5 Kunci Menetralkan Emosi Negatif Dalam Mengasuh Anak

5 Kunci Menetralkan Emosi Negatif Dalam Mengasuh Anak

Sharing By Rey - Bisakah kita mengasuh anak tanpa emosi negatif?
Sungguh itu adalah impian dan goal saya saat ini.

Berdamai dengan berbagai kondisi emosi, agar bisa menjalani hidup lebih baik, serta menciptakan anak-anak dengan kestabilan emosi yang lebih baik.
Btw, disclaimer dulu.
Seperti biasa, postingan ini hanya sebagai sharing kisah diri, sama sekali nggak ada maksud men-judge pola asuh ibu lainnya.

Atuh maaahh mau judge orang, judge diri sendiri aja belum mampu, hahaha.
Atau lebih tepatnya enggak mau ding.


Tantangan Emosi Negatif Dalam Mengasuh Anak


Emosi ada beragam, bukan hanya marah doang.
Jadi, kalau ada yang bilang dia sedang emosi, itu seharusnya tidak semata sedang marah.
Dia sedang bahagiapun termasuk dalam emosi.

5 Kunci Menetralkan Emosi Negatif Dalam Mengasuh Anak

Hanya saja, karena seringnya orang mengartikan emosi itu adalah marah, jadinya di pikiran kita, emosi itu adalah hanya marah doang.

Padahal, emosi itu, ada yang negatif, ada pula yang positif.
Dan sepertinya, saat mengasuh anak, saya kebanyakan emosi negatif deh.
Like marah, kesal, sedih. Meski juga seringnya ada (banyak) emosi positif seperti bahagia saat anak-anak kompak dan akur lalu rebutan mencium dan memeluk maminya.

Masha Allah, rasanya ingin selalu meng-save emosi positif seperti itu di dalam diri saya, agar bisa mendampingi dan mengasuh anak-anak dengan penuh kedamaian.

Kenyataannya?
Saya bahkan merasa depresi sendiri kalau mengingat bagaimana emosi negatif menyelubungi saya dalam mendampingi anak-anak.

Semakin memikirkannya dan menyesal, semakin saya merasa down dan depresi, semakin mudah menguar deh emosi negatif tersebut.
Gitu aja terus sampai anak-anak jadi takut sama saya, huhuhu.

Iya, tantangan yang paling berat dalam mengasuh anak memang adalah menetralkan emosi negatif.
Terlebih di masa pandemi sekarang, dan juga semakin besar anak (ternyata) semakin besar pula tantangannya.

Sungguh saya dulu mengira, setelah anak-anak tumbuh besar, 'beban' saya dalam mengasuh anak semakin ringan.
I mean, kalau anak udah besar kan udah lebih mandiri, udah bisa mengurus dirinya sendiri, nggak perlu dimandiin, disuapin lagi.

Kenyataannya?
Iya sih.
Anak jadi lebih mandiri secara kebutuhan fisiknya.
Tapi, kebutuhan lainnya merangsek naik.

Seperti, mengajarinya dan membiasakannya hidup lebih disiplin, menjadi manusia yang butuh Tuhannya, menjadi lelaki yang lebih baik, daaan menjadi...menjadi lainnya itu.
Etdaaahh, ternyata semua itu nggak bisa juga dengan auto terjadi.

Kudu ada driver dari orang tuanya, dalam hal ini saya sebagai ibu.    
Ya, mestinya sih tanggung jawab tersebut adalah kewajiban orang tua, baik ayah maupun ibu.

Akan tetapi, kalau memang keadaannya tidak bisa memungkinkan untuk itu, masa iya saya hanya menanti saja dan membiarkan anak tumbuh tanpa bimbingan?

Terpaksa deh tanggung jawab tersebut saya ambil sendiri, meski jadinya lebih berat lagi.
Tapi, itulah ibu.
Meski dengan penuh omelan sepanjang jalan kenangan, tapi sesungguhnya ibu rela melakukan apa saja demi anaknya.

Dan demikianlah, mengapa emosi negatif lebih banyak menguasai saya dalam mengasuh anak, seiring anak-anak semakin tumbuh besar, huhuhu.


5 Kunci Menetralkan Emosi Negatif Dalam Mengasuh Anak


Saya, tidak akan hanya menyerah dalam keadaan, menyerah pada alasan keadaan.
Tidak!

5 Kunci Menetralkan Emosi Negatif Dalam Mengasuh Anak

Karenanya saya selalu mencari cara untuk menjadi lebih baik lagi, untuk bisa menetralkan emosi negatif yang ada di diri saya, terutama saat sedang mengasuh anak.
Eh bentar.
Setiap hari ding, karena saya setiap hari mengasuh anak, hahaha.

Salah satunya ya dengan selalu meng-upgrade ilmu melalui kulwap parenting yang memungkinkan saya ikuti.
Demikianlah, saat ramadan lalu, saya ikut seminar parenting online yang diselenggarakan sekolah di kakak, melalui zoom.

Dan meski ngikutnya nggak penuh, karena kuota mamak udah kesedot banyak, hahaha.
Setidaknya saya mendapatkan poin-poin penting yang bisa saya praktikan untuk diri sendiri dalam mengasuh anak, salah satunya adalah 5 kunci yang bisa menetralkan emosi negatif kita dalam mengasuh anak, yaitu:


1. Syukur


Syukur.
Lagi-lagi kata itu ya.
Memang apapun dalam hidup ini kunci awalnya ya cuman syukur.

Dengan bersyukur, kebahagiaan lahir batin akan dengan mudah dan instan kita bisa raih.
Mudah katanye, hahaha.
Mudah dipikirkan, agak banyak alasan dipraktikan, iya nggak sih?

Tapi itu bukan alasan untuk kita selalu mangkir dari rasa syukur kan?

Dan saya bersyukur atas :
  • Kesempatan menjadi ibu
  • Kesempatan selalu mendampingi anak-anak selama 24 jam
  • Kesempatan mengasuh dan mengajarkan hal yang baik kepada anak-anak
  • Anak-anak yang sehat dan aktif
  • Hari-hari bersama anak-anak
Ada banyak yang perlu saya syukuri, akan tetapi meresapi 5 hal tersebut dahulu penting buat saya, untuk menepis emosi negatif yang semakin menguasai saya, sehingga saya jadi semacam alergi sama anak-anak, dan kadang menyesali hidup punya anak, astagfirullah.

So, saya bersyukur akan banyak hal, terutama 5 hal di atas.


2. Sabar


Ibu itu sabar!
Udah deh, kunci jadi ibu ya memang sabar, nggak ada cara termudah lagi.
Dan salah satu cara menjadi sabar ya dengan poin pertama di atas, yaitu dengan bersyukur.

Mensyukuri, bersyukur dan penuh syukur, sehingga sabar selalu bertahan di hati, dan lahirlah emosi positif yang menyingkirkan emosi negatif.

So, semoga saya bisa jadi ibu yang sabar, aamiin.


3. Menerima yang kurang


Jika kita sudah bisa terus menerus memupuk rasa syukur, kita bisa berlatih menjadi sabar dan akhirnya bisa menerima yang kurang dari anak.

Menetralkan Emosi Negatif Dalam Mengasuh Anak
Ikutan mami menyimak seminar parenting online

Saya rasa, ini adalah masalah utama mengapa saya selalu dipenuhi emosi negatif khususnya dalam mengasuh anak.
Apalagi kalau bukan pola asuh orang tua saya sejak kecil yang menuntut kesempurnaan.

Hal tersebut membentuk saya menjadi seseorang yang perfeksionis, daaann sungguh itu butuh pengendalian tingkat tinggi dalam mengasuh anak.

Ye kan, anak-anak masih dalam tahapan belajar, dari nggak bisa menjadi bisa, dari enggak tahu menjadi tahu.
Dan saya sering nggak sabar memberi waktu dan memberi tahu agar anak bisa dan tahu, huhuhu.

Dan memang, kunciannya saya harus bisa menerima hal-hal yang kurang, sabar dalam mendampingi anak seiring waktu belajar menghilangkan kekurangannya tersebut.


4. Memaafkan


Yup, jika sudah bisa menerima hal yang kurang, atau kita tahu bahwa anak masih dalam tahapan belajar, maka langkah berikutnya adalah dengan memaafkan.

Ini hal yang paling saya garis bawahi dan tempelin di jidat pengennya.
Eh bentar, kalau dtempelin di jidat sendiri, kagak kebaca dong ya, hahaha.

Yaitu memaafkan dan tidak selalu mengungkitnya.
Saya sering banget, bahkan ke anak sendiri mengungkit kesalahannya, ckckck.

Si kakak jatuhin sesuatu misalnya, karena kebanyakan gaya.
Saya bakal marah dan ngomel, lalu si kakak dengan nangis minta maaf.
Saya maafin sih.
Terus besoknya dia bikin salah yang lain, saya ungkit juga salahnya yang kemaren, ckckck.

Astagfirullah..

Kaaann, dibilangin kok saya tuh butuh banget banyak membaca hal-hal positif gini biar bisa menetralkan emosi negatif menjadi emosi positif.

Semoga saya bisa memaafkan kesalahan si kakak, eh kalau bisa sih melupakan sekalian ding, biar mulut nggak keceplosan diungkit lagi, hahaha.


5. Komunikasi asertif  


Dan ini adalah gongnya kali ya.
Jangankan ke anak, bahkan ke pasangan aja saya kadang sulit berkomunikasi secara asertif.

Apa sih komunikasi asertif itu?
Komunikasi asertif adalah kemampuan kita untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain, namun bisa tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan pihak lain. 

Ye kannnn...
Mentang-mentang saya seorang ibu, kalau ngomong asal aja, nggak mikirin hati anak bakalan terluka, huhuhu.

Sama juga dengan apa yang saya lakukan ke pasangan.
Mentang-mentang saya benar dan dia salah, udah deh ngomongnya kayak orang nggak pernah salah aja (ye kan, saya selalu memaksa diri di jalan yang benar, eaaaa *pembenaran **plak! hehehe)

Komunikasi seperti ini sangat penting saya latih, agar saya tidak terus memaksa diri di jalan yang benar, hanya untuk menyalahkan orang lain.

Duh ye, saya bijak banget di sini, hahahaha

Btw, perilaku asertif ini dapat ditunjukkan ketika kita dengan tegas dan positif mengekspresikan diri kita kepada orang lain.

Termasuk anak, harus bisa tetap berwibawa, namun lembut hingga pesan yang saya hendak sampaikan ke anak merasuk ke sanubarinya, bukannya rasa kesal anak aja yang merasuk, karena mulut mamaknya yang error ini, hahaha.

5 Kunci Menetralkan Emosi Negatif Dalam Mengasuh Anak

Ah, apapun itu, terlihat sederhana meski sebenarnya dalam praktiknya luar biasa terasa tantangannya.
Namun bukan berarti saya harus menyerah dengan keadaan.

Saya harus jadi ibu yang lebih baik.
Bukan ibu yang sempurna, tapi ibu yang bisa mengontrol emosi dirinya, agar bisa spread love ke anak-anak, dn anak-anak bisa tumbuh sebagai pribadi yang selalu penuh cinta dan menyebarkannya ke manapun dia berada, aamiin.

Demikianlah, semoga ada faedahnya meski mungkin dikit :)


Sidoarjo, 17 Juni 2020

Reyne Raea untuk #RabuParenting

Sumber :
  • Materi seminar online parenting dari yayasan Raudlatul Jannah Sidoarjo
  • Pengalaman pribadi
Gambar : Canva edit by Rey

18 komentar :

  1. semangat jadi ibu yang lebih baik mbk rey💪 emang jadi ibu banyak yang harus dipikirkan ya, nggak boleh asal mendidik anak, karena ibu adalah madrasah pertama bagi anak. jadi pola asuhnya bakal lengket sampai si anak dewasa. itu sebabnya pahal jadi ibu besar banget. he..he.. sotoy ayam banget saya.
    saya yang belum nikah kudu belajar dikit-dikit nih😁. serap-serap ilmu parenting...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha asyik dong Astria, udah punya modal teori dari banyak pengalaman orang :)

      Hapus
  2. Untuk poin no. 5, kebetulan saya baru saja menyelesaikan mata kuliah Pragmatik, jadi ilmunya masih ngebekas. Komunikasi memang penting sih, yang jelas harus dua arah. Meskipun komunikasi tapi hanya satu arah, itu akan kurang efektif. Yang ada lawan tutur malah cenderung merasa terkekang. Seolah-olah, ia merasa kita bersikap otoriter kepadanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah bener, biasanya terjadi pada orang tua dan anak ya :(

      Hapus
  3. anakku masih bayi, sebelum semakin gede dan berkembang, aku harus bisa menguasai 5 kunci ini nih.. sekarang sih blm seberapa dan blm begitu diterapkan karena komunikasi juga masih terbatas kan.. tapi harus bersiap-siap dari sekarang, karena suka tahu2 udh gede aja anaknya, pdhl perasaan baru lahir kmrin. :D

    -traveler paruh waktu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya bener, nggak bakal ketahuan atau kita sadari, tiba-tiba anak-anak udah gede aja :')

      Hapus
  4. Wetetetteddd...semacam dikasih materi yang menguatkan untuk sesama ibu, love it kak rey ! :Xd

    Ini sih bener bangaaaad, dalam praktiknya di dunia peremak-emakan yang butuh amunisi sabar berkarung-karung ini, aku sih yes dengan point-point ini, ga tau kalau mas anang #eh

    Point 2,3,4,5 terutama yang masih menjadi pe er terbesarku sebagai seorang mamak baru..yang pada prakteknya kita para mamak ini pun sebenarnya ikutan belajar juga, tapi insyaAlloh kita bisa ya kak rey...walaupun ga mudah juga...

    Eh si kakak darrel mirip anak wedokku nih, tapi bikin ngakak bab abis kepentok karena kebanyakan gaya, pasalnya anak wedokku juga banyak gaya, duuuuh tiada hari tanpa koprol dan manjat2 maknya, mana kalau aku lagi riweuh ngemong si adik e si kakak kayak ga mau kalah, lalu tetiba uda gelendotan di punggung, naik pundak berasa ku kayak barongan yang dinaikin pundaknya ama anak-anak hihihi

    Nomer 5 ini juga gw banget hihi, masih dalam tahap belajar banget akutuh bab berkomunikasi yang intens dengan si bocah biar cepet mudeng atau ga begitu petakilan. Biar bisa dikasih pengertian dikit-dikit perkara pas minta apa ga perlu terus-terusan ada acara meweknya segala, huh, tiada hari tanpa merajuk si bocah ahhahahah

    Itu pas masih piyik, belom kalau uda gede, tantangan tambah musmed lagi, ada biaya sekolah, atau teenager problem wekekkek

    #jadi ingat film inside out yang ngejelasin macam-macam emosi (yang bener kata kak rey dimana pengertian emosi kadang dianggap sebagian awam hanya sebatas emosi marah aja, padahal jenis emosi ada banyak, yaitu emosi bahagia/senang/happy, sedih, marah, disguise, juga takut). In the end, pokoknya mari kita tetap bersemangat mengurus bocah-bocah kita as amanah dari Alloh yang kudu dijaga sebaik-baik yang kita bisa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, iyaaa.. dulu tuh saya mengira kalau anak cewek bakal lebih anteng, ternyata banyak yang bilang sama ajehh :D

      Mau cewek mau cowok, emang di usia segitu mereka hanya ingin berbahagia, mengexplore semuanya mencari tahu, mau nggak mau memang kita sebagai ibu yang kudu berjuang untuk menetralkan diri sebaik mungkin :D

      Hapus
  5. Memang bagi seorang ibu kadang agak emosi juga mengurus anak, apalagi kalo anak anaknya suka bertengkar, yang pertama inginnya main sendiri, yang kecil penginnya diajak main, akhirnya malah bertengkar, emaknya yang lagi masak atau nyuci pakaian akhirnya keluar dari kamar mandi dengan dua tanduk diatas.🤣

    Iya, kunci menjadi ibu memang harus sabar mengurus anak, soalnya kelakuan anak kadang lucu ngemesin, kadang bikin marah. Padahal punya anak juga patut disyukuri, karena tidak semua keluarga bisa punya anak sendiri.😃

    BalasHapus
    Balasan
    1. wakakakakakak, betul tuh, mamak lagi mau mandi, anak-anak jejeritan :D

      Hapus
  6. Asyik tumpengan ada yang ganti template :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwkw kagak jadi say, itu cuman coba-coba ternyata saya kurang sreg huhuhu

      Hapus
  7. maaksih sharingnya, benar2 jadi ortu itu hrs banyak tahu bgmn menghadapi anak2

    BalasHapus
  8. Bener banget mbak. Apalagi yang tentang rasa syukur dan sabar.

    Saya baru punya anak bayik. Awal2 ngurus bayi saya sering marah2 dan ngomelin bayik kalo dia gak mau tidur jadinya saya capek dan kurang tidur. padahal kan ya namanya juga newborn baby pasti masih adaptasi sama lingkungan baru...

    Untung ada ibuk saya yg selalu ngingetin harus banyak bersyukur karena udah dipercaya Allah untuk ngurusin anak... Harus banyak sabar karena bayi pasti butuh perhatian khusus

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awww... mamak baru nih, selamat yaaa... insha Allah selalu diberi semangat menjadi ibu terbaik :)

      Hapus
  9. semoga nanti aku bisa menjadi ibu yang sabar nan lembut
    point dari segalanya adalah rasa syukur dengan kehadiran anak anak yang lucu, pinter dan menggemaskan. memang berat perjuangan ibu untuk memberikan yang terbaik buat anak-anaknya ya
    ya itu tadi semoga nantinya aku bisa menjadi ibu yang baik

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)