cara menghindari dan mengatasi postpartum depression?
Ada beberapa cara, di antaranya :

  • Memenuhi nutrisi ibu pasca melahirkan.

Selepas melahirkan, ibu tetap butuh nutrisi penting seperti asam folat, zat besi, vitamin D, Selenium, Zinc, Magnesium dan Omega 3

  • Mengatasi dengan beberapa cara seperti : 

Lakukan bonding dengan bayi, meminta bantuan orang lain karena kita bukan wonder woman yang di film-film, speak up, bergaul, self love, olahraga pagi, meditasi dan yang paling penting adalah me time.


Tentang dr, Aimee Nugroho, SpKJ


dr. Aimee Nugroho, SpKJ adalah seorang psikiater yang saat ini berpraktik di National Hospital, Surabaya.

Lahir di Surabaya, 25 Maret 1985 dan menjalani pendidikan formal di Osborne High School USA hingga tahun 2003.

dr aimee nugroho spkj
Bersama dr. Aimee yang humble
Pada tahun 2003 - 2009, menjalani pendidikan dokter umum pada Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya.
Dan melanjutkan pendidikan spesialis kedokteran jiwa FK Unair di tahun 2011-2015


Selain itu, dr Aimee juga pernah mengikuti beberapa training yang mendukung profesinya, seperti :

  • Hypnotherapy IBH
  • Medical Hypnosis
  • Emotion Focuses Family Therapy
  • Eye movement and desensitization reprocessing
  • Psikoterapi Psikodinamik

Selain menjadi psikiater, dr. Aimee juga aktif di berbagai acara baik di media radio maupun televisi, penulis buku 'Lebih Dekat Dengan Skizofrenia' juga menjadi founder dari sebuah website mentis.co.id yang dibuat sebagai sarana untuk mengedukasi masyarakat tentang kesehatan jiwa.

Btw, nggak cuman cantik, pribadinya pun humble banget dong.


Demikianlah sharing ilmu yang saya dapatkan di event Mom Talk Happy Mom Happy Kids Minggu kemarin, sebenarnya masih ada beberapa materi penting yang penting banget buat di-share .
Tapi demi kenyamanan pembaca, bakal saya pisahkan di artikel selanjutnya di tema #RabuParenting minggu depan.

cara menyembuhkan postpartum depression


Semoga, sharing ilmu ini bisa bermanfaat bagi kita semua, untuk lebih peduli dengan kesehatan mental, khususnya postpartum depression.

Mari kenali, lalu berdamai dengan postpartum depression, agar tercipta happy mom happy kids.


Sidoarjo, 19 Februari 2020

@reyneraea untuk #RabuParenting

Sumber :

  • Pengalaman pribadi
  • Materi seminar oleh dr. Aimee Nugroho, SpKJ 
Gambar : dokumen pribadi

35 komentar :

  1. Saya 40 hari gak boleh kemana-mana mbak hahaha rasanya kayak dipingit. Tapi alhamdulillah karena saya tinggal dekat dengan keluarga saya rasa masih aman dari gejala ini, dan mudah-mudahan dengan membaca ini ibu-ibu yang sedang mengalami juga mulai tercerahkan dan mampu mengatasi masalah mereka

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah sebenarnya bukan karena dikurungnya ya, tapi karena supportnya kali ya.
      Meski di kurung tapi ditemanin, diajak seseruan, bebas melakukan apa yang diinginkan meski dalam rumah, saya rasa nggak bakal stres hihihi

      Hapus
  2. Saya kenal istilah PPD dulu malah sebelum nikah, baca buku yang ditulis oleh artis luar negeri (lupa namanya). Pas udah nikah, lalu melahirkan malah udah lupa sama kisah di buku itu.

    Kalau dikomentarin netizen, yang nggak pernah ketemu, woles aja mbak. Yang nyebelin tuh kalau punya teman di dunia nyata, sering ketemu dan segala hal dikomentarinya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, Alhamdulillah udah lebih terlatih mah mentalnya.
      Sampai saat ini, hanya 1 orang yang bisa bikin saya baper, yaitu paksu hahahaha

      Hapus
  3. Saya hingga saat ini masih suka 'dingin' leher bagian belakang kalau dengar proses melahirkan yg perjuangannya panjang.

    Seorang ibu setelah melahirkan itu perjuangannya beda-beda, tapi support dari orang-orang terdekat sangat2 diperlukan.

    Komentar mereka2 di dunia maya yg hanya lihat dr layar hp jangan diambil hati.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mba, support orang terdekat paling penting :)

      Hapus
  4. dulu aku stres abnget sudah jauh dari keluarga dan suamiku juga sama2 gak negrti jadi rasanay sendiri, hanay bisa nangis

    BalasHapus
  5. Wah asyik ya Mbak bisa hadir di event ini. Saya liat juga di grup MHP, coba kalau dekat pengen juga hadir, hehe. Tapi syukur ya Mbak bisa mengetahui PPD ini langsung dari ahlinya. Dan syukur pula masa2 mencekam itu bisa terlewati. Btw berarti ibu nggak boleh keluar selama 40 hari paska melahirkan itu cuma mitos ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. MHI kah Mba? MHP apaan Mba?

      Alhamdulillah saya bisa self healing dengan menulis Mba.
      Btw ga boleh keluar pasca 40 hari memang mitos, tapi juga ada positifnya sih, karena bayi di bawah usia segitu amat sangat rentan, imunisasinya aja belum lengkap, sementara virus zaman now makin serem-serem.

      Pun juga, ibu habis lahiran dilarang keluyuran dulu BIAR BISA ISTRAHAT sebenarnya, kenyataannya nggak semua orang bisa istrahat dengan bener hihihi :)

      Hapus
    2. Mother HoPe Mbak, duh keliru ya. Haha. Padahal udah baca tulisan di atas dan gabung di grup ini juga tapi nggak terlalu perhatikan singkatannya karena yang terlintas di pikiran saya Mother Hope saja lupa Indonesia-nya. Ups! Makasih sudah diluruskan.

      Atau mungkin lebih tepatnya disebut pamali aja kali ya Mbak. Soalnya kalau orang tua kita dulu sering menggunakan istilah ini karena ada maksud /tujuan baiknya cuma mereka nggak punya penjelasan ilmiahnya. Seperti larangan keluar selama 40 hari yang efek positifnya seperti yang Mbak sudah jelaskan di atas.

      Haha iya sekalipun di rumah, nggak ada istirahatnya. Saya jadi ingat waktu habis lahiran anak pertama cuma tinggal di rumah dan nggak kerjain apa2 karena dilarang sama orang tua. Jadi kerjaan saya paling cuma menyusui saja tapi meski cuma menyusui doang badan pegalnya minta ampun (karena waktu itu masih kaku da belum menemukan posisi yang tepat) belum lagi selama lebih dari 40 hari itu tiap malamnya saya harus begadang.

      *eh ini kok jadi kebabalasan curcol, hehe

      Hapus
    3. Hahahaha, tapi kan asyik kalau ada yang bantuin :D
      Saya anak pertama ada mama saya, tapi nggak aneh-aneh karena beliau juga nakes sih :D

      Hapus
  6. Senang ya mbak klo bs berbagi dan mulai mengatasi ppd nya...
    Terus semangat ya mbak Rey

    BalasHapus
  7. Makasih banget sharingnya Mbak. Ilmu baru nih buat persiapan lahiran sang istri beberapa bulan lagi. Semoga saya bisa support full istri biar gak terkena baby blues dan ppd.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, saya senang kalau ilmu-ilmu gini bisa menarik perhatian para suami, semoga lancar ya, dan istrinya tetap sehat dan bahagia :)

      Hapus
  8. Sharing kali ini bermanfaat banget untuk para wanita mba, karena bisa lebih aware dengan kesehatan jiwa ~ beberapa teman saya juga mengalami PPD atau baby blues setelah melahirkan, bahkan ada yang sampai nggak mau ketemu anaknya beberapa hari dan terus teriak-teriak saat suaminya pergi ke luar. Katanya seperti takut kalau ditinggal suami jadi suami harus menempel terus dengan teman saya :<

    PPD / baby blues itu butuh banget support dari orang-orang sekitar, dan peran suami juga nggak kalah pentingnya. Semoga dengan tulisan mba kali ini, semakin banyak yang aware soal betapa pentingnya untuk menjaga kesehatan jiwa, dan apabila memang terkena PPD / baby blues, kita harus treatment itu dengan baik dan benar ~ <3

    BalasHapus
    Balasan
    1. banyak banget ya kejadian gitu, sedihnya malah dibilang kurang iman :(

      Hapus
  9. Terinakasih untuk informasi dr artikel ini. Sangat berharga sekali.

    Saya seseorang yg sebentar lagi akan menikah. Tapi saya selalu merasa takut melahirkan. Baik itu normal maupun caesar. Saya sempat punya oemikiran pengen punya anaknya satu ajah biar sekali aja ngerasain sakitnya. Kadang calon suami saya menganggap saya lebay. Karena toh pada akhirnya semua wanita sehat akan melahirkan begitu katanya. Dan hal itu terkadang menjadi sebuah pertengkaran kecil. Saat ini Saya berharap semoga kekhawatiran saya segera membaik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah kudu dibicarakan dengan serius dulu itu Mba, jangan sampai jadi masalah di kemudian hari.
      Visi dan misi pernikahan itu penting.
      Demikian juga menyamakan persepsi, menyetujui batas toleransi.
      Semangat ya :)

      Hapus
  10. Alhamdullilah sekarang banyak solusi postpartum depression
    Dulu hanya dianggap dan gila

    BalasHapus
  11. Salut sama mba Rey... Memang butuh mental yg kuat utk berbagi di medsos perihal pribadi kita ya mba, and you did it!
    Saya dulu pernah dalam fase trauma hamil karena satu dan lain hal. Entahlah diagnosisnya apa utk kasus sy. Tp alhamdulillah, sy menemukan lingkaran pertemanan yg positif diluar tempat tinggal saya.
    Btw, ulasannya lengkap, dituturkan base on true story, dan dilengkapi sisi ilmiah dari pakarnya. Thanks for share ya mbak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe banget Mba, Alhamdulillah ya kalau selalu dikelilingi lingkar pertemanan yang positif, itu support luar biasa :)

      Hapus
  12. Woww, woowww ku mencelosss banget pas bacanyaaa
    jadi ibu emang TIDAK PERNAH MUDAH ya Mbaaa
    setiap fase pasti ada masa2 challenging-nya.
    Semangaaattt!!
    Makasi banget nih artikelnya, super duper berfaedah, detiill banget padahal bukan event job blogger yak :)))

    BalasHapus
  13. Ngomongin postpartum depression rasanya selalu bikin sedih. Efeknya banyak yang tak terkira. Tapi aku ngerti seperti apa rasanya. Makanya para ibu yang baru melahirkan butuh dukungan. Aku dulu pun mengalami hal yang mirip. Gak tahu PPD atau cuma baby blues aja. Untungnya suami dan keluarga banyak yang kasih support. Jadinya gak berlarut-larut. :((

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang ya keluarga yang pengertian itu rezeki priceless :)

      Hapus
  14. Masya Allah, aku tidak sendiri ternyata. Aku ngalamin juga semua itu. Tetapi aku yang anak pertama ngalamin PPDnya. Panjaang ampek 2 tahunan, aku berusaha melawan smeuanya sendiri.

    Kalo yang sama di bagian, usai secar gak ngalamin sakit, udah bisa duduk, bisa jalan, bisa gerak bebas, ampek perawatnya bolak balik nabokin, "abis secar kok kayak gak ngerasain apa apa." Katanya. Tetangga satu kamar ama suaminya dibanding-bandingin ngan aku. Alhamdulillah juga gak ngalamin baby blues, gak PPD. Mungkin karena usai lahiran banyak temennya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang gak sakit gak ngalamin baby blus dan PPD kelahiran anak kedua.

      Hapus
    2. Huhuhu, Alhamdulillah telah berlalu ya Mba, itu menyedihkan dan tidak mudah loh :(

      Hapus
  15. Saya kena baby blues pada anak kedua. Penyebab utama sepertinya masalah ekonomi dan kelelahan. Beruntung saya dikelilingi keluarga luar biasa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget tuh Mba, penyebab utama PPD dan baby blues itu ekonomi, sehingga berujung kelelahan :(

      Hapus
  16. Sbg suami saya hatus tau juga dong ya,
    Postpartum Depression. Tar persiapan kl dapat rizki anak hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah penting banget dipahami para suami sebenarnya ketimbang istri sendiri :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)