Girls, Serius! Pilihlah Calon Suami Yang Mau Bekerja Sama Dengan Baik !

calon suami yang baik

Sharing by Rey - Calon suami yang baik itu seperti apa sih?

Kadang muncul di benak saya pertanyaan konyol seperti itu.
Konyol, karena saya sudah punya suami, tapi kok nanyanya seolah orang yang belum nikah, lol.


Hal itu terjadi gara-gara seringnya membaca keluhan demi keluhan para bunda yang terserang gejala postpartum depression di Grup Facebook MotherHOPE Indonesia.


Yup, setelah saya berani mengeluarkan uneg-uneg tentang gejala postpartum depression yang saya alami di blog, saya jadi dapat banyak masukan dari teman-teman yang peduli.

Salah satunya dengan menyarankan saya untuk ikut bergabung di grup tersebut.
Maksudnya sih, biar saya bisa curhat di sana, dan dapat dukungan oleh para ibu yang bernasib serupa.

Tapi..

Alih-alih bisa curhat dengan bebas.
Saya malah ikutan menyemangati ibu lainnya, saking ternyata setiap hari adaaaa saja keluhan para ibu di sana.

Dan salah satu yang menarik perhatian saya adalah..
Rata-rata para ibu yang mengaku depresi tersebut, mengeluhkan BETAPA SUAMINYA TIDAK PEDULI DENGAN MEREKA, BAHKAN MENGANGGAP MEREKA GILA, KURANG IMAN DAN SUAMI GAK MAU DIAJAK KE PSIKOLOG APALAGI PSIKIATER.

Bahkan lebih parah lagi, suaminya malah ikutan kasar ke mereka.
Hmmmm...sounds familier, just like what i feel, huhuhu.
Cuman, saya masih beruntung bisa move on sendiri, berjuang sendiri, meskipun bukan berarti saya sembuh total, minimal pak suami bisa sedikit mengerti keadaan saya.


Cara Memilih Suami Yang Baik Ala Rey


Berkali-kali saya menahan jari untuk tidak lancang komentar di status keluhan anggota grup tersebut, dengan pertanyaan konyol nan nyentil, seperti :
"maaf bunda, kalau boleh tahu, dulu sebelum menikah gimana watak suaminya?, apa emang masuk kategori lelaki dominan yang ogah kerjain pekerjaan rumah, kah?"

Sebuah pertanyaan sederhana sebenarnya, tapi bakalan jadi terkesan nyinyir, judgement jika dilontarkan di status keluhan.

Tapi sayanya serius kepo!
Dulunya tuh suaminya tipe kayak gimana sih?

Saya kadang bersyukur, karena didikan keras bapak saya, jadilah saya wanita yang selalu maunya semua perfect dan adil.

Termasuk dalam urusan relationship antara saya dan pak suami.
Bukan hanya mencari yang selevel biar gak banyak drama saat hendak menikah.

Tapi juga biar gak terjadi drama saat setelah menikah, salah satunya dengan pembagian porsi yang sama. Baik porsi beban yang ditanggung baik istri maupun suami, juga porsi perhatiannya.

Untuk itu, saya harus pastikan bahwa :

  • Jika saya bekerja ikutan mencari uang untuk keluarga (untuk keluarga sendiri, bukan untuk lainnya), yang mana seharusnya itu adalah kewajiban seorang suami (menurut saya), maka porsi kewajiban pekerjaan rumah yang notabene pekerjaan istri, harus bisa di-handle juga oleh suami. HARUS!
  • Jika saya tidak perlu ikutan mencari uang untuk keluarga, semua kebutuhan dipenuhi oleh suami, maka pekerjaan rumah menjadi sepernuhnya tanggung jawab saya (selain anak)
  • Calon suami tidak boleh punya watak kasar seperti memukul wanita, bahkan dibentakpun saya tidak rela, hahaha.
  • Calon suami harus bisa berkomunikasi dengan baik, minimal mau mendengarkan dan mau belajar jadi lebih baik.
  • Calon suami haruslah tahu cara menghargai istrinya, saya bakalan kesal banget tuh, kalau saya kelimpungan ama kerjaan rumah, sedang pak suami malah nonton TV atau main game. Huh!
  • Dan kesemuanya itu, harus terlihat sebelum menikah, tanpa ada celah sama sekali, plis deh, menikah itu seumur hidup lho. Celah di sini maksudnya, misal, sekali dia marah terus nampar saya, oohhh dadah babayyy dah, hahaha. gak mau percaya meski dia bilang bakal berubah. Bukannya gak mau kasih kesempatan, tapi biar gak ada yang masuk penjara aja, soalnya saya mah kalau ditampar bakalan balas dengan lebih parah lagi *gak mau kalah anaknya, lol.


Banyak maunya ya si Rey!
Hehehe iyaaa.. biar gak makan hati mulu, nanti kurus banget kek tengkorak aja hahaha.

Nah, untuk mencapai kesemuanya itu, haruslah ada komunikasi sebelumnya, ini yang saya gak terapin sepenuhnya.
Saya cuman memperlihatkan sifat dan sikap asli saya selama berhubungan selama 8 tahun sebelum menikah dengan pas suami.

Tapi saya juga gak pernah ngomongin secara serius mengenai hal-hal di atas.

Meskipun demikian, Alhamdulillah..
Berkat keEGOISan saya (kata orang), saya jadi lebih meminimaliskan drama, meski kena juga beragam drama hidup berumah tangga.

Ye kan, mana ada yang rumah tangganya adem ayem aja?

Tapi, rasanya, apa yang dialami teman-teman, para ibu yang merasakan depresi di grup tersebut, sepertinya tidak se'beruntung' saya, huhuhu.


Suami Yang Cuek, Ogah Membantu Pekerjaan Rumah


Saya dibesarkan oleh orang tua yang lumayan complicated. 
Bapak saya dan juga lingkungannya mendukung, mental lelaki dilayanin istri banget.

Bukan hanya suami bagai raja, makan disediain pakai piring yang khusus, air minum 1 jengkal kudu didekatin di jangkauannya.
Pakaian buang di lantai depan kamar mandi, cari di lemari.
Kerjaan rumah menggunung? haram rasanya kalau suami yang ngerjain.

Iya sih, emang itu tugas wanita atau istri melayani suaminya.

TAPIIII..

Masalahnya adalah..
Mama saya yang bekerja mencari uang demi memenuhi semua kebutuhan.
Bapak mah kerja buat dirinya sendiri aja.

Gitu kok ya minta dilayanin!

Gara-gara besar di lingkungan seperti itu, saya tumbuh jadi wanita yang benciiiii banget liat laki-laki malas. Bangun pagi, nonton TV, atau sekarang ketambahan main game. Masih mending mah baca koran lebih berfaedah.

Dan Alhamdulillah, Allah pertemukan saya dengan lelaki yang begitu mencintai ibunya, sehingga sejak kecil pak suami sudah sangat terbiasa di dapur, membantu pekerjaan wanita.
MESKIPUUNNN
Kadang bikin saya malah pengen nangis!
Bukan nangis haru, tapi... ahhh baca sendiri deh postingan di bawah ini! hiks..

Jadi, kadang saya miris aja gitu kalau baca keluhan para wanita yang berstatus istri, dan suaminya malas banget gak mau bantuin tugas rumah.

Semacam pengen nanya,
"emang sebelum nikah gimana wataknya? suka merintah?"

Betewe, pertanyaan ini pernah saya lontarkan ke teman kantor saya dulu yang curhat mengenai suaminya yang malas.

Dan kata si teman tersebut, sebelum nikah si suaminya itu baik banget, manis layaknya orang jatuh cinta.

Tapi nih ya, i mean, meski sejatuh cinta gimana pun, masa iya dia tahan menjadi orang lain melulu?  atau mungkin kita para wanita juga ikutan meleleh dapat 1 perhatian, dan memutuskan menutup mata dengan seribu sifat buruknya.

DUH.. JANGAN YA GIRLS!



Suami Dulunya Baik Banget, Setelah Nikah Berubah


Sepertinya, ada juga yang memang suaminya benar-benar berubah setelah menikah.
Bukan hanya berubah gak mau bantuin kerjaan rumah, tapi juga gak mau mengerti keadaan istrinya sama sekali.

Saya rasa, kalau terjadi hal seperti ini, maka yang seharusnya kita lakukan adalah mencari tahu, mengapa dia berubah?

Beberapa waktu lalu saya sempat komen memberi semangat pada status keluhan seorang bunda di grup tersebut. Si bunda tersebut mengeluh karena suaminya gak mau sama sekali diajak ke psikiater, 
Kata suaminya lebay banget.

Teruussss, saya kan pengen berbagi semangat, menenangkan, saling dukung, maka saya tenangkan, lalu disambung dengan sharing pengalaman saya yang menyembuhkan gejala PPD sendiri.
Semacam self healing seorang diri (iya Rey, self itu lah artinya seorang diri, kenapa ditulis double, hahaha).

Intinya, saya menceritakan bagaimana saya bertahan seorang diri, menyembuhkan luka hati seorang diri dari sikap suami yang sebenarnya lebih parah dari ybs.

Ye kan, kalau suami si ibu cuman cuek dan males ke psikolog apalagi ke psikiater.
Lah pak suaminya mamak Rey, malah meninggalkan luka karena sibuk berhubungan kembali ama mantannya (dijelasin mulu, ye kan biar bisa diambil hikmahnya bahwa everybody has their own battle), dan saat saya menderita gelaja PPD, yang ada si pak suami menampar saya, dan memberikan saya pisau buat buktikan kalau saya berani bunuh anak.

Iyes... ekstrem but true!

Lalu berikutnya saya share apa yang saya lakukan untuk bisa sembuh, bisa dikatakan menyembuhkan diri sendiri, tanpa sempat ke psikolog apalagi psikiater.

Dan tahu gak sih, sharing saya tersebut dijawab apa?
Saya tetap di'paksa' untuk mengajak eh memaksa pak suami ke psikiater.

WOW..

Jadi ada bayangan apa penyebab depresi si ibu, bisa jadi karena PPD dan depresi lainnya yang berlapis, salah satunya, dengan keinginan memaksa suami ke psikiater, dan parahnya lagi si suami bukan tipe lelaki yang mau berpikir bijak.

Hasilnya?
Ya gitu terus deh, muter aja hidup dengan depresi, gak pernah bisa sembuh, karena sudah tertanam di pikiran bahwa kesembuhannya hanya bisa terjadi kalau pak suami mau ke psikiater, *sigh.



Kesimpulan


Jadi girls, menikah dengan lelaki pujaan hati itu emang membahagiakan.
Apalagi lelakinya ganteng, penampilan oke, kaya, dan (keliatannya) cinta banget ama kita.

Tapi..

Beware ya!
Jangan tutup matamu dengan setitik sifat kasarnya.

Karenaaa..
Yang namanya karakter tuh SULITTT BANGET dihilangkan.

BISA SIH!
TAPI SULIT

Daaannn, dunia menikah itu gak seindah yang dibayangkan.
Apalagi kalau udah punya anak.

Saking berat tantangannya.
Banyak wanita, yang setelah menikah, udah mupeeengggg banget pengen punya anak, bahkan banyak yang rela diobok-obok badannya demi program hamil cepat.

Eh giliran punya anak, langsung kena baby blues lanjut dengan PPD.
ADA!
hahaha.

So, sekali lagi..
Beware ya girls!

Semoga bermanfaat


Sidoarjo, 10 Mei 2019

#FridayRelationship

47 komentar :

  1. Yeiii saya komentar pertama lagi...

    Mbk saya kepo dengan statement wanita rela diobok obok badannya demi program hamil cepat, apakah itu semacam operasi yang mana rahimnya dicabik cabik dengan pisau dokter gitu kah?
    Hehe

    Saya membayangkannya macam film film action ttg pembunuhan

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahhaa enggak kok, tapi di periksa dalam, hahaha.
      Masa iya dicabik2 :D

      Hapus
    2. hahahah....saya nyambung banget tuch dng Khoment Mbak Arlina, kayaknya saya sudah baca prihal itu, hahahah.....

      Hapus
    3. Pingin kepo bacanya dimana, tapi kok takut gegara belum nikah dan hamil

      Hapus
    4. Ahaha iya mbk siap, nunggu mas jodohnya masih otewe. Semoga saja gk nyasar wkwkwk

      Hapus
  2. Artikel penuh makna nasihat untuk para wanita yang sedang mempersiapkan diri, ntaps...
    Berarti memang dari awal pernikahan harus dikomunikasikan ya, mau seperti apa dan bagaimana peran masing-masing dalam suatu situasi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener banget, daripada nyesal setelah nikah, hehehe

      Hapus
  3. Setuju kalau karakter itu sulit dihilangkan, bisanya disembunyikan waktu masih masa pacaran namun ketika sudah beberapa tahun menikah biasanya karakter aslinya muncul

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, karena setelah nikah kan sama-sama mulu, jadinya kebawa karakter aslinya :D

      Hapus
    2. Kalau masih pacaran malu-malu sama pacarnya,...kalau udah menikah biasanya malu-maluin 😂

      Hapus
    3. hahahahah, sampai ga tau malu wakaka

      Hapus
  4. Ternyata bnyk ya jenis masalah yg dialami wanita setelah menikah bahkan setelah punya anak yg berawal dr rasa kecewa pada suami..

    Saya kira hny saya saja yg mengalaminya..

    Tp alhamdulillah suami sy tdk pernah dan jgn pernah main tangan k saya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, saya rasa, tidak ada sama sekali hubungan yang langgeng2 saja di bumi ini :)

      Hapus
    2. Masalah adl bumbunya orang menikah asalkan masih dlm batas wajah nggak papa lah

      Hapus
  5. 1. Kalau Menurut saya sich, Hubungan dua insan yang berlainan Jenis itu tergantung pada sebuah SENI, seni MENCURI HATI.

    Ketika hati pasangannya sudah di CURI HATINYA, biasanya apapun Makannya ( entah cuma # maaf # kerupuk doang ), minumnya Tetap Teh Botol Sosro, ujungnya pasti senang,,,eee saya ngiklan minuman yah, hahahah.....#Siap tahu dapat THR dari Pt.sosro,huhahaha.....

    Jangankan soal makan, kalau sudah dicuri hati oleh pasangannya, biasanya akan lebih mudah untuk melakaukan GENCATAN SENJATA alias mudah akur dan KOMPAK.

    tAPI....MENCURI HATI , kira2 halal ngak yach, hahahah......#ngelantur lagi nich saya,wkwkwkwk.....

    2. Ahh..lupa, mau nulis apa lagi tadi yach.... #sambil mijiti kepala.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahha, ketauan nulisnya sambil lapar nih, makanya sahurnya yang fokus dong kang hahaha

      Betewe tehnik mencuri hati itu bakalan ga kepakai setelah nikah, kalau ga diupgrade :D

      Setelah nikah, maulah hati kecuri gimana, kalau udah berhadapan dengan rumah berantakan, anak rewel pak suami main game doang, dijamin singanya keluar juga hahaha

      Hapus
    2. Wah kang nata nih kurang bijak kata mutiaranya,..seharus gini,..cinta itu terlahir bukan hanya dari hati tapi dari tali percintaan yang diikatkan tuhan kepada hambanya, mulai dari ia lahir hingga dipertemukan dan berbahagia hingga tua,..ea 😀

      Hapus
    3. eaaaa eaaa... Kuanyu lagi bijak eaaaa :D

      Hapus
  6. Saya adalah suami terbaik buat istri saya dan begitu sebaliknya loh mbak hehee... Alhamdulillah meski sama-sama bekerja, kerja bareng, sekantor, pulang bareng, beres-beres rumah bareng, apalagi sama-sama perawat... Alhamdulillah, kesabaran dalam bekerja menjadikan kami 1000x lebih sabar dalam keluarga, thats anugerah terindah dalam hidup kami...
    Dulu... awal-awal nikah istri belum begitu pintar masak, malah saya yang ngajari dan sekarang malah terbalik, saya yang diajari heheee...

    yang terpenting menurut saya dalam mengawali pernikahan atau akan menikah itu adalah komunikasi dan saling menjaga satu sama lain, dalam hal apapun, tidak boleh ada rahasia-rahasiaan, apalagi setelah menikah harus lebih dari itu, ada komitmen terbaik diantara keduanya dan melupakan ego masing-masing :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masha Allah, semoga langgeng selalu yaaa..
      Suka banget dengan hubungan sehat seperti itu.

      Bukan masalah harus selalu bahagia dalam rumah tangga.
      Tapi komitmen penuh untuk melakukannya selalu bersama :)

      Hapus
  7. a, benar. Menikah juga butuh pengenalan watak asli calon pasangan bagbaimana karena berkaitan dengan hidup bersama dalam ikatan keluarga. Jangan sampai kita dibutakan oleh cinta.
    Menikah, hamil, melahirkan, punya anak, lalu hal lainnya akan selalu dibarengi drama.
    Baby blues adalah hal yang sangat serius, butuh bantuan dari suami agar istri bisa sembuh dari depresi.
    Saya dulu tak terlalu parah karena suami bantu kerjaan rumah. Saya sungguh tak kuat secara mental jika fisik lemah ditambah beragam masalah dari luar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. benar mba, beruntunglah wanita yang menikah dengan lelaki yang pengertian ya :)

      Hapus
  8. nah ini nii..

    "Jika saya bekerja ikutan mencari uang untuk keluarga (untuk keluarga sendiri, bukan untuk lainnya), yang mana seharusnya itu adalah kewajiban seorang suami (menurut saya), maka porsi kewajiban pekerjaan rumah yang notabene pekerjaan istri, harus bisa di-handle juga oleh suami. HARUS!"

    tapi sayangnya jaman pacaran/sebelum menikah mana keikiran hal-hal kayak gini mbaa reyyy.. ku tak kepikiran sama sekali.. hahahha..

    dan, setelah merasakan jadi istri, eh ternyata kerjaan banyak bangeett yaa gak abis-abis dan pak suami tipe orang yg males bgt bantu kerjaan rumah, gak ada inisiatifnya sama sekali. krn persis bgt sama cerita mba rey, dia besar di keluarga, dimana laki-laki itu seperti raja.. persis bgt, pakaian dibuang dilantai depan kamar mandi, dan lain2 nya sama bgt. keluarganya begitu -,-

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, kata orang-orang.
      Seseorang yang dibesarkan di keluarga yang harmonis, mendapatkan kasih sayang selayaknya anak-anak, biasanya lebih positif thinking say.

      Sayangnya, saking posthink, hal-hal mendetail jarang terpikirkan.

      Tapi it's OK, ayo dikomunikasikan, setidaknya ada solusi terbaik bagi kedua belah pihak :)

      Hapus
  9. Pernah denger ada yang bilang "bukan tugas kita untuk merubah sifat pasangan"

    Bener banget mbak, menikah itu gak melulu soal yang indah-indah... menikah itu kompleks masalah bisa datang darimana-mana ya dari suami, anak, mertua, orang tua bahkan sampe tetangga ya mbak hihih makanya saya lebih setuju sama pikiran menikah ketika siap bukan menikah secepat-cepatnya... soalnya menikah perlu banget kematangan mental

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul bangeett, menikah bukan untuk sehari dua hari kan :)

      Hapus
  10. Dapat ilmu baru dari artikel ini, meskipun saya masih lajang hehe Mudah-mudahan nantinya saya jadi suami yang super baik dan sayang sama istri. Doakan juga supaya saya cepat dapat jodoh mbak hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, semoga segera menemukan jodohnya dan bisa menjadi pasangan yang selalu komit hingga maut memisahkan, aamiin :)

      Hapus
  11. karakter seseorang memang sulit dihilangkan ya kak, jadi perlu selektif para perempuan untuk memilih lelaki pujaan hati nya, jangan sampai menyesal dikemudian hari gara-gara nggak tahan sama suami yang temperament dan main tangan, karena menikah tidak untuk 1 atau 2 hari tapi untuk selamanya ya kak ;)

    BalasHapus
    Balasan
    1. heheheh, nanti dibalas main kaki yak hahahaha

      Hapus
    2. waduh bahaya juga kak kalau sampai main kaki nanti dikira lagi belajar karate/tawkondo ya kak hehehe :D

      Hapus
    3. wkwkwkwkwkw masa main tangan dan kaki :D

      Hapus
  12. saya mau jadi suami yang baik............ tapi masih bingung untuk istri yang mana

    hwekekekekekek

    BalasHapus
  13. wejangan yang bagus nih dari mb rey,
    eh tapi bener "karakter sulit dihilangkan", sampai nggak ngerti lagi cara menghapus pelan pelan orang yang dari awalnya punya karakter yang nggak baik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau saya lebih milih berdiskusi agar tercipta keputusan yang menyenangkan kedua belah pihak mba, meskipun tetep..
      sikap buruk harus dihilangkan, meski perlahan tapi kudu ada progressnya :)

      Hapus
    2. yup setuju mba, diomongin baik baik dan memang kudu sabar

      Hapus
    3. Semangat mbaaa, tiap pasangan insha Allah menemukan jalan terbaik bagi keduanya :*

      Hapus
  14. Harus bisa serius teh,..kalau enggak nanti kerjanya enggak bener,..wkwkckk

    BalasHapus
  15. jujur nih rey, pas pernikahan pertama aku sempet kayak buta. Cinta mati ama si ex, dari sejak pacaran. padahal yaaaa, dr pacaran udh ketahuan dia itu dominan, cemburuan, dan posesif tingkat dewa. Naik motor berdua, trus tau pas sampe dia bisa ngomel2dan nuduh aku ngeliatin cowo2 yg td berdiri di deket kafe A misalnya, yg barusan kami lwtin. Padahl boro2 yaaaa aku ngliatin cowo lain, lah mataku minus dan ga pake kacamata. tapi ttp aja, aku sampe sumpah2 ga ada melihat cowo lain, kalo cuma sayang dia dan berbagai kelakuan BODOH lainnya. ajaibnya kita sampe nikah hahahahahha... tp makin menjadi pas nikah. apalagi pas aku keterima kuliah di Malaysia. awalnya dia ngizinin, tp kok ya pas aku udh di sana, kumat dramanya. aku lg ujian , which was ga mungkin bawa Hp, jd g bisa jawab panggilan dia, lgs dituduh sdg pacaran ama co kampus . dan itu berkali2. aku kelamaan 5 meniiiiit aja balas sms ato jwb telp, dia bisa ngamuk dan nuduh seenak udel. akhirnya ga kuat sih. dan alhamdulillah ditunjukin Tuhan kalo ternyata dia sendiri di sana selingkuh ama temen kampusnya dulu. begitu kok sok posesif ama aku -_-. lgs minta cerai lah. dia sempet ga mau, minta maaf tp aku keukeuh. dan akhirnya dia maki2 dgn makian paling kasar, yg untungnya kita lg beda negara. kalo hadap2an bisa aku jejelin cabe juga kli mulutnya. malah makin mantep minta cere.

    Alhamdulillah suami yg kedua bertolak belakang ama dia. super baik, pengertian bangettttt dan kami bisa kerjasama menjalani semuanya. ribut pasti ada, tp setidaknya saling sadar utk ga mau lama2 demi kebaikan anak2 dan bersama. ambil hikmah sih akunya. bisa jd dulu itu aku mikir masih pake perasaan ala2 anak ABG yg menganggab cinta itu udh cukup. tp pas pernikahan kedua, aku udh make logika. cinta aja ga cukup. ga bakal idup anakmu kalo cm diksh makan cinta wkwkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mba Fanny....

      Makasih udah selalu berbagi pengalamannya, meski mungkin gak asyik buat dikenang lagi itu.

      Means a lot banget loh mba.

      Saya selalu blak-blakan menulis sebenarnya agar bisa dijadikan bayangan oleh orang lain.
      Dan jugaaaa, ingin mendapatkan kisah-kisah seperti ini.

      Pengalaman pribadi yang benar-benar kita lalui itu akan lebih berarti jika dibagikan dengan niat sharing.

      Mungkin sebagian orang menganggap tabu, tapi menurut saya itu cuman pola pikir dan penilaian saja.

      Dari kisah mba Fanny juga saya belajar, bahwa tidak masalah hidup kita terhenti sejenak, seperti mba pernah gagal.

      Karena sebenarnya itu jalan keluar untuk hidup yang lebih baik.
      Pun juga bikin saya lebih bijak menyikapi kaum muda.

      Bahwa manusiawi ada orang yang dibutakan oleh cinta, semoga dengan kisah2 nyata yang dibagikan, bisa jadi pengalaman dan pertimbangan penting bagi lainnya :)

      Hapus
  16. Bunda Rey aku barusan udah tulis panjang lho. Eh krna sinyalnya jelek jdi hilang ��. Crta yg bunda rey bilang di atas banyak yang mengalaminya. Makanya bkin sedih ya. Makannya kita harus trus belajar ya bgaimana mendidik anak2 kita krena karakter seseorang itu secara tdak langsung trbangun dari bagaimana cara ia dibesarkan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, sering tuh saya bun, makanya biasanya saya copas dulu hehehe

      Bener bun, semua pengalaman yang saya alami, jadi target tersendiri untuk mendidik anak jadi lebih baik lagi, semoga anak-anak kita para generasi muda akan hidup jauh lebih baik lagi :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)