Kenangan Pasar Turi di Tahun 2000an

Kenangan Pasar Turi di Tahun 2000an

Sharing By Rey - Pasar Turi di tahun 2000an ini tercetuskan di benak saya untuk dibahas, ketika Sabtu lalu saya membahas The Oldest Thing, yaitu salah satunya sebuah wajan yang saya beli di Pasar Turi Surabaya, pada tahun 2000.

Udah lama banget dong ya, udah mau 21 tahun.
Dan itu sukses membuat saya tersadar, kalau saya udah tuw eh senior juga, hahaha.

Pun juga hal tersebut membuat saya menyadari, betapa sudah banyak yang berubah dari kehidupan ini, bahkan hanya dalam menilik sebuah pasar sensasional macam pasar Turi, yang di tahun 2000an dulu, amatlah sangat terkenal.


Kenangan Bersama Pasar Turi


Dahulu, pertama kali mengenal pasar Turi karena salah satu sahabat saya ketika kuliah, Nila.
Dia adalah satu-satunya teman kuliah perempuan yang berasal dari Surabaya.

Karenanya, sudah dipastikan, pengetahuannya tentang banyak lokasi di Surabaya jauh lebih banyak.
Bukan hanya itu, Nila adalah satu-satunya sahabat saya, yang mengajari saya blakrak alias keluyuran di Surabaya pertama kalinya.

Kenangan Bersama Pasar Turi
Source: pinterest

Bermula kenalan saat Mabidama (Masa Pembinaan Dasar Mahasiswa), membuat kami yang memang sekelas cuman 6 orang perempuan, jadi lebih akrab.
Nila juga sering main ke kos saya, karena rumahnya lumayan jauh dari kampus.

Dan karena sering main itulah, dia akhirnya mau mengantarkan saya ke mana-mana, membeli keperluan kos, atau sekadar menemani saya yang selalu saja kebagian cariin pesanan kakak atau tante saya, terlebih menjelang lebaran.

Ye kan, dulu tuh di Buton masih belum semaju sekarang, belum ada Matahari dan mall.
Jadinya fashion masih sangat terbatas, karenanya setiap lebaran, mereka selalu nyuruh saya nyari baju atau perlengkapan lebaran, dan kesalnya, ada noted-nya pula, yaitu..
"Jangan yang mahal ya, Rey! Di sana kan murah-murah"
Etdah, murah pegimana?
Padahal saya sudah membayangkan bakalan keliling Ramayana atau Matahari di THR Mall Surabaya (sekarang jadi Hi-Tech Mall).
 
Tapi mengingat embel-embel 'harus murah' itu, maka dengan penuh rayuan, berangkatlah saya dengan Nila ke pasar Turi.

Kami naik angkot yang namanya Lyn O, dari daerah jalan Arif Rahman Hakim, kalau nggak salah kudu ke terminal Bratang dulu deh, dan dulu tuh ongkosnya nggak sampai seribu rupiah deh, kalau nggak salah.
Kami turun di samping Tugu Pahlawan, dan berjalan masuk menuju pasar Turi yang di maksud. 

Sampai di sana? jika bareng Nila hal pertama yang kami lakukan adalah....
Nyari toilet!
Hahaha.

Atuh mah, sahabat saya itu sukanya beser mulu, nggak tahan kalau jauh-jauh dari toilet.
Setelah itu biasanya kami mulai mempersiapkan diri, menempuh lautan manusia di Pasar Turi tersebut.

Oh ya, ada alasan kuat juga mengapa saya mengajak Nila ke Pasar Turi, karena dia bisa bahasa Surabaya dan bisa nawar pakai bahasa Surabaya, sementara dulu, saya sama sekali blank dengan bahasa Surabaya, hahaha.

Kami lalu berkeliling, menaiki tangga demi tangganya yang kadang bau pesing.
Yang saya sukai di pasar Turi dulunya adalah, karena eskalatornya pelan saking udah tua dan keberatan beban yang menaikinya kayaknya, hahaha.

Oh ya, FYI, pertama kali saya injak eskalator ya di Surabaya, hahaha *katrok!
Jadi, waktu itu saya masih kagok banget kalau lewat eskalator, that's why saya senang kalau nemu eskalator yang pelan.

Eh, memangnya sekarang udah lancar ya lewat di eskalator, Rey?
Kagak sih, sama aja, saya selalu kagok dan takut lewat eskalator, hahaha.

Pasar Turi di zaman dulu
Source: surabayastory.com

Biasanya, kami membeli baju, perlengkapan kos seperti piring, mangkuk, atau perlengkapan plastik, baju dan lainnya.
Tentu saja dengan melalui tawar menawar yang mengandalkan si Nila.

Hanya sekali aja kami beli sesuatu di pasar Turi tanpa nawar alot, yaitu ketika saya datang bersama kakak saya buat beli wajan imut hahaha.

Setelah bermandi peluh desak-desakan dengan memegang tas kami dengan cermat agar nggak kecopetan, kami biasanya turun ke bawah dan saya cuman melihat Nila membeli es teh dalam plastik serta gorengan yang dijual di sana.

Btw, si Nila juga nih yang ngajarin saya untuk nggak jijik makan di pinggiran, termasuk makan gorengan tanpa ditutup gitu, meskipun butuh waktu yang lama baru saya bisa menyesuaikan, dan nggak bertahan lama, hahaha.

Setelah puas minum es teh dan makan gorengan, kamipun pulang.
Nah pulang ini nih yang sungguh menantang, karena nungguin angkot yang melewati kembali tempat kos saya tuh sulit.
Terpaksa deh, mau nggak mau kudu ganti angkot.


Sejarah Pasar Turi


Sayangnya saya belum menemukan sejarah yang benar-benar terpercaya mengenai awal mula berdirinya pasar Turi ini.

Sejarah Pasar Turi
Source: surabayastory.com

Namun, mengutip dari merdeka dot com, awal mula kemunculan pasar Turi ini, di mulai dari dari kisah pelarian Raden Wijaya, yang mana diburu oleh pasukan Jayakatwang, Raja Kediri, ketika Kerajaan Singosari telah dihancurkan. 

Raden Wijaya beserta pengikutnya, berlari menuju utara dan hendak bersembunyi ke pulau Mdura, dan diperkirakan terjadi di tahun 1292.

Ketika sampai di Desa Kudadu, Raden Wijaya dan pengikutnya diantar penduduk ke pangkalan perahu di Pejingan. Lalu, dengan melalui Kali Krembangan, mereka bersiap akan berlayar menuju Madura. Dan sejak saat itulah, Pejingan berganti nama Datar, yang artinya tempat berangkatnya sang buron.

Dari nama Datar, berganti menjadi Padatar, lalu kemudian menjadi Padatari, yang akhirnya banyak dikunjungi orang hanya untuk bertukar barang, seperti pasar. 
Hampir semua orang berdatangan dan berkumpul melakukan sistem barter di tempat tersebut, baik orang dari Madura, Sidoarjo maupun dari Gresik.

Karena menjadi pusat perdagangan, lama kelamaan nama Padatari diganti menjadi Pasar Turi, dan lalu tersohor hingga ke pelosok-pelosok daerah. 
Sejak saat itulah, pasar Turi, dikenal sebagai pusat perdagangan buah dan hasil pertanian lainnya.

Lalu tibalah masa penjajahan Belanda.
Sejak saat itu, lokasi di sekitar Pasar Turi, dibangun gedung-gedung perniagaan, yang hingga sekitaran Jembatan Merah. 

Kemudian saat Jepang berkuasa, Pasar Turi menjadi pusat perdagangan barang bekas. 
Karenanya, banyak toko di Surabaya yang gulung tikar, dan tak ada barang baru yang dijual, terganti oleh barang loakan.

Saat itu, orang-orang kaya, yang tinggal dan menjadi warga Jalan Darmo, banyak yang menjadi pengangguran, dan karenanya, mereka terpaksa menjual barang-barangnya ke tukang rombeng (loak), yang kemudian menjualnya kembali di Pasar Turi.

Sejak tahun 1942 hingga tahun 1945, Pasar Turi dikenal sebagai pasar loak. 
Lalu di tahun 1950, pertama kalinya Pasar Turi terbakar dengan hebatnya.

Setelah itu, berkali-kali pasar Turi mengalami kebakaran, lalu berjaya lagi, dengan berganti-ganti barang yang dijajakan di sana.
Hingga akhirnya bangunannya pun berkali di bangun pasca kebakaran dan tentunya semakin baik lagi.

Hingga terakhir kalinya terbakar hebat di tahun 2012 silam, di mana waktu itu sudah masa pemerintahan Ibu Risma.

Sejak saat itu, Pasar Turi semacam enggan berjaya seperti dulu lagi, atau mungkin memang karena saingannya sudah begitu banyak.

Pasar Turi di tahun 2000
Source: pinterest

Dan sayapun, terakhir ke pasar Turi tuh sepertinya sebelum nikah dulu, dan udah belasan tahun lalu dong.
Entahlah sekarang pasar turi seperti apa.

pasar Turi sekarang

Yang jelas, pasar Turi selalu menempati kenangan di hati saya, meski itu pasar Turi di tahun 2000an.
Ketika wajahnya masih begitu kumuh, penuh dengan lautan manusia dan jadi jujugan hampir semua golongan.

Bukan hanya terkenal bagi orang Surabaya saja, bahkan orang di Jawa Timur lainnya, hingga luar Pulau, begitu mengingat Pasar Turi yang memang penuh kenangan.

Demikianlah.
Siapa nih yang pernah ke Pasar Turi di tahun 2000an? 

Sidoarjo, 16 Januari 2021

Sumber :
  • Pengalaman pribadi
  • https://www.merdeka.com/peristiwa/menengok-sejarah-pasar-turi-hingga-5-kali-terbakar-syarat-konflik.html diakses Januari 2021
Gambar: berbagai sumber dan Canva edit by Rey

14 komentar :

  1. Aku belum pernah sama sekali ke Pasar Turi, Mbak. Kalau dulu kakak iparku sering banget ke pasar Turi karena dulu kakak iparku kerjanya di Surabaya. Aku pun kalau ke mall harus naik angkot dan bus Trans Semarang. Karena di Kendal belum ada mall.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaahh taun berapa tuh?
      Sekarang kayaknya pasar turi udah lebih nyaman, cuman saya belom pernah lagi ke sana :)

      Hapus
  2. Sama seperti Kak Siti Farida, saya juga belum keturutan main-main ke Pasar Turi, paling jauh itu ke PGS dan astaga... itu bahkan menurut saya pasar yang paling rame yang pernah saya kunjungi. Meskipun namanya PGS, tapi belum bisa dibilang lengkap juga. Kayaknya kalau butuh cari barang-barang yang agak susah diketemuinnya mending sekalian ke Pasar Turi ya (walaupun dari sini harus naik bus dari Bungurasih dulu sepertinya).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaahhh PGS itu depannya pasar Turi kan :D
      Betoolll sekali!
      PGS, apalagi bulan puasa, ogaaahhh seogah-ogahnya saya ke sana, even mau parkir masuk dan keluar dong macet.

      Dan benerrr, nggak lengkap juga.
      Cuman memang kata beberapa orang agak miring harganya, meskipun kata saya ya sama aja sih :D

      Udah lama banget saya nggak pernah cari barang kek di PGS gitu deh :D

      Hapus
  3. saya juga mulai TK udah kenal pasar turi sama pasar atom plus tunjungan dari cerita sodara mbak
    tapi kalau masuk pasarnya saya belum pernah hahahah
    seringnya malah naik kereta di stasiunnya
    sama naik kereta yang masuk di lorong pasar turinya (KRD Bojonegoro kalau ga salah)
    iya ini jadi pusat perbelanjaan terbesar juga
    saya seringnya ke DTC aka Pasar Wonokromo soalnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waahhh DTC juga sebenarnya udah lengkap, hampir sama kek pasar Turi :D
      Apalagi sekarang kan udah ada tempat yang nyamannya di atas, nggak melulu kumuh kek pasar di bawahnya :D

      Hapus
  4. aku ke pasar turi tahun 90an :D
    udah lama bangetttt nggak kesana lagi, dari kayaknya bangunannya biasa dan katanya sekarang udah mendingan kayak mall, tapi belum pernah masuk lagi
    bisa dibilang ini pasar adalah pasarnya wong jawa timur, gimana enggak tetanggaku yang buka usaha fashion dideket rumah, kulak'annya ke sana
    pokoknya nyari apa aja kesana.
    dulu waktu aku kecil kesana, rasanya kok padet, rameee, iya ya namanya pasar, panas dan bisanya nurut aja dibawa jalan kemana hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masha Allaaahh, pasti waktu itu Mba Inun masih bocah hahahaha.

      Iyaaa, padat, dan ramai, desak-desakan hahaha

      Hapus
  5. Aku sampe lupa tahun berapa iya ke pasar turi...
    Wkt itu masih kumuh gituu... daan, desek2an ria. Mungkin sekarang udah bagusan y mba.

    Heran iya, dulu itu biar puanas sampe basah keringet, tetep aja enjoy diajak blusukan😅

    Pasar serba lengkap. Itu poto pasar turi yg sekarang y mba?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaahh penah juga? saking terkenalnya ya dulu, selain pasar Atom :D

      Iyaaa, sekarang udah lebih baik, sayangnya saya belom pernah lagi ke sana :D

      Hapus
  6. Legend banget pasar ini berarti ya, mba 😍

    Saya pernah dengar namanya, tapi belum pernah ke sana, soalnya saya jarangggg banget ke Surabaya, dan belum pernah eksplorasi secara mendalam 🙈 Padahal, banyak yang bilang (even sohibul saya pun bilang) kalau Surabaya terkenal dengan kulinernya yang enak 😍

    Eh jadi melenceng, hahahaha, eniho, foto Pasar Turi tempo dulu agak mirip dengan pasar jadul yang pernah saya lihat di Solo / Yogya (lupa tepatnya di mana) 😆 Bentuknya Joglo seperti itu, dengan banyak bukaan. Nggak ada dinding sama sekali, seperti foto di atas hehehehe. Tapi sekarang, ternyata sudah berubah total jadi mirip mall, mba 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bangeeett, sejak zaman dahulu kala, sampai dia berupa pasar modern, sampai akhirnya jadi mall :D

      Ayo ke Surabaya, dan explore bangunan di kota tuanya, keren-keren, etapi panas sih say, hahahaha

      Hapus
  7. Udh lamaaa bangettt ya ternyata :o. Akutu ke Surabaya baru 2x Rey. Pertama pas msh keciiil, dan jujur ga inget samasekali. Kedua pas 2013 itupun hanya lewat, Krn tujuan utama batu dan Gresik hahahha.

    So aku ga tau terlalu banyak ttg Surabaya dan tempat2 di sana. Pasar Turi , jl Darmo aku pernah denger. Tapi cm sebatas itu.

    Sbnrnya kalo belanja di tempat yg mana aku hrs nawar, aku ga terlalu suka, Krn ga pinter nawarnya. Suka dikerjain Ama penjual ujug2. Aku baru mau ke tempat begitu kalo Ama mama ato Raka hihihihi... 2 orang ini jago dan tega kalo udh soal nawar :D.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mba, ayoooo ke Surabaya kalau udah ga kopid-kopidaaann, kuliner di sini, trus review biar saya ikutan ke sana, wakakaka.
      Atuh mah, malah nyuruh orang luar Surabaya duluan.
      Saya soalnya hanya mau nyoba suatu makanan, kalau ada rekomendasi dari orang yang saya percayai seleranya, hihihi :D

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)