Kim Ji-Young, Born 1982 - Patriarkis, Gender Dan Kodrat Wanita

kim ji-young born 1982

Sharing By Rey - Siapa yang belum nonton film Kim Ji-Young? Kayaknya udah mau diturunkan di semua bioskop tuh.

Ya sudah, nontonnya nunggu ada di Viu atau semacamnya aja deh, sekarang baca reviewnya aja dulu, biar kita bisa diskusi bareng hahaha.



Iya, ini review kedua saya tentang Kim Ji-Young, saya memang sangat kurang kerjaan, sampai nulis review film aja sampai 2 kali.
Sungguh saya harus dapat fee double dari film ini, lol.

Jadi, sebenarnya film ini lebih menitik beratkan dalam masalah patriarkis dan diskriminasi gender yang konon katanya hingga kini masih ada di Korea Selatan.

Etapi, sebenarnya bukan cuman di Korea saja ya.
Banyak kok di dalam negeri kita tercinta ini, masalah seperti itu terjadi.

Salah satunya dimulai dari anak lelaki yang lebih diutamakan.


Sebagai anak kedua dari 3 bersaudara (dulunya), saya betul-betul merasakan bahwa kehadiran saya seolah tidak diharapkan oleh orang tua saya, setidaknya mama saya, hiks.

Kakak saya perempuan, dan belum genap kakak setahun, mama hamil lagi yang mana saya lahir dan saya seorang bayi perempuan.


Waktu kecil mungkin belum terlalu saya rasakan, hingga akhirnya ketika saya berusia 6 tahun, adik saya lahir dan dia seorang bayi laki-laki yang ganteng.
Sejak saat itu saya kehilangan perhatian mama, huhuhu.

Semuanya harus didahulukan adik saya.
Apa-apa adik saya.
Setelah adik saya, ya kakak saya.

Alasan mama, adik saya masih kecil, jadi saya kudu ngalah.
Setelah itu kakak saya, alasan mama, kakak udah besar dan lagian tinggal sama tante, jadi harus didahulukan.

Masalahnya adalah, orang tua saya bukanlah orang kaya.
Jadilah saya tumbuh besar hanya bermodalkan dikasih makan dan beliin alat sekolah doang.
Bahkan baju saya udah sobek pun, saya masih harus bersabar.

Setali tiga uang dengan Kim Ji-Young, dia juga anak kedua dari 3 bersaudara.
Kakaknya perempuan, dan adiknya laki-laki.

Tapi percayalah, Ji-Young masih amat sangat beruntung dibanding saya, karena dia memiliki ibu yang tidak sama sekali membedakan dia dengan kedua saudaranya.
Hanya ayahnya saja yang lebih sayang pada adik lelakinya.

Ada pula ibu Ji-Young, yang terpaksa berhenti sekolah karena harus bekerja mencari uang untuk membiayai adik-adik lelakinya.
Anak lelaki harus sekolah yang baik, demikianlah konon aturan kuno di Korea Selatan.


Sebenarnya salahkah jika anak lelaki lebih diutamakan?


Saya rasa salah tidak salah.

kim ji-young born 1982
europeanantigues.asia

Kalau dalam Islam, sesungguhnya porsi anak lelaki memang harus lebih dipersiapkan.
Setidaknya secetek pengetahuan saya tentang Islam, tapi saya membaca beberapa ayat yang mana seorang lelaki itu sesungguhnya punya beban yang amat berat.

Baca juga : Ketika Adik Berpulang

Bagaimana tidak?

Dia adalah kepala keluarga, pemimpin keluarga, kepala sekolah bagi anak-anaknya.
Dia harus menafkahi anak dan istrinya.
Dia juga harus menanggung kedua orang tuanya, saudara perempuannya, dan saudara perempuan ayahnya (CMIIW)

Kebayang nggak sih, betapa beratnya beban lelaki dalam Islam?

Kalau anak-anak lelaki kita, tidak kita persiapkan mental, kemampuan dan pendidikannya sejak dini, ya jangan salahkan para lelaki yang sudah jadi suami, tapi yang di otaknya cuman tuntutan haknya saja kepada istrinya.

Minta dilayani kayak raja, tapi giliran nafkah pelitnya minta ampun.
Itu buat istri dan anaknya?
Aapalagi buat orang tua, saudara perempuannya, dan semua yang menjadi tanggung jawabnya???

Itu baru nafkah, belum lagi sikap nggak mau tahunya lainnya.
Tidak mau membantu tugas istri, sementara istri juga harus bekerja cari uang.

Dan semua kelakuan suami-suami bej*d zaman now itu.
Jangan hanya menyalahkan lelaki seperti itu, tapi lihatlah dulu pola asuh mereka sejak kecil.

Jangan juga baper lihat suami Kim Ji-Young yang begitu manis pengertian terhadap istrinya, suka bantuin istrinya.
Dahulu dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang oleh ibunya, sehingga terbentuklah karakternya yang baik.

Lah, jadi anak lelaki saja yang diutamakan? anak perempuan enggak?


Tentu saja tidak!
Anak perempuan juga seharusnya dipersiapkan dengan baik.
Tapi jika kita berlandaskan Islam, sesungguhnya mendidik anak perempuan, mungkin akan lebih baik jika dibekali dengan ilmu menjadi istri dan ibu yang baik, menerima kenyataan bahwa kodratnya adalah perempuan.

kim ji-young born 1982
youtube

Karena setinggi apapun kemampuan seorang wanita, pada akhirnya jatuh tersungkur juga di rumah karena anak.

Setidaknya untuk beberapa tahun dalam masa tumbuh kembang anak.
Setidaknya itulah yang saya alami.

Dan itulah masalah yang terjadi pada Kim Ji-Young, dia hanya melihat kesedihan ibunya sepanjang hidupnya, dia hanya melihat impian ibunya yang kandas hanya karena kodratnya sebagai wanita.


Ibunya lupa memberikan pengertian pada anaknya, bahwa sebagai wanita, kodrat kita adalah menjadi seorang ibu.
Meskipun kita menolak jadi istri karena ingin bebas.

Tapi kembali lagi, kita ini ciptaan Allah, dan kita terlahir bersama takdir masing-masing.
Jadi kalau memang kita ditakdirkan menikah dan punya anak.
Mau kita lari ke ujung samudrapun, pasti kita bakal menikah dan punya anak.

Itulah yang terjadi pada Ji-Young.
Dia jatuh cinta pada seorang lelaki, tapi nggak mau menikah karena takut hidupnya berubah.
Tapi ortu kekasihnya memaksa mereka untuk menikah.

Akhirnya dia menikah, lalu ortunya nanya lagi tentang anak.
Begitulah, akhirnya jadilah dia tersungkur di rumah menjadi IRT, just like her mom.

Sama seperti mendidik anak lelaki, bahwa kodrat lelaki adalah pemimpin, seharusnyalah seorang suami yang bijak tidak membiarkan istrinya menjadi tulang punggung, seperti yang banyak terjadi sekarang ini.


Patriarkis Dan Diskriminasi Gender 


Menurut saya, tidak ada patriarkis dan diskriminasi gender yang terlalu berlebihan dalam film Kim Ji-Young.
Semua itu hanyalah karena keadaan.


Diskriminasi gender dalam dunia kerja


Ada satu scene yang menggambarkan bagaimana Kim Ji-Young sedih saat pemilihan team perencanaan di kantornya.


Ji-Young dan banyak temannya merasa bahwa dia sangat pantas berada di team tersebut, karena memang kinerjanya yang begitu bagus.

Tapi, atasannya yang seorang wanita, malah memilih semua lelaki untuk berada di team tersebut.
Ji-Young mengira atasannya, mungkin tidak suka dengannya, makanya dia nggak kepilih.
Sampai suatu saat atasannya memanggilnya dan memuji pekerjaannya.

Ji-Young lalu bertanya, jika memang kinerjanya bagus, mengapa dia tidak bisa masuk ke dalam team perencanaan?

kim ji-young born 1982
maxtopstream10.com

Atasannya terssenyum dan menjawab, bahwa keputusannya memasukan semua karyawan lelaki dalam team tersebut, karena dia ingin team yang solid dan jangka panjang, setidaknya 5 tahun.

Hal itu amat sangat beresiko jika memasukan wanita dengan usia matang seperti Ji-Young, karena bisa saja dia mempunyai anak, dan semuanya akan berubah.

Kebayang kan team yang sudah dibangun solid bertahun-tahun, harus pecah dan mencari gantinya lagi?

Sungguh tidak adil ya?
Bagi saya, sama sekali ADIL!

Oh tidak!
Saya sama sekali tidak menganut paham patriarkis, dan saya amat sangat menentang diskriminasi gender.
Hanya saja, saya sudah lumayan tu eh senior untuk memahami maksud si bosnya tersebut.

Dear para wanita..

Perusahaan itu bukan taman bermain buat kita mengejar impian, agar kita terlihat punya kuasa, agar kita bisa menunjukan pada dunia. bahwa kita para wanita juga bisa memimpin!

Bukan ladies!
Perusahaan itu tumbuh untuk membiayai hidup banyak orang, salah sedikit, akan ada korban yang di PHK. Karenanya, memikirkan keberlangsungan perusahaan jangka panjang itu penting.

Atasan Ji-Young adalah seorang wanita, seorang istri dan ibu juga.
Makanya dia sangat tahu bagaimana tantangannya ibu bekerja tersebut.

Saya sama sekali nggak bilang seorang ibu tidak bisa bekerja dengan baik, tapi sungguh ibu hebatpun punya keterbatasan tenaga dan waktu.

Atasan Ji-Young bisa bekerja terus karena ada ibunya yang merawat anaknya, itupun dia harus mengorbankan hatinya karena sedih melihat ibunya sudah tua tapi harus menjaga cucu lagi, meskipun mungkin ada pengasuh, tetap saja seorang ibu yang membantu menjaga cucu, tidak akan sebebas ibu yang sama sekali nggak terbebani dengan menjaga cucu.

Dan akhirnya terbukti juga kan di Ji-Young!

Dia akhirnya hamil dan punya anak, karena tidak ingin membebani ibunya untuk menjaga anaknya, dia terpaksa resign.
Karena memang sih ada daycare, tapi itu mihil boook.

Ibu bekerja kadang tanpa sadar jadi dzalim dan merugikan orang lain


Tahu nggak sih, bukan sekali dua kali, kadang ibu bekerja itu jadinya semacam dzalim kepada orang lain, terutama ibu dengan kinerja dan kemampuan yang baik, sehingga menduduki posisi penting dalam sebuah perusahaan.


Saya misalnya, terakhir kali bekerja di sebuah perusahaan start up, karena kemampuan saya, akhirnya saya dipercaya oleh bos untuk menjadi tangan kanannya.

Di mana, gaji pekerja, beserta beberapa pembayaran penting, harus melalui pemeriksaan saya.
Hal itu menjadi amat sangat masalah, karena si kakak dulunya sering sakit-sakitan, terakhir bahkan harus dirawat di rumah sakit, yang membuat saya harus izin selama seminggu dari kantor.

Izinnya sih mudah banget, tapi akhirnya banyak pekerjaan kantor yang terbengkalai.
Pekerjaan terbengkalai, itu berarti pembayaran juga tertunda, dan tahu nggak sih, buat beberapa orang, gaji mingguan itu amat sangat dinantikan.

Entah membayar hutang, atau mungkin dipakai berobat buat keluarganya.
Kebayang nggak sih, karena kodrat saya sebagai ibu yang harus menemani anak saya sakit, tapi mengorbankan banyak orang yang terpaksa berhutang karena belum gajian menanti tanda tangan saya.

Dan bukan hanya itu.
Saya sering kesal teramat sangat, saat gaji suami sering tertunda, hanya karena bendahara yang harusnya membayar gaji tersebut lagi nggak masuk kerja karena anaknya sakit.

Kebayang nggak sih?
Ada banyak orang yang amat sangat menanti gaji tersebut, dan terpaksa harus hutang sana sini karena gaji tertunda demi menanti si bendahara yang menemani anaknya sakit.

Sudah kebayang nggak, betapa banyak resiko saat wanita bekerja?
Bukanlah patriarkis!
Tapi memang kodrat kita sebagai wanita yang harus menjadi ibu.

Makanya, akan lebih bijak kalau laki-laki yang bekerja di luar rumah, kecuali memang beberapa posisi yang urgent, seperti dokter kandungan, bidan dan semacamnya.


Kim Ji-Young, Depresi Karena Patriarkis Atau Ketidaksiapan Mental Akan Kodratnya?


Pada akhirnya, Kim Ji-Young merasa tidak bahagia dengan hidupnya.
Dia merasa nothing karena menjadi ibu rumah tangga.


Dia ingin bekerja, dia ingin berkarya, tapi sayangnya sekarang dia adalah seorang ibu.
Kondisi tidak memungkinkan, dan dia ingin memaksakan hal tersebut.

Di akhirnya, mantan bos Ji-Young menghubunginya untuk bekerja lagi, well aslinya dia duluan sih yang hubungi.
Tapi karena sekarang dia baru mulai lagi maka gajinya hanya 80% untuk awal bekerja.

Sayangnya, waktu daycare tidak bisa selama waktu dia bekerja, ini saya banget nih waktu kerja dulu.
Saya harus ngebut tiap sore menjemput anak, karena jam akhir daycare sudah lewat, dan tidak jarang saya bawa pulang kerjaan di rumah.

Ji-Young akhirnya mencari pengasuh, sebagai orang yang akan menjaga anaknya setelah jam daycare berakhir. Sayangnya mencari pengasuh tidak semudah itu.

Hingga akhirnya suaminya yang mengalah demi kebahagiaannya, suaminya mengajukan cuti melahirkan setahun.
Ya ampunnn, cuti setahun tentunya bakal mengurangi gajinya, ye kan...
Masa iya setahun nggak masuk makan gaji buta.

Ibu mertuanya marah, meskipun mungkin ibunya marah takut suami Ji-Young malah kehilangan karirnya karena cuti panjangnya dan dia malu jika anaknya pengangguran.

Namun semuanya masuk akal juga, karena ternyata gaji yang diterima Ji-Young bahkan tidak bisa membayar biaya daycare.

Lalu buat apa dia kerja?
Sudahlah mengorbankan anak karena dititipkan ke orang lain, pun juga gaji yang dia terima tidak setimpal.

Apakah seorang ibu akan bahagia dengan kondisi asal dia bekerja demi sebuah penghargaan kalau dia juga bisa berkarya? jadi dia butuh bekerja?

Hidup tidak sesederhana itu.
Saat menikah, terlebih punya anak, tidak akan sama lagi saat kita masih single.
Ada anak yang butuh perhatian orang tuanya.
Ada masa depan anak.

Dan kita tidak bisa memaksakan kehendak kita hanya demi sebuah penghargaan bahwa kita para wanita juga bisa berkarya di luar?


Psikolog membantu Ji-Young untuk lebih menerima keadaan.


Begitulah, pada akhirnya Ji-Young mendatangi psikolog dan psikolog membantunya untuk lebih menerima keadaan.
Berdamai dengan kodrat seorang wanita, sehingga dia bisa lebih bahagia menjalani kodrat dan keadaannya, serta akhirnya menemukan passion-nya yaitu menulis.


Pesan Untuk Para Ibu Yang Masih Belum Bisa Bahagia


Menurut saya, alih-alih film ini untuk melawan patriarkis, justru film ini memberikan pesan kepada kita semua, khususnya para ibu-ibu yang mungkin merasa hidupnya kurang lengkap.

Sama seperti kata Ji-Young,
"Kadang saya merasa bahagia, tapi di lain waktu, saya merasa bagai terperangkap"
Iya, kadang sebenarnya kita merasa bahwa pilihan hidup kita adalah yang terbaik.
Bisa menjadi ibu rumah tangga, membersamai anak kita dalam setiap detik tumbuh kembangnya.
Selalu ada saat anak butuh.


Tapi, di sisi lain, semacam ada perasaan kosong dan tak berguna, saat melihat wanita lain yang berpakaian rapi dan sibuk bekerja di luar.

Kita merasa seperti tidak berguna, bodoh, karena kesehariannya di rumah saja, sementara impian kita adalah berkarya di luar rumah.
Bayangan kejayaan kita bekerja sebelum punya anak, selalu menari.

Tapi, kita tidak bisa kembali pada masa itu, meski diusahakan, terlalu sulit untuk dicapai karena kita adalah seorang ibu.

Ketahuilah..
Rencana Allah itu adalah yang terbaik.
Yang perlu kita lakukan adalah belajar menerima dan ikhlas menjalaninya.
Menanamkan ke diri sendiri, bahwa tugas ibu rumah tangga itu tak kalah hebat dari tugas seorang wanita karir.

Kita harus ikhlas dan menerima.
Karena hanya dengan ikhlas, kita bisa menemukan ketenangan dan kebahagiaan.
Lalu segalanya berjalan dengan lebih mudah lagi.

Akan tiba masanya, kita berjaya sesuai dengan passion kita, dan itu adalah yang terbaik.

Seperti saya menemukan bahwa menulis adalah passion saya.
Demikian juga Kim Ji-Young yang akhirnya bisa berkarya melalui tulisan, tanpa meninggalkan kodratnya sebagai ibu dan istri.

Demikianlah.

Semoga kita semua selalu menemukan 1001 cara untuk selalu bersyukur, agar kebahagiaan selalu menyertai hati kita yang ikhlas, aamiin.

Sidoarjo, 6 Desember 2019

@reyneraea

Sumber : pengalaman pribadi
Gambar : berbagai sumber di Google

13 komentar :

  1. Kalo mb Rey udah cerita masa kecilnya, saya jadi ingat masa kecil saya juga yang 11-12 sebagai anak PNS. Pahit tapi manis dikenang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ortu PNS dan Anaknya PNS juga, hmmmm.....benar benar hidup yang membahagiakan. :)

      Hapus
    2. hahahaha, kalau mamak kite yang PNS sungguh menyedihkan :D

      Hapus
  2. Saya belum nonton film Kim Ji-Young, Mbak..! hahah...., maklum belum sempat, kocek masih kering.hahaha.

    Padahal saya yakin film ini asik dan berkualitas banget buat di tonton. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah diturunkan kayaknya dari bioskop, mending streaming aja kang bahahaha

      Hapus
  3. Ortu saya punya anak 4 yang semuanya cewek padahal katanya bapak saya ngarep banget anak ke4nya (Saya) cowok tapi cewek juga yang keluar, udah gitu kembar pula wkwkwk... untungnya bapak saya gak gimana-gimana ke saya dan anak-anaknya yang lain cuma saya emang dididik agak maskulin gitu, diajak nonton bola, disuruh nyuci mobil dan motor, rambut dipotong pendek banget, suru bantu angkat2 yang berat...

    later on, setelah bapak saya meninggal dan kakak k3 saya mau nikah kan perlu ada wali pernikahan, setelah ditelusuri dari jalur ayah saya, wali kami terputus sampai ayah saya aja, mau gak mau kakak saya nikah dengan diwalikan wali hakim dari KUA.

    Dari situ lah saya paham, kenapa dulu bapak saya ngarep punya anak lelaki, salah satunya untuk melanjutkan jalur perwalian tersebut.

    BTW, bagian akhir tulisannya relate banget sama saya mbak.
    Kadang saya suka ngiri dengan temen-temen yang jadi wanita karir tapi saya balik lagi ngaca ke diri saya sendiri dengan bilang "aku bahagia jadi IRT. so what ?"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya semua ortu pasti berharap punya anak lengkap, maksudnya laki-laki dan perempuan ya, makanya bapaknya mendidik anak-anaknya lebih tegar kayak cowok ya.
      Kalau mama saya juga sama. pengen selalu ada keturunan nama keluarganya, karena biasanya perempuan tidak berhak meneruskan nama keluarga :)

      Hapus
  4. Hmm... Kebalik sama keluargaku, karena kami mayoritas cowok jadilah adik prempuan sebagai "tuan puteri" tapi kami semua memang menyayanginya. Dan beruntungnya semua itu tidak lantas membuatnya melulu jadi manja, malah telunjuknya sangat sakti memberi perintah. He he he...

    Terakhir ketika Sudah dewasa Dia terbilang berhasil mengatasi semua kesulitan hidupnya saya sangat bersyukur...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Senangnyaaaa punya banyak kakak cowok, maklum saya nggak punya kaka cowok, makanya dulu pertama kali punya pacar bahagiaaaa banget, semacam dapat kakak ketemu gede hahahaha

      Hapus
  5. Omagaaah, ini dari awal sampai akhir kok aku manggut manggut bin setuju semua ya dg apa yang sudah kek rey utarakan ini. Seolah-olah aku punya pemikiran yang sama entah itu di penjelasan tentang kompleksitas pemikiran wanita setelah menikah dg usia usia produktif bakal hamil, mengurus anak, dan kegamangan bekerja atau tidak bekerja sementara biar kata bekerja pun masih dipusingkan dengan siapa yang bakal ngasuh si bayi atau andaikata pengen tetap bekerja, tapi kok dipikir2 gaji tidak menutup biaya daycare atau babby sitter, dan kayak selintas lewat saja, maksudnya buat pekerja yang gajinya ga tinggi2 amat, jadi mendingan menerima keadaan bahwa pada akhirnya diri sendiri lah yang dirasa paling tepat bisa mengasuh (untuk case yang keadaannya memang seperti ini),

    lalu masalah kodrat kok gw serasa pengen berkata, ini aku ngerti banget maksudnya kak rey tuh begini loh, dan aku pun berpikiran kayak gini juga, bukan masalah yang suka didengung2kan artikel feminist yang biasanya terdengar galak dan bicara melulu dari sisi nuntut kesetaraan gendernya doang bukan, tapi ya begitulah seperti yang udah kak rey ulas semua di atas, trutama yang penjelasanmempersiapkan anak laki laki dg kondisi terbaik karena nantinya memang tanggungannya cukup berat, aku ngerti banget ini, bhahaha,

    jarang jarang aku nemu penjelasan yang rasional bgini karena seringnya yang ngebahas tema ini ada di pihak yang berseberangan. Dan begitu nemu penjelasan dari kak rey ini, aku ngerasa ini yang paling pas. Seenggaknya buat aku pribadi...

    Tulll tu yang masalah point selanjutnya, terutama contoh aja yang bekerja di industri kontraktor, dimana bagian keuangan kebetulan dipegang oleh pekerja wanita lalu mendadak hamil melahirkan dan punya anak, ini ngalamin sendiri karena pak su dan om emang bergerak di bidang ini, lalu karena pekerjanya sebentar-sebentar ada yang cuti de el el, pada akhirnya sedikit menghambat keberlangsungan hajat hidup orang banyak alias pekerja hariannya untuk posisi yang rutin dapat gaji 2 mingguan, keteteran, dan sebentar2 posisi keuangan ini ada yang resign, ganti orang lagi, training lagi, dst...walhasil sedikit kurang efisien..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awwwhhhh, thanks banget udah nyimak mbul say, exactly !
      You got the poin! :*

      Hapus
  6. Jadi mawas diri baca artikelnya Mbak Rey. Kadang aku yang sekarang jadi IRT ini suka membanding-bandingkan diri dengan kehidupan teman-teman yang menjadi pekerja, networking yang luas, yang modis pakai baju rapi ke kantor. Tapi memang kondisi rumah tangga orang kan beda-beda. Dan keputusanku dengan suamiku memilih aku untuk lebih konsentrasi di rumah untuk mengurus rumah tangga dengan baik. Jadi bagaimana pun kondisinya, aku juga harus menerima konsekuensi atas keputusan yang sudah diambil. Menjadi full time IRT mungkin tidak terlihat keren di mata orang pada umumnya, dan tidak menghasilkan uang pula. Tapi diam-diam IRT juga berkontribusi atas ekonomi keluarga lho. Dengan cara menyumbangkan penghematan pengeluaran rumah tangga tentunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aww... tidak apa-apa kok, itu sangat manusiawi.
      Sayapun pernah berada di situasi tersebut.

      Insecure dengan jadi IRT, tapi waktu akan mendewasakan kita.
      Dan bener banget, IRT itu menyumbangkan penghematan :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)