Ironi Masyarakat Di Sekitar Tambang Aspal Pasca Semua Perusahaan Berhenti Beroperasi

masyarakat sekitar tambang aspal buton

"Ada mama? mau ngomongin tentang tanahnya mama di dekat tambang aspal, mau saya pakai untuk berkebun nilam!"

Seseorang datang mencari mama beberapa hari lalu, berniat meminjam tanah keluarga mama di dekat tambang aspal yang belum laku terjual, pasca seseorang tersebut terkena impas PHK satu-satunya perusahaan tambang aspal yang akhirnya berhenti beroperasi, PT Kartika Prima Abadi atau yang biasa disebut KPA.

Seseorang tersebut merupakan salah satu dari banyaknya masyarakat yang mengeluh tentang sulitnya kehidupan sekarang, khususnya pasca PT KPA berhenti beroperasi.

Beberapa waktu sebelumnya, saya sempat bertemu teman masa kecil yang mengeluhkan hal yang sama. Si teman ini mengatakan terpaksa ubah haluan dengan menjadi petani nilam, saking kebingungan membayar cicilan yang tercipta dengan adanya perusahaan tambang aspal di wilayah tersebut.

Si teman tersebut mah masih mending dan beruntung, karena dia masih punya tanah untuk dikelola. Sementara ada begitu banyak masyarakat yang kebingungan, lantaran tak ada lagi tanah yang bisa mereka manfaatkan untuk menghasilkan uang.


Ketika Masyarakat Antusias Menjual Tanah untuk Perusahaan Tambang Aspal

Btw, yang penasaran bagaimana sejarah tambang aspal Buton, bisa baca tulisan saya yang kurang dapat antusias di Kompasiana ini ya, wkwkwkwk.

Baca juga :  Aspal Buton Kurang Laku, Impor Jalan Terus dan Nasib Masyarakat Dekat Tambang

Sebenarnya eksploitasi eh lebih tepatnya kita sebut penambangan aspal Buton khususnya di wilayah desa Lawele kecamatan Lasalimu ini, sudah ada sejak Indonesia belum merdeka.

Mama sering bercerita, bahwa sejak blio kecil, udah ada tuh PAN (Perusahaan Aspal Nasional). Dan perusahaan ini berperan banget terhadap masyarakat.

Namun, entah karena masih minimnya penggunaan aspal Buton dibandingkan aspal impor, maka penambangan tidak diteruskan.

Selama bertahun-tahun aspal Buton tetap tersimpan rapi di perut bumi, dengan masyarakat memanfaatkan lahan di atasnya sebagai kebun untuk bercocok tanam.

Nantilah setelah tahun 2005an (kalau nggak salah), aktifitas penambangan aspal dimulai.

Karena aktifitas ini membutuhkan lokasi yang luas untuk mengeksplor dan menambang aspal yang ada, tentunya perusahaan yang menjalankan aktifitas tambang butuh membeli tanah-tanah yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi aspal tersebut.

Hal tersebut ternyata bikin banyak masyarakat terkena sindrom 'lupa daratan', mereka berlomba-lomba menjual sebagian bahkan semua tanah yang dimiliki ke perusahaan yang akan mengelola tambang aspal tersebut.

Godaan tetangga yang berhasil mengantongi uang puluhan, ratusan bahkan milyaran berkat menjual tanah, membuat mereka berduyun-duyun merelakan semua tanah yang dimiliki untuk dijual ke perusahaan.

Apalagi, pemerintah menjanjikan aturan mengikat perusahaan yang wajib mempekerjakan orang lokal sebagai pemberdayaan masyakarat atas kekayaan alam di daerahnya.

Sedihnya, hampir semua kurang pandai menggunakan uang yang ada, rata-rata menggunakan uang tersebut untuk kepentingan yang konsumtif. Berduyun-duyun membeli mobil baru misalnya.

Saya pribadi sama sekali nggak menyalahkan masyarakat tersebut sepenuhnya. Sangatlah wajar mereka melakukan hal tersebut, setelah bertahun-tahun hidup dalam keterbatasan ekonomi dengan mengandalkan mengelola tanah yang ada untuk berkebun.

Namun, juga kasian membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan, setelah mereka merelakan satu-satunya sumber penghasilan jangka panjang yang dimiliki.


Salah Langkah Masyarakat Terhadap Euforia Tambang Aspal

Euforia pengelolaan tambang aspal yang menghadirkan 2 hal menyenangkan buat para masyarakat dekat tambang.

Yang pertama, uang banyak karena penjualan tanah.

Hal ini bukan selalu karena tanah yang dijual dengan harga di atas rata-rata ya, tapi memang karena luas tanah yang dijual memang lumayan banget. Bahkan mengorbankan semua tanah milik mereka.

Siapa kan yang bisa menolak pesona uang banyak?.

Meskipun ada juga satu dua orang yang bersikukuh tak mau menjual tanahnya.

Salah satunya, teman masa SMP saya yang memang punya tanah di daerah penuh aspal tersebut.

Baca juga : Kenangan Masa SMP

Yang kedua, meski kehilangan tanah untuk modal menghasilkan uang, mereka dilindungi dengan aturan daerah yang mana perusahaan wajib mengutamakan penyerapan tenaga kerja orang lokal.

Jadi ibaratnya masyarakat mendapatkan uang banyak dalam sekejap dengan penjualan tanahnya. Plus mereka mendapatkan lapangan pekerjaan dengan gaji bulanan yang lumayan besar, bahkan beberapa lebih besar dari gaji PNS, sebuah profesi yang dipandang sangat hebat oleh masyarakat di wilayah tersebut.

Lalu apalagi yang harus dikhawatirkan kan ye?.

Ibaratnya dikasih modal gede untuk memasuki pekerjaan baru, yang mana ada pemasukan stabil setiap bulannya, siapa yang nolak kan ye?. 


Ironi Masyarakat Di Sekitar Tambang Aspal Pasca Semua Perusahaan Berhenti Beroperasi

Sayangnya, banyak yang nggak sadar penyebab kebanyakan orang masih tetap mencintai profesi PNS, khususnya untuk masyarakat di pulau Buton.

Alasannya, karena PNS adalah satu-satunya profesi yang paling awet kedudukannya dibandingkan profesi lainnya.

Selama nggak ada pelanggaran yang sangat berat, para PNS akan bisa menikmati aliran gaji sampai dia tutup usia, bahkan memberikan warisan penghasilan kepada pasangannya.

Dan itu tidak akan mungkin didapatkan ketika bekerja di perusahaan swasta.

Nyatanya, perusahaan swasta sangat bergantung pada keputusan pemerintah, yang juga sangat berkaitan dengan politik. Ketika politik tak mampu memihak perusahaan maka bersiaplah perusahaan tak akan mampu bertahan, dan ujungnya akan stop operasional yang meninggalkan adanya PHK massal pada karyawannya.

Dan itulah yang terjadi pada semua perusahaan tambang dan pabrik aspal Buton yang ada di kawasan desa Lawele Kecamatan Lasalimu saat ini.

Setelah beberapa tahun terakhir, hanya tersisa 1 perusahaan yang masih beroperasi mengelola aspal hasil tambang. Perusahaan tersebut bernama PT Kartika Prima Abadi atau KPA.

Ketika pertama kali kembali ke Buton, saya sempat mencari tahu tentang perusahaan ini, dan mengetahui sedikit hal tentangnya.

Dan kesan utama saya adalah, agak deg-degan melihat kiprahnya.

Karena kalau saya googling, hanya sedikit proyek jalan yang menggunakan aspal Buton, sementara produksi mereka sangat berlimpah.

tambang aspal buton

Memang sih, di tahun 2022 lalu, presiden Jokowi saat itu berjanji akan memberlakukan hilirisasi aspal Buton dan melarang adanya impor aspal demi penggunaan hasil kekayaan alam sendiri di negeri ini.

Sayangnya, si Bapak mah keknya sengaja kasih janji akan merealisasikan di tahun 2024, pas banget kan tahun itu dia lengser dan diganti presiden baru.

Hasilnya bisa ditebak, presiden baru nggak bisa meneruskan janjinya, dan boro-boro hilirisasi, yang ada keran impor semakin dibuka kencang, makin sulit bersaing deh aspal Buton di negeri sendiri.

Di sisi lain, keadaan ekonomi yang nggak karuan, ditambah kurangnya penyerapan aspal Buton. Sukses menjadikan satu-satunya perusahaan tambang dan pabrik aspal Buton yang masih bertahan, akhirnya KO juga.

Selepas lebaran tahun ini, para karyawannya dikasih bonus tambahan, berupa pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.

Luar biasa galaunya masyarakat dengan PHK tersebut.

Bukan hanya buat para karyawan yang selama ini bergantung sepenuhnya pada gaji bekerja di perusahaan tersebut, tapi juga para masyarakat yang mendapatkan pemasukan dengan keberadaan perusahaan tersebut.

Misal, toko-toko atau warung-warung yang laris manis karena diborong para pekerja di perusahaan tersebut. Setelah perusahaan berhenti operasi, maka minat masyarakat membeli dagangan mereka jadi menurun, bahkan berhenti. Alhasil, banyak warung yang tutup, terlebih warung makanan.

Sebagai gantinya, mereka kebingungan, harus bagaimana untuk mendapatkan penghasilan kembali.

Di sisi lain, ada banyak orang yang salah memanfaatkan keberadaan perusahaan ini. Salah satunya, banyak orang yang mengajukan hutang ke bank, dengan jaminan dibayar pakai gaji bulanan yang mereka dapatkan.

Setelah PHK diberlakukan, mereka pusing bagaimana melunasi hutang yang terpaksa sudah diambil. Sementara mereka nggak punya skill lain, selain bertani ataupun melaut atau menangkap ikan. 

Baca juga : Cara Mendapatkan Pekerjaan Saat Menganggur


Sebagian terpaksa kembali melaut, namun sebagian lagi bingung, mau bertani tapi nggak ada lahan, karena tanah milik mereka sudah dijual semua.

Demikianlah nasib masyarakat yang hidup dalam ironi salah jalan dalam memaknai pengelolaan tambang aspal Buton ini.

Semoga bisa menjadi perhatian pemerintah.


Buton, 17-05-2025

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)