Paniknya Mengasuh Anak Lelaki Yang Beranjak Remaja

Paniknya Mengasuh Anak Lelaki Yang Beranjak Remaja

Sharing By Rey - Mengasuh anak lelaki yang beranjak remaja rasanya membuat saya deg-degan tanpa henti.
Si kakak, sebentar lagi bakal berusia 10 tahun, sebentar lagi bakal masuk ke istilah teenager.

Lalu memikirkan saja saya sudah sedikit panik, karena rasanya saya nggak punya pengalaman lebih dengan anak lelaki teenager.
Jujur, saya buta banget dengan kehidupan anak lelaki remaja.
Dulu sih pernah punya adik, namun berpulang saat usianya 11 tahun.

Saya hanya punya kakak perempuan, yang juga jarang punya waktu buat bercengkrama bersama, karena sejak kelas 6 SD kakak saya sudah diajak tinggal di rumah tante.

Saya sendirian, tak punya sodara rasanya, apalagi saudara lelaki.
Otomatis saya sama sekali nggak tahu, seperti apa sih dunia anak lelaki remaja itu?

Lebih parah lagi, saya bisa dibilang bagaikan single fighter mengurus anak, hidup berjauhan dengan suami, ditambah komunikasi yang buruk.
Suami yang makin tua semakin nggak sabaran dengan anak.

Membuat saya makin panik.


Saat Anak Lelaki Yang Beranjak Remaja


Saya tidak tahu harus bagaimana menghadapi anak lelaki, menghadapi kalau nanti dia mulai masuk masa akil balig yaitu mimpi basah?
Bagaimana harusnya saya bersikap dengannya?

Paniknya Mengasuh Anak Lelaki Yang Beranjak Remaja

Menjelaskan tentang anak lelaki seharusnya gimana?

Duh ya?
Rasanya saya pengen balik ke 11 tahun lalu, dan memutuskan enggak mau punya anak, kalau seandainya dikasih anak lelaki, sementara suami mulai berubah.

Kadang saya bertanya-tanya,
"Mengapa coba saya nggak dikasih anak perempuan saja, jadi kan saya tahu dengan pasti bagaimana mengasuhnya dan menyertainya beranjak remaja"
Kan... kan... si Rey ngatur Tuhan, hahahaha.
Lalu perlahan sesuatu yang selalu menjadi pegangan saya, muncul di pikiran saya.
"Tenanglah Rey, kehidupanmu saat ini adalah yang paling baik untukmu, dan yang paling kamu butuhkan, jadi bersemangatlah, Allah nggak pernah salah menitipkan milik-Nya kepada hamba-Nya!"   
Lalu perlahan, kegalauan dan kepanikan saya mereda, berganti semangat untuk mencari tahu, bagaimana sih cara menyertai dan mengasuh anak lelaki saat beranjak remaja?  
Dan yang paling penting adalah, demi anak saya harus memperbaiki komunikasi dengan suami.
Agar bisa mengajaknya menjadi ayah yang paling pas mengasuh anak lelaki kami yang beranjak remaja.


Hal-Hal Penting Yang Dilakukan Dalam Mengasuh Anak Lelaki Beranjak Remaja


Setiap kali melihat si kakak, ada rasa yang bercampur aduk dalam hati.
Rasa terharu karena si kakak sudah makin tumbuh tinggi.
Dia udah mencapai leher saya btw, dan mulai sering menghabiskan makanan.

Teringat waktu kecilnya, saya stres sendiri memikirkan kelakuannya yang picky eater, meski akhirnya karena itu saya jadi bisa memasak banyak jenis makanan.
Lalu sekarang, si kakak hanya bisa lahap kalau saya rajin masak.

Antara bahagia karena masakan saya si mamak malas ke dapur ini selalu dirindukan anak-anak.
Sama sebal karena anak-anak membuat saya kudu masuk dapur terooosss, meski jujur i hate memasak.

Pun juga sedih, saat habis memarahinya, dan dia menangis, lalu saya minta maaf memeluknya dan menggendongnya.
Hal yang selalu saya lakukan sejak dia kecil.
Namun sekarang, jika saya ngotot melakukan hal itu, siap-siap aja boyokan, ampuunn  anak saya udah gede, udah nggak sanggup lagi saya gendong.

Bekas jahitan di bawah perut saya langsung berdenyut-denyut saat saya memaksa untuk menggendongnya.
Hiks..
Sepertinya saya memang harus menerima kenyataan, bahwa saya harus puas hanya dengan memeluknya, dan bisa menggendong si adik yang juga udah mulai bikin boyokan, jika merindukan menggendong anak-anak tersayang saya.   

Seiring dengan si kakak yang terus tumbuh menjadi remaja, ada beberapa hal penting yang selalu saya paksain diri untuk terus lakukan, yaitu:


Tak pernah lupa untuk memeluknya


Saya adalah pemeluk sejati (halah bahasa apa tuh pemeluk, kayak pemeluk beragama, eh)
Maksudnya, saya suka banget memeluk anak-anak saya, sejak mereka kecil, bahkan tidak jarang saya memeluknya dengan gemas, untung saat bayi mereka nggak keseleo gara-gara saya meluk dengan gemas, hahaha.

Paniknya Mengasuh Anak Lelaki Yang Beranjak Remaja

Dan saya bahagia, karena sampai si kakak sebesar sekarang di mana saya udah nggak bisa lagi menggendongnya, tapi saya masih bisa memeluk, setiap kali habis sholat dan tentu saja sebelum dia tidur.
Semoga pelukan saya selalu bisa menenangkannya dan membekas di ingatannya.

Tidak seperti saya, yang sampai sekarang masih dikuasai inner child, saking merindukan pelukan mama, huhuhu.


Berusaha untuk mendengarkan keluhannya


Ini sangat menantang, karena si kakak adalah seseorang yang ceeeereeeeweeeetnyaaaaa minta ampun. 
Sehingga tidak jarang saya jadi kesal mendengarkan dia yang tanpa kenal waktu kerjaannya nyerocoooosss aja.

Ketambahan adiknya, astagaaa rasanya kuping saya pengen saya bagi 2 dan otak saya, dipindahkan di posisi lain, agar bisa mendengarkan dan mencerna cerita anak-anak, plus juga bisa fokus menulis.

Iya, tidak jarang saya kesal, karena nggak bisa fokus menulis caption postingan medsos, gara-gara diajak ngomong mulu.
Karenanya, saya marah, namun setelah tenang saya coba minta maaf dan menjelaskan maksud saya.
Agar si kakak bisa liat sikon kalau mau ngobrol.

Astaga, sungguh luar biasa perjuangan ibu mengasuh anak dan mencari uang dari rumah.


Berusaha tetap tenang mendengarkan cerita jujurnya


Ini juga menantang banget.
Saya memang pada dasarnya seorang yang pemarah, nggak sabaran, kadang eh bahkan seringnya dikuasai inner child yang merugikan anak-anak.

Belum lagi dengan kebiasaan reaksi berlebihan dari orang tua sejak saya kecil, membuat saya sungguh kudu berjuang keras untuk bisa  tetap tenang mendengarkan pengakuan jujur si kakak.

Meskipun banyak gagalnya hiks.
Dan si kakak mulai memilih menutup diri terhadap saya.
Sedihnya, suami yang saya andalkan bisa jadi teman ngobrol anak-anak lelakinya, malah ikutan suka marah-marah kayak saya, huhuhu.

Ya mau nggak mau, saya yang harus lebih berusaha untuk menjadi sahabat yang bisa dipercaya si kakak. Agar si kakak mau selalu menceritakan semua hal yang dia alami maupun rasakan, tanpa sedikitpun ditutup-tutupi.


Makin sering ngobrolin gender dan tentang mahrom


Di sekolah si kakak, sejak kelas 4, siswa laki-laki dan perempuan dipisahkan kelasnya.
Awalnya saya nggak ngeh, cuman setiap hari mereka ngezoom, sama sekali nggak terdengar suara siswa perempuan, selain ustadzahnya.

Paniknya Mengasuh Anak Lelaki Yang Beranjak Remaja

Pas nanya ke si Kakak, ternyata memang sejak kelas 4, mereka kudu dipisahkan kelasnya.
Jadi seisi kelas semua anak laki-laki.

Bukan hanya itu, sejak kelas 4 SD, mereka sudah tidak diperkenankan salim menyentuh tangan ustadzahnya atau yang bukan mahromnya.

Karenanya, si Kakak banyak ngobrolin hal tersebut dengan saya.
Tanya mengapa sih ada yang namanya mahrom?
Lalu mamak yang miskin ilmu agama ini jawab pake jawaban diplomatis.
"Semua aturan Allah itu, udah dibuat tanpa ada sedikit kesalahanpun, karena Allah Maha Sempurna, ada alasannya tentang itu, tapi mami agak lupa, coba deh kakak cari di buku atau tanya ustadzah"
Si mamak Rey menjawab dengan muka serius, meski dalam hati mau meledak ngakaknya, hahaha. 
  
Intinya, banyak hal yang bikin saya panik dalam mengasuh anak yang beranjak remaja, akan tetapi bukanlah alasan untuk berpanik-panik saja.

Setidaknya, banyak hal-hal lain yang memang bisa saya lakukan, akan saya lakukan sebaik mungkin.
Tentu saja, dengan terus menambah ilmu diri agar bisa lebih baik lagi mengasuh anak lelaki yang beranjak remaja.

Kalau temans, gimana nih menghadapi anak yang beranjak remaja?
Share yuk.


Sidoarjo, 05 Agustus 2020


Artikel ini diikut sertakan dalam challenge 'Nulis Blog Bareng Ning Blogger Surabaya' bulan Agustus 2020
Dengan tema : Mendidik anak yang beranjak remaja

Sumber : pengalaman pribadi
Gambar : Canva edit by Rey 

23 komentar :

  1. Kalau aku tidak pernah merasakan gimana rasanya punya kakak perempuan jadi impianku sejak kecil itu punya kakak perempuan karena semua kakakku laki-laki semua. Dan sekarang keponakanku juga laki-laki semua.


    Baru tahu kalau ada pemisahan kelas sesuai gender sejak mulai kelas empat. Kalau di sini masih satu kelas semua belum ada pemisahan kelas sesuai gender.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waahh iya kah? kebalik dong kita :D
      Iyaaa, karena mulai kelas 4 kan anak-anak udah mula memasuki masa akil baliq :D

      Hapus
  2. Menjadi orangtua harus banyak belajar Rey. Berusaha memahami dan kemudian membimbing.

    Saya juga tidak pernah punya pengalaman sebelumnya mengasuh anak remaja, sekarang beranjak dewasa. Apalagi anak satu-satunya.

    Yang bisa dilakukan adalah mengamati, mengerti, dan kemudian membimbing.

    Jujur, makanya saya menertawakan banyak blogger parenting yang banyak menulis tentang "cara mengasuh anak yang baik dan benar" atau harus beginilah begitulah menghadapi anak... Padahal kenyataannya mengasuh anak itu menyuruh orangtuanya belajar.

    Belajar memperhatikan dan mengamati perkembangan anaknya. Belajar salah dalam mengasuh anak.

    Bullshit kalau ada yang ngomong soal standar parenting karena setiap anak dan orangtua pasti berbeda.

    Jadi, buat saya mah, deg degan iyah, takut kita salah, tetapi kalau kita dekat dan mau belajar, lama kelamaan rasa deg degan itu hilang..

    Ini pesen dari seorang ayah yang anaknya sudah 18 tahun...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju sekali bapak!
      Setiap keluarga itu punya kondisi masing-masing, makanya pola asuh itu nggak bisa dijadikan standar paten harus gini dan gitu :D

      Memang sebaiknya kita amati sendiri, jadi lebih tahu trik mana yang bisa kita gunakan :D

      Hapus
  3. Aku merasakan sulitnya mengasuh anak laki2 yg udah SMP kls 1. Duh, skrg dah mulai gak mau jln sama maknya. Pokoknya banyak perubahan. Tadinya sempet bingung, napa ni bocah...

    Tapi pas aku pelajari dikit2, o ya ternyata begini :)
    Bener kata mas Anton, kita harus deket n mau belajar..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Huwaaaa SMP, masih ada 2-3 tahunan lagi mba, buat saya untuk menyambut anak SMP :D

      Hapus
  4. Wah, anak saya perempuan juga banyak tanya mbak Rey. Kenapa begini kenapa begitu. Aku hanya jawab saja semampunya, kalo tidak bisa jawab paling hanya komentar." Coba saja tanya sama ustadz Satria."😂

    Yah, tiap anak memang berbeda cara mengurusnya. Dulu saya punya ponakan yang tinggal serumah, kalo disuruh ibunya (adik saya) dia nurut saja. Lha anak saya kalo disuruh kadang malah membahas dulu.😄

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwkwkw, eh malah bagus sebenarnya anak-anak suka kritis gitu, meski jujur kadang saya bete juga kalau anak terlalu cerewet.

      Cuman ya balik lagi, saya mikir, yang ortu siapa coba? anak-anak kan belum ngerti banyak hal, makanya dia cerewet nanya :D

      Hapus
  5. Aku jujurnya blm ngalamin ini Rey. Tapi dari skr pun, sbnrnya aku udah kepikiran, bakal bisa ga sih aku handle anak2 ini saat mereka beranjak remaja. Karena aku mulai bener2 megang mereka a awal Juli ini, pas udh resign :aD. Sebelumnya mereka kan LBH Deket ke babysitter.

    Untungnya si adek msh bisa nempel ke aku. Aku juga tipe yg suka melukin anak :D. Walo si Kaka udh ga suka tuh dipeluk2, tp adeknya masih manja :D.

    Akupun sering marah Rey kalo mereka nyerocooooos pas aku sdg konsen nulis blog, ato baca novel.jd kedistract kan yaaaaa :p. Tp sama kayak kamu, trus lgs nyesel . Lgs kuatir, duuuh kalo ntr anak2 malah jd emoh cerita ke maminya gimana,pas ada sesuatu,mereka malah tertutup ntr. Aku ga penegn juga. Akhirnya udh mulai ngebiasain diri utk ga lgs ngomel pas mereka ngoceh2 gitu. Aku dengerin kalo memang masih bisa, ato aku bilang sebentar LG ceritanya, tunggu aku nyeseleseiin kerjaan. Masih mau nurut sih mereka.

    Bersyukur si papi juga Deket dan malah sbnrnya paling sabar ngadepin anak2. Aku justru harus belajar banyak dari dia. Moga2 ntr utk urusan kayak mimpi basah anak laki2 dan yg berkaitan dengan kelaki2an, aku berharap papinya masih bisa ngajarin :).

    Skr ini yg LBH aku pikirin, si Kaka udh 7, THN, tapi blm mau pisah tidur Ama kami. Masih mau nempel Mulu ke papinya. Sementara aku udh usaha Mulu utk mindahin dia -_-. Blm berhasil. Alasannya sih takut.hufft....

    Pusiiiing yaa dengan segala tingkah mereka ini :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaha, iya Mbaaaa... betul juga tuh, minimal kita respon bentar ya, kalau maminya ngeh mereka ajak ngobrol, tapi lagi konsen, jadi minta mereka bersabar dulu :D

      Soalnya kalau lagi serius tuh apalagi mikirin kesyen misalnya, trus diajak ngobrol, buyar semua deh hahahaha

      Btw, saya juga masih tidur ama anak-anak Mba, adiknya yang selalu nyari saya meski nggak nyusu lagi.

      Jadinya kadang sebel, tempat tidurnya kan kecil, saya kudu berbagi sama si adik, makanya kalau bangun bada sakit semua rasanya, karena tidur nggak balik sama sekali hahahaha

      Hapus
  6. kalau udah mamak-mamak ketika ditanyai anak soal pertanyaan yang agak susah kayak kenapa harus ada mahrom, memang bikin bingung, mau dijawab panjang lebar takut kurang tepat aja jawabannya dan ujung-ujungnya minta sianak nyari di buku pelajaran atau alquran, ini kayak ibuku juga mba :D
    adikku males baca buku, tapi pertanyaan dia kadang yang ada di buku

    adikku cowok sekarang SMA, kalau menurut aku cara ibuku mendidik adikku yang udah bukan anak kecil lagi ini, aku sendiri bingung, kadang efek dari pergaulan dia sama temen temen yang nggak jelas, kayak misal ngomong kotor atau bahasa yang seharusnya anak nggak ucapin ehh tiba-tiba dipraktekin ke orangtua, wahhh bisa marah besar ibuku hahaha
    kadang aku mikir, adikku ini masih belum bisa berpikir jauhh dan masih banyak halu-nya, tontonannya masih kartun dan kawan-kawannya.

    ada beberapa hal yang kadang dijelaskan dengan bahasa anak remaja tapi kayaknya kayak masih nggak ngeh juga dia :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaahh udah gede dong Mba Inun :D

      Lingkungan zaman now itu menakutkan loh, bahkan lingkungan online, duuhh.
      Liat aja di tiktok, penuh dengan kata-kata nggak asyik, bikin khawatir sebenarnya.

      karenanya memang anak-anak sangat butuh banget didampingi dalam beranjak remaja dan dewasa :D

      Hapus
  7. Jawaban emaknya tentang mahrom: cari jawaban aman biar gak ditanya-tanya lagi, wkwkwkwkwkwk.

    Karna gw pernah jadi anak remaja, sebenernya yang dibutuhin remaja itu satu: didengarkan. Udah itu yang paling penting. Kalo lagi berkeluh kesah jangan dipotong atau di sela. Biarkan dia cerita dulu sampai selesai, baru kasih jawaban. Kasih jawaban dengan bahasa sederhana menurut logika dia.

    Itu aja sih.

    Kalo mereka lagi nyerocos mbak Rey omelin mereka bakal ngelawan. Gitu sih yang dulu gw rasain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yaa elah luh lagi diatas gw...🤣🤣🤣

      Yaa dah tong..🤣🤣

      Hapus
    2. wakakakakaa tahuuu aja dirimu, hahaha.
      Ye kan, daripada salah, pakai jawaban diplomatis aja.

      Bener banget tuh, butuh telinga, butuh didengarkan :)

      Hapus
  8. Kalau anak saya paling besar 9 tahun. Itupun perempuan Yaa kalau bilang khawatir jika nantinya dewasa iyalah.😊

    Sebenarnya baik anak laki-laki maupun perempuan sama khawatirnya bagi orang tua. Tetapi sebagai orang tua kita juga harus tetap terbuka terhadap anak. Karena Ada kalanya seorang anak jika awal dewasa akan bimbang ketika akan mengambil sebuah keputusan untuk yang pertama kalinya. Peran kita sebagai orang tua di sini sangat diperlukannya, berikanlah masukan dan nasihat-nasihat yang dia perlukan, bantulah dia untuk percaya diri dan mampu memahami dampak baik serta buruk dari setiap keputusan yang akan dia ambil. Yakinkan dia bahwa apa pun keputusan yang akan dia ambil, itu adalah yang terbaik untuknya.😊😊

    Meski pada umumnya setiap lingkup lingkungan serta wilayah bisa juga menjadi perbedaan bagi kedewasaan anak itu sendiri.😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaah sama kang Sat, anak saya juga 9 tahun menuju 10 tahun kok, cuman laki :D

      Waahh anak cewek sebenarnya dulu yang paling bikin degdegan ya, tapi zaman now, anak cewek cowok sama aja bikin degdegan :D

      Hapus
  9. Wuaa sukaa banget sama sharingnya Mba Rey.. semangat mba rey dengerin omongan kakak yg lg cerewet2nya. Hehehe.. karena beberapa temen cerita skrng dia kewalahan karena memasuki remaja anaknya makin pendieem, pdhal sebelumnya cerewet banget.
    Trus yg tentang peluk, aku pun ingin anak sampai dewasa ga risih dipeluk2 orang tuanya. Hehehe.. kayaknya seru aja gt walau udah besar mereka tetep kangen pelukan kita 😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iyaaa..
      Adik ipar saya laki, pendiaaaammm banget, padahal kata ibunya waktu kecil astagaaa bikin bete saking cerewetnya :D

      Nah anak laki nih yang biasanya mudah risih dipeluk, kalau si kakak kadang risih, tapi saya suka masang muka melas, jadi dia mau dipeluk wakakakakak *mamak durhaka :D

      Hapus
  10. Hahaha.. anakku sudah malesan dipeluk, mbak. Padahal baru 8 tahun. Udah risih. Dan cuma mau dipeluk sama mama, papa dan ibuku. Selain itu, dia udah mulak ogah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Anak saya juga Mba, kalau yang gede ini udah nggak seintens dulu sih, tapi Alhamdulillah masih mau peluk mamaknya :)

      Hapus
  11. wuah kelas 4 dipisah gitu ya mbak? Ini memang sekolah di sekolah Islam atau di mana kah?

    Dan memang pelukan itu sejuta makna, akupun bahagia banget kalau sudah memeluk si kecil :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Di sekolah Islam Mama Bear :D
      Iyaaaa, rasanya meluk itu meleburkan semua rasa :D

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)