Kewarasan Ibu Dan Tantangan Konsistensi Menciptakan Anak Sholeh/a

Kewarasan ibu dalam menciptakan anak sholeh

Sharing by Rey - Kewarasan saya sebagai ibu, rasanya teruji saat menjalani tantangan mengasuh anak menciptakan anak sholeh.

Sebagai ibu, yang meskipun sudah tu eh senior, masih tetap belajar menjadi ibu yang baik, minimal sedikit lebih sabar, rasanya saya tidak akan tenang.



Sebelum berbagi pengalaman tentang bagaimana saya mendidik dan mengasuh (eh kebalik ya, mestinya mengasuh dan mendidik, lol) anak.

Niatnya sih mengasuh dan mendidik anak itu harus seperti yang di iklan-iklan, seperti teori-teori parenting yang digalakan atau semacam digembar gemborkan untuk membuat banyak ibu merasa kerdil (oi Rey, baru mulai kok nadanya udah agak sumbang gini, lol again)

I mean, pengen rasanya bisa jadi ibu yang sedikit bijak, jadi ibu yang minimal, tahu dirilah.

Tahu diri di sini, maksudnya...
Saya tahu kalau goal terbesar saya mempunyai anak, mengorbankan semua impian masa kecil demi anak adalah demi mencetak anak-anak yang sholeh/a (yang akhiran a itu biar terkesan global aja, buka kode buat saya punya anak lagi yang perempuan, saya mau banget punya bayi, tapi ogah kalau masih kayak sekarang, diurus sendiri, sampai mamak nyaris gila karena lebay muahahaha)

Iya, goal terbesar saya adalah punya anak sholeh, bukan hanya baik.
Apalah gunanya anak saya baik, cinta damai dan segala macam yang diusung kaum milenial zaman now, tapi gak pernah sholat, rajin melakukan hal yang dilarang Allah, dengan semua pembenaran bahwa "surga nerakaku adalah urusanmu".

Wow tentu tydac nak! Surga nerakamu itu urusan mami, eh dan papi ding.
Kami berdualah yang sudah meminta pada Allah agar kau hadir di bumi ini, seandainya kau tau kalau dulu kau berasal dari sisi Allah, diungsikan sejenak di dunia ini dengan dititipkan ke kami, lalu saat pulang nanti kau tidak bisa menemukan jalan menuju sisi Allah yang nyaman dan kekal itu.
Bahkan kau malah nyasar di neraka.

Kau pastinya memilih untuk tidak akan dilahirkan saja kan?

Thats way anakku, surga dan nerakamu adalah urusan mami.. dan papi!

Mempunyai anak yang baik dan cinta damai itu bukan goal saya, goal saya lebih besar lagi, ingin menciptakan anak yang sholeh.

Karena anak sholeh itu jauh lebih dari sekadar cinta damai dan baik hatinya.
Anak sholeh itu selalu membawa kedamaian di dunia dan akhirat, insha Allah.


Tantangan Konsistensi Menciptakan Anak Sholeh/a


Betapa menciptakan anak sholeh itu amat sangat berat!

Terlebih bagi saya yang belajar ilmu agama ketika sudah besar, rajin sholat ketika sudah kuliah, bahkan pertama kali belajar puasa full sebulan setelah kuliah hahaha.

Eh bukan kok.
Saya bukan mualaf, saya mah muslim (KTP) sejak lahir hahaha.

Orang tua saya gak concern terhadap agama, yang penting saya juara kelas dan gak pacaran, itu saja cukup.
Alhasil, saya bahkan hafal doa makan setelah anak saya masuk PG muahahaha

Kebayang dong ya, bagaimana sulitnya menciptakan anak sholeh dengan kondisi ibunya yang notabene 24 jam di rumah, tapi minim ilmu agama.

Padahal, semua teori mengatakan, mengajari anak yang bagus itu adalah dengan mencontohkan, bukan menyuruh.
Jadinya, saya beneran berperang dengan segala kebiasaan sejak kecil yang ternyata sulit diubah demi mencontohkan hal yang benar kepada anak.
Daann, sedihnya lagi, pak suamipun keadaannya tidak jauh beda dari saya, bahkan sedikit lebih parah hahaha.

Alhasil..
Masha Allah...
Betapa saya kudu benar-benar merapal lebih keras istigfar demi konsisten mengajarkan anak tentang agama.

Memintanya wudhu yang sempurna saja, minta ampun sulitnya.
Terutama saat wudhu sebelum sholat Subuh, dalam kondisi yang masih ngantuk, si kakak kadang wudhu gak lengkap, kadang lupa belum 3 kali udah ganti yang lain.

Sayaaa???

Sitengah kerempongan menyiapkan sarapan, dan menggendong si bayi, wajib banget menemani atau memperhatikan si kakak, agar mau wudhu dengan sempurna.
Dan itu terjadi...every single day! Subhanallah...

Memang sih, ada beberapa hari yang tiba-tiba si kakak bangun sendiri, langsung menuju keran, dan wudhu dengan baik, tapi itu jarang.

Hal demikian hanya sekelumit dari banyaknya tantangan lain.
Seperti membiasakan sholat tepat waktu, tetap ingat berdoa sebelum melakukan semua hal dan segala macam yang berhubungan langsung dengan Allah.

Saya kadang kepo maksimal dengan cara orang-orang mendidik anaknya mengenai agama, sedang teori parenting zaman now itu sedikit terkesan bebas menurut saya.

Dari tidak boleh mengatakan 'jangan', sedang dalam Al Quran ada ratusan kata 'jangan'.
Mendidik anak dengan jangan dipaksa, padahal saya jarang memaksakan kehendak pada anak, alhasil ada juga masa si kakak bosan sholat.

Lalu, apakah kalau si kakak bosan sholat itu manusiawi? dan dibiarkan saja?

Saya sungguh kadang tidak mengerti dengan teori parenting yang membebaskan anak.

Pernah suatu ketika, saya yang kepo terhadap cara didik orang tua teman-teman sekolah kakak, terjawab sudah saat seorang ibu bertanya tentang jadwal baju seragam di grup WAG si kakak

"Assalamu'alaikum ustadzah, hari ini pakai baju apa ya? mohon maaf saya kurang ngerti, soalnya biasanya diurus mbaknya dan sekarang mbaknya lagi mudik, saya tanya ke anak, malah dia bilang gak tau"

I was like...
UWOWWWW...
Saya ternyata tidak sendiri dalam keputus asaan

Ternyata..
Banyak orang tua yang memilih menyerah, ketimbang gila hahaha.


Zaman sekarang, kalau baca-baca curhatan ibu-ibu milenial, rasanya menyerah demi kewarasan diri itu sering dibenarkan.

Seperti orang tua teman-teman si kakak.
Nyatanya bukan cuman satu dua orang yang memilih membiarkan anak, ketimbang cepat keriput karena marah-marah hahaha.

Seperti ibu yang nanya seragam anaknya tersebut.

Anaknya itu udah kelas 2 loh, thats mean udah sekolah 1,5 tahun, dan bahkan jadwal pakai seragam aja gak tau?
Bisa dipastikan si anak setiap harinya dilayani mbaknya, bahkan dipakein baju oleh mbaknya, atau bahkan dimandiin oleh mbaknya, biar cepat dan gak telat ke sekolah.

Di sisi lain, masalah sholat juga kadang diabaikan, hal ini ketahuan karena setiap Kamis malam, si kakak ada tugas saling menelpon temannya untuk menanyakan apakah sudah sholat Isha.
Waktu telpon-telponan tersebut adalah setelah sholat Isha dan tidak sedikit teman-temannya yang ternyata sudah tertidur duluan sebelum sholat Isha.

Saya sangat mengerti, menyuruh anak sholat Isha di saat dalam keadaan ngantuk itu, lebih sulit ketimbang bangunin anak sholat Subuh.
Jangankan anak-anak, kita orang dewasa saja pasti memilih untuk tidur aja ah, hahaha.

Saya teringat sebuah ceramah parenting di sekolah si kakak, yang mana mengibaratkan sebuah peristiwa berbanding rasa sayang kita sebagai orang tua terhadap anak.

Semua orang tua pasti sayang banget sama anaknya, gak tega membebani anak terlalu berat.
Sehingga misalnya, suatu saat anak kita kelelahan, sehabis ada kegiatan di sekolahnya.
Saking lelahnya, sesampainya di rumah si anak langsung tertidur pulas banget. Bahkan belum mandi dan sholat Isha.
Karena sayang dan kasihan pada anaknya, orang tua membiarkan saja karena tahu banget anaknya lelah.

Baru saja sejam anak tertidur, tiba-tiba rumahnya kebakaran.
Sang anak yang kelelahan tersebut gak juga bangun saking lelapnya.
Sementara api semakin besar.

Dalam keadaan seperti itu apa yang sebaiknya dilakukan orang tua?

Saya yakin semua orang tua memilih memaksa sang anak bangun, bahkan menyeretnya pun tidak masalah asal anak selamat dari kobaran api.

Bayangkan!
Jika api dunia yang tidak ada sepersekian dari panasnya sebiji api neraka sudah membuat kita khawatir dan panik.
Bagaimana bisa kita tega membiarkan anak kita tertidur nyenyak sementara api neraka mengintainya dengan cara membiarkan anak lalai akan sholatnya?

Sengaja saya ambil perumpamaan sholat, bukan perumpamaan anak-anak wanita yang dibiarkan pakai baku keke-keke alias baju tali temali sejak kecil dan sedih besarnya tampil seksi sementara jilbab adalah wajib buat tiket masuk surga.

Sebagian mengatakan jilbab bukan salah satu tiket masuk surga, baiklah, saya ambil contoh sholat saja.

Adakah orang yang baik hati, cinta damai, cinta perbedaan, tapi malas sholat, tiap hari melakukan hal yang dilarang agama, tapi yakin masuk surga?
Lalu bagaimana bisa masuk surga sementara sholat adalah tiang agama?

Dan saya, sampai di tahap merasakan, ternyata membiasakan anak mencintai sholat, merasa membutuhkan sholat, bukan hanya mewajibkan sholat itu sulitttt...

Masalah-masalah dulu yang saya alami, seperti anak sakit-sakitan, toilet training yang melelahkan, GTM yang bikin pusing 9 keliling (bukan 7 lagi, tapi 9, lol), tumbuh kembang yang baik dan sebagainya.
Ternyata gak ada apa-apanya dibanding membiasakan anak butuh sholat.



Demi Kewarasan Ibu


Melihat, sulitnya konsisten mengajarkan anak butuh sholat, saya kadang jadi merenung dengan fenomena yang terjadi di banyak ibu zaman now.

Bukan sekali dua kali saya membaca tulisan tentang 'demi kewarasan ibu' , tentang 'ibu juga manusia',  dan membenarkan beberapa hal yang sebenarnya membuat konsistensi kita dalam mendidik anak jadi sholeh/a menjadi gagal.

Misal hal-hal yang terjadi di atas tadi.
Anak sudah capek dan ngantuk, memintanya bangun untuk sholat Isha adalah hal yang amat sangat sulit.
Kalau mikirin kewarasan, mending milih mengalah aja deh, biarin aja dia tidur, biarin aja dia gak sholat, ketimbang mamak muncul keriput tambahan lantaran pengen ngomel aja hahaha.

Mungkin, menjadikan anak kita sholeh, dibutuhkan ibu malaikat, bukan ibu manusia hahaha.
Tapi saya yakin, Allah menitipkan anak-anak tanpa dosa itu ke kita karena kita adalah malaikat bagi anak-anak kita bukan???

Kalau ingat hal tersebut, saya kadang merasa sedikit beruntung karena masa kecil saya dididik dengan keras nan diktator oleh bapak saya.
Meskipun gak mungkin saya benarkan semuanya, setidaknya didikan bapak yang diktator itu mengajarkan saya untuk TIDAK MENYERAH.

Meskipun, jujur, saya kadang mikir saya nyaris depresi.
Nyaris gak waras.
Tapi sekali lagi, saya berusaha sekuat tenaga, sekuat usaha saya menjaga iman di hati, agar saya gak kalah dengan yang namanya depresi.

Saya yakin, Allah tidak akan mungkin memberikan sesuatu di luar batas kemampuan hambaNya, dan saya diberi tantangan mengasuh anak 2 orang seorang diri ini karena saya mampu.
Insha Allah.

Saya harus bisa waras dengan menikmati proses menciptakan anak sholeh.
Saya tidak boleh menyerah dengan perkataan "ibu juga manusia"
Justru karena saya adalah seorang manusia, saya pastinya diberi akal dan pikiran untuk mengontrol ke arah mana pikiran saya berlabuh.

Jadi...
Saya akan terus berjuang dengan meyakini.
Kewarasan saya terjadi karena saya bisa mendidik anak dengan baik.

Saya waras makanya saya harus menang melawan setan yang membisikan aura malas ke dalam diri saya agar saya membiarkan anak tenggelam dalam kebiasaan jauh dari Allah.
Saya waras, makanya saya gak mau anak diberi keleluasaan untuk mencari alasan dan pembenaran agar jauh dari Allah.

Saya waras, makanya saya tahu.
Usia manusia itu tak ada yang tahu batasnya.
Saya gak mau, demi sebuah kewarasan yang saya pikirkan, anak saya jadi jauh pada Allah, dengan harapan dia bakal sadar sendiri dan dekat kepada Allah.

Iyaaa....
kalau usia kita panjang..
Kalau kita masih sibuk terlunta-lunta mencari pembenaran mengabaikan Allah, terus tiba-tiba sejam kemudian kita dipanggil Allah gimana?

So, mari menjaga kewarasan dengan cara yang benar.
Bukan dengan cara mencari pembenaran.
Semoga kita semua diberi kekuatan dan kesabaran dalam menjalani peran sebagai 'malaikat' bagi anak-anak kita.

Semoga anak-anak kita bisa kita didik menjadi anak-anak yang sholeh/a
Karena sesungguhnya tidak ada anak yang AUTO SHOLEH.

Semoga diizinkanNya, aamiin :)
Semoga manfaat :)

Sidoarjo, 23 Januari 2019

Reyne Raea

26 komentar :

  1. Pasti sulit ya mbak membiasakan anak cinta sholat sejak kecil, karena biasanya anak kecil emang lebih suka main dari pada sholat. Semangat mbak....
    Demi kebahagian anak dunia akhirat
    Kebahagiaan orangtua juga tentunya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, jangankan anak kecil, kita aja orang dewasa kadang malas sholat, hehehe

      Hapus
  2. Dari Ilmu yang diberikan oleh Ustadz Adi Hidayat Lc.MA di Akhyar TV. Saya menyerap beberapa hal agar anak bisa menjadi anak yang soleh dan sholehah :

    1. Berikan Anak Makanan Yang Halal, pokoke semuanya harus serba halal

    2. Carikan Dia Guru / Ustadz Yang Terbaik

    Namun saran saya, Usahankan jangan pilih yang Tampan, ntar emaknya Naksir dan bisa terhipnotis... :)

    3. Ortu Wajib Meningkatkan Iman dan Taqwa, sehingga bisa menjadi contoh buat si anaknya.

    4. Doakan dalam setiap Shalat, terutama dalam Shalat Tahajud.

    Saran saya : Kalau ada doa minta Invoice JObnya segera cair, dibuat diterakhir doa saja, jangan dibuat diurutan pertama. :)

    Selebihnya sich.... " buah apel tidak akan jauh jatuhnya dari Pohonnya ", hahahahay... Maaf bercanda. :)

    Intinya Doa Dan Usaha....

    Ohy.... ketika kesal jangan ucapkan kalimat yang buruk, misalnya ketika anak sedang malas bangun pagi, jangan kita ucapkan " eeeee.... anak Biuatxx...bla..bla... "

    Cukup kita ucapkan " Wahai Pak Ustadz.....bangunlah Nak, ". ( misalnya ).

    Bukankah, doa Ibu sagat manjur.... semanjur jamu gendong . :)

    Ohy....coba setting dirumah dengan bacaan Al -Quran setiap hari, baik via tivi atau hape, biasanya anak akan menjadi adem, lama - lama bisa hafal Al - Quran.

    Mohon maaf, saya cuma izin share saja dan ngak ada maksud utk menggurui, apalagi meminta bayaran,hahahaha....

    BalasHapus
    Balasan
    1. wakakakakka... masha Allaaahhh kaaanggg hahahah
      Ngakak saya bacanya.

      Makasih banyak sharingnya kang.
      Iya ya, bagaimana bisa mengharapa anak sholeh, sedang dia makan sesuatu yang diharamkan Allah :D

      Hapus
  3. MasyaAllah, terima kasih Mba Rey sharingnya, jadi pengen nangis (loh)

    InsyaAllah, bersama Allah semua bisa mba, pemilik hati kita adalah Penciptanya, bila Allah berkehendak, segalanya jadi mudah. Thats why sebelum menaklukan hati anak, semoga kita bisa menaklukan hawa nafsu diri agar selalu bisa tunduk kepada Allah. Which is memang berat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, makasih semangatnya mba, semoga anak-anak kita bisa menjadi anak2 yang sholeh/a, aamiin :)

      Hapus
  4. sukaaaa banget bacanya. agak menamparku juga krn inget anak2ku pun bisa dibilang diurus ama mbaknya drpd aku. even ttg seragam sekolah, lbh tau papinya krn dia gabung ama grub wa ibu2 sekolah, dan aku ga :D.

    anakku yg pertama sbnrnya lbh gamoang diarahkan utk disiplin solat. krn stiap kali aku solat dia pasti ikutan dibelakang. tp adeknya masih blm berhasil aku biasain. msh 2.5 thn tp seharusnya aku hrs tegas memang. jd inget pas kecil dulu aku jg dididik keras ama papa mba. apalagi dia bisa dibilang fanatik ama agama. agak ga bgs sih, krn kesannya ga toleran. itu makanya bbrp ajaran papa bisa aku ikutin, tp ada juga yg aku tentang.

    ke anak2, aku ga pgn gitu. urusan solat wajib. itu dulu sih targetku utk ngebiasain mereka. baru ntr bertahap ke yg lain. secara aku aja masih kurang banget agamanya. jilbab aja msh lepas pasang ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwkwk... kalau di grup sekolah anak, saya yang masuk mba, ya gitu deh, koordinasi macam2 hal di sekolah :D

      Bener mba, minimal mereka sadar dan merasa butuh akan sholat aja dulu, yang lain bisa menyesuaikan ya :)

      Hapus
  5. Jangan terlalu di kurung tuh anaknya, nanti jadinya gak bagus... tetap dijaga tapi berikan mereka tempat untuk bisa berekspresi dan mencari minat dan bakatnya, biar bisa mandiri dan memiliki wawasan yang luas

    BalasHapus
  6. Kalau saya selalu ngomel setiap hari, menyuruh Palung ini-itu. Dari bangun tidur, shalat, makan, mandi, les, tidur, baca buku, atau hal lainnya. Larang ini-itu juga. Sambil ngomel saya tambahi jangan bikin mamah tambah keriput dan ubanan karena capek nyuruh-nyuruh, ketika Palung tak segera melakukan apa yang saya bilang. Kesal tentu saja.
    Gak bisa dibiarkan Mbak. Dia anak lelaki harus tahu tanggung jawabnya. namin sebagai anak semata wayang ada juga manjanya. Itu karena ayhnya terlalu membiarkan kalau mamah berupaya tegas dan disiplin makanya Palung ngelunjak tak patuh. Sampai ayahnya turun tangan kalau Palung keterlaluan. aduh.
    Harusnya ortu kompak jangan terlalu membiarkan, susah memang karena suami mah tak memahami ilmu dasar kepengasuhan bagaimana jadi orang tua yang baik. Baik dalam pandangannya subjektif. Sudah kerja dan mencukupi kebutuhan keluarga. namun kurang bisa jadi teladan.
    Menjaga kewarasan mah bukan tanggung jawab ibu semata, ayah juga harus dukung. dan bukan dengan cara pembiaran melainkan pembiasaan. Susahnya jika meleng maka anak akan ngelunjak.
    Palung kala TK disiplin, kelas 1 juga catat pelajaran dengan benar. Kelas 2 malah gurunya membiarkan kartena kurang tegas dan terlalu baik. padahal Palung di rumah harus patuh pada aturan. Alhasil, saya gagal dan meleng soal pelajaran sekolah Palung karena malah jadi kebiasaan meski suidah diomeli saya. Kelas 3 juga malah tak berubah lebih baik. Jadi ikut les pada teman saya yang guru TK. Paling tidak, Palung mau nurut agar tulisan jangan dempet dan kecil. Mau belajar berhitung dengan benar, Mamahnya kayak kurang perhatikan saja karena selalu ada drama panjang yang berakhir dengan mewekan Palung. Iya, anak itu sensitif, pundungan kalau diomelin.
    Soal teori parenting zaman sekarang, barangkali diadaptasi dari teori barat. Ambil yang cocok dan tinggalkan yang enggak agar kita waras serta tak merasa kerdil.
    Saya juga lelah. kala masih remaja sudah baca teori demikian di majalah dan buku punya bapak. kayaknya gak cocok diterapkan pada anak.
    Anak butuh kedisiplinan dari usia dini agar dewasanya bisa menempatkan diri dengan baik dan bertanggung jawab.
    Saya lihat sekitar, banyak orang tua yang usianya lebih tua daripada saya dan sudah punya cucu berpola pengasuhan salah, terlalu membiarkan anak sampai mereka runyam sendiri kala anaknya besar.
    Saya juga masih minim soal ilmu agama namun berupaya terus meningkatkan pengetahuan agar bisa diaplikasikan.
    Ternyata saya tak sendiri, ya. Biarlah saya capek ngomel, keriputan, tambah beruban, tambah jelek, asal anak bisa diantarkan pada jalan yang allah kehendaki.
    Saya takut banget dengan kehidupan zaman sekarang, Mbak. Lost control dan tiada kontrol sosial dari masyarakat sendiri, jadinya seakan lingkungan sekitar bukan tempat yang aman. Tidak seperti masa kecil saya dulu yang masih aman bagi anak kecil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju banget mba Rohyati, tidak masalah kita sekarang berpeluh-peluh, ketimbang setelah dewasa, anak semakin sulit diarahkan.

      Semoga anak2 kita bisa menjadi anak sholeh, dan kita diberikan kekuatan untuk menjadi ibu yang baik, aamiin :)

      Hapus
  7. Aamiin... Semoga Allah selalu membimbing dan menguatkan kita dalam mencetak manusia-manusia sholeh/a kesayanganNya.

    Btw aku juga baru hapal doa makan pas udah punya anak mbak..😭 dulu aku jg gak terlalu concern Masalah agama. Dan sekarang berusaha sebisa mungkin supaya anak-anak mengenal dan memahami agamanya sedini mungkin.

    Saling menguatkan yaa.. biar bisa mencapai goals membawa anak-anak sampai ke surgaNya😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwkwk Upsss.. maaf jadi ngakak, aslinya saya ngakak sedih mengingat saya juga baru ngeh doa2 setelah anak sekolah huhuhu.

      Aamiin ya Allah, apalah arti kesuksesan seorang ibu, jika tidak bisa mengantarkan anak2 kita ke jalan Allah, semoga diberi kekuatan, aamiin :)

      Hapus
  8. baca ini aku jadi mikir, nanti kalo aku udah punya anak gimana yah...
    kalo anaknya keras kepala kyak aku gimana yah...
    kalo anaknya begini... begitu.... waduuuh.... belom apa2 udah setres sendiri.
    Semoga mbak kuat dan sabar menghadapi anak-anaknya...
    Semoga anak-anaknya menjadi pribadi yang menyenangkan dan membanggakan bagi kedua orang tua.
    Semoga aku nanti jadi orang tua yang bisa menghadapi anak2ku dengan kesabaran juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, tenang aja..
      Naluri keibuan bakalan keluar dengan sendirinya kok, tapi mempersiapkan mental bakal bikin semuanya jadi lebih ringan :)

      Hapus
  9. Saya setuju, Kakak Rey, tidak ada anak yang auto-sholeh meskipun kita hidup di zaman serba auto hehehe (sebagiaaaaan, tidak semua). Membaca ini saya jadi ingat diri sendiri dalam keluarga ini *keluarga Pohon Tua, bukan keluarga Cemara* karena dua keponakan saya pun sudah termasuk anak yang harus saya bimbing meskipun saya sendiri masih butuh banyak bimbingan. Terutama shalat-nya. Kadang saya bilang ke mereka, meskipun sudah pada besar (lewat masa remaja tapi belum dewasa): "Shalat itu seperti nafas, kalau berhenti nafas ya mati, kalau berhenti shalat ya mati juga." hahaha. Entah mereka masuk kuping kanan keluar kuping kiri :p

    Semoga Kak Rey tetap melakukan yang terbaik untuk si Kakak (kebayang mengawasinya berwudhu sambil gendong adeknya). Semoga saya kelak juga bisa mendidik anak saya sendiri qiqiqiq karena kita sama, Kak, ortu lebih pada bagaimana saya jangan bengong (harus kreatif) dan nilai akademik Insha Allah bagus. Pendidikan agama juga iya, dalam dan tegas, tapi kadang sayanya yang bandel.

    Pos ini super sekali, Kak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awwww... makasih banyak semangatnya mba Tuteh, masha Allah semacam es yang mengalir dan membentuk semangat dalam hati :)

      Hapus
  10. Terkadang anak bilamana banyak di larang ujung nya suka memberontak Mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan dilarang sih, tapi diarahkan, dibentuk good habbitnya sejak kecil.
      belajar dari pengalaman saya, sejak kecil dibiasakan oleh ortu untuk jadi orang yang bersihan, akhirnya sampai sekarang suliiiitttttt banget saya melihat sesuatu yang berantakan.
      Udah melekat jadi habbit, yang tanpa sadar dibentuk oleh ortu saya sejak kecil.

      Saya mau menggunakan metode itu dengan membentuk anak agar jadi anak yang butuh sholat, bukan memandang sholat adalah kewajiban.

      Kalau saya ga bisa hilangin habbit suka kerapian dan kebersihan, alangkah beruntungnya saya kalau anak tumbuh besar dengan habbit yang mau mati aja rasanya kalau ninggalin sholat :)

      Hapus
  11. Super sekali, sebagai motivator makhluk ghaib, saya Mario bross, mengakui kehebatan ibu ckck

    BalasHapus
  12. inspiratif sekali, mbak tulisannya. Bener banget ya, tidak mudah jadi orangtua. Saya dulu pernag berfikiran idealis saat belum punya anak, akan mendidik sesuai teori parenting dan tentu saja secara ilmu agama. Tapi pada kenyataanya, kita harus mengerti karakter anak dulu, pun penerapannya tidak semudah membalikkan tangan, ada kalanya suara kita keras, adakalanya sakit kepala, namun tentu ada kalanya bahagia. nano-nano banget pokoknya. Satu hal yang penting juga, perlu ada dukungan dari pasangan, agar kita tetap waras.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe, mari kita saling menguatkan mba, insha Allah dikuatkan Allah bersama menciptakan generasi muda yang sholeh/a :)

      Hapus
  13. Maap oot, kok seru sih kak ada jdwal telpon2an temen buat ngingetin sholat 😍

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba, di sekolah anak saya, tiap Kamis malam selalu ada kegiatan saling nelpon teman, ngingetin sholat Isha, belajar dan potong kuku karena besoknya bakalan diperiksa di hari Jumat :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)