Ada yang pernah nonton drama serial Jepang berjudul First Love?. Itu tuh yang cerita tentang cinta pertama antara Harumichi Namiki yang diperankan oleh Takeru Satoh dengan Yae Noguchi yang diperankan oleh Hikari Mitsushima.
Salah satu dorama yang paling saya suka, karena nontonnya bikin air mata banjir, terus dulu tuh pas nonton bikin saya berpikir tentang cinta yang pasrah.
Maksudnya gini, kalau ngomongin cinta-cintaan yang real dalam hidup saya kan, hanyalah cinta-cintaan dengan bapakeh anak-anak.
Dia memang bukan cinta pertama saya, tapi dia cinta pertama saya yang real atau nyata. Pacar pertama yang real, dan seterusnya sampai nikah dan beranak-anak, hahaha.
Namun, satu hal yang saya pikirkan adalah, betapa kisah cinta saya dengan bapakeh anak-anak itu diperjuangkan dengan sangat keras. Maksudnya saya nggak pernah membiarkan perjalanan cinta kami berjalan dengan natural, membiarkan si laki itu memutuskan sesuatu tentang kami, tanpa saya minta atau dikte.
Bahkan, ketika kami pacaran dulu sebenarnya kami sering putus nyambung, tapi putusnya nggak sampai sejam udah balik lagi, hahaha.
Etapi sepertinya memang bukan cuman saya yang sibuk berjuang, si laki itu juga lama-lama udah berasa keikat sama chemistry kami. Jadi ketika saya ngambek dan pengen pisah, si laki itu bahkan rela nongkrong berjam-jam di depan kos saya, sampai saya mau keluar dan baikan lagi, wakakakaka.
Kami jadian tahun 2001 di Surabaya, dan tahun 2005 saya pulang ke Buton karena dipaksa ortu untuk mulai berkarir di Buton.
Waktu itu banyak yang ngedekatin saya, dan tiba-tiba saya merasa nggak nyaman, saya takut nggak bisa setia sama si pacar. Jadi, hanya kurang lebih 1 bulanan deh saya di Buton, selanjutnya saya minta si pacar jemput ke Buton, dan sayapun kembali ke Surabaya, dan kami kembali bersama setiap hari.
Sejak saat itu, sampai menikah, kami jarang berpisah. Ketika kami dapat ujian keuangan di tahun ke-5 pernikahan, saya berjuang keras mengembalikan dia ke dirinya yang biasanya. Berhasil, setelah itu kami kembali bahagia, sampai si Adik lahir barulah saya udah nggak sanggup lagi harus berjuang mengejar dia untuk jadi manusia yang bener.
Intinya perjalanan cinta kami tuh selalu penuh perjuangan, nggak bisa merasakan hal-hal yang natural kek di drama-drama gitu *halah.
Kayak dorama First Love itu kan, ceritanya si Namiki kan ketemu Yae pas mau masuk SMA. Dia jatuh cinta pada pandangan pertama, dan Yae benar-benar jadi penyemangatnya untuk berubah dari awalnya jadi anak yang bandel dan nggak jelas, sampai jadi anak yang bisa bersaing masuk SMA terkenal, demi bisa satu sekolah dengan Yae.
Ternyata perasaannya bersambut, Yae menerima cintanya, dan mereka terus bersama sampai lulus SMA dan melanjutkan sekolah di bidang yang berbeda. Namiki masuk sekolah penerbangan, hanya karena Yae bilang orang yang bisa menerbangkan pesawat itu keren.
Sayangnya, kisah cinta mereka harus berhenti, setelah ada kesalah pahaman yang bikin Yae kecelakaan dan hilang ingatan tentangnya. Ibu Yae meminta agar Namiki melupakan Yae, sehingga Yae bisa menikah dengan orang kaya.
Demikianlah kisah cinta pertama mereka berakhir di situ.
Apakah selesai?. Tidak!.
Bertahun-tahun kemudian mereka dipertemukan lagi dengan takdir yang berbeda, perasaan itu masih ada, tapi sayangnya kali ini rumit.
Yae yang masih kehilangan ingatan, sama sekali nggak kenal Namiki, tapi dia mulai jatuh cinta sama Namiki. Sayangnya, Namiki udah punya pacar yang baik hati, sementara Yae juga merupakan janda dengan 1 anak lelaki remaja.
Tapi nggak dipungkiri, kisah cinta mereka yang rumit, bikin kisahnya lebih terasa mendalam. Lebih manis dan bikin mewek.
Apalagi pas scene si Namiki terpaksa pergi ke luar negeri, sengaja menjauh karena takut menyakiti hati Yae yang tidak kunjung mengenalinya.
Sementara Yae yang sudah mengakui kalau dia jatuh cinta sama Namiki,
akhirnya berhasil mengingat kenangan mereka, ketika mendengarkan lagu First
Love nya Utada Hikaru.
Baca juga : Lirik Lagu First Love Utada Hikaru
Duh langsung mewek rasanya, melihat kisah cinta penuh cerita manis tapi juga berliku.
Lalu saya berandai-andai, kayaknya menarik ya menikmati kisah cinta demikian. Cinta yang mengalir dengan takdir bukan dipaksakan. Rasanya pasti lebih membekas daripada cinta yang diperjuangkan bahkan sampai terasa memaksa Tuhan agar tak pernah berpisah.
Eh siapa sangka, sepertinya pemikiran saya beberapa tahun lalu eh tahun lalu apa 2 tahun lalu ya, pas nonton dorama itu, ternyata sepertinya bisa saya rasakan sekarang.
Kok bisa?.
Jadi seperti yang saya ceritakan di postingan beberapa hari lalu, tentang banyak momen yang saya lupakan dalam hidup. Setelah kepulangan saya di Buton, pelan tapi pasti momen-momen itu kembali di ingatan saya.
Termasuk ingatan tentang seseorang yang sebenarnya bisa dibilang cinta nyata pertama di momen yang tidak tepat, hahaha.
Orang itu, kembali mendekat akhir-akhir ini, mencoba mencari celah lewat kisah-kisah kami di zaman dulu yang sebenarnya terjadi dalam diam.
Maksud diam ini, karena sejujurnya saya nggak ingat sama sekali kalau punya cerita pribadi dengan orang itu, tapi kadang saya mencoba membiarkan dia mengembalikan cerita itu. Meskipun jujur tak ada bayang yang kembali di ingatan saya, selain beberapa momen kebersamaan kami yang tak seberapa menurut saya, tapi berarti menurut dia, wakakakakaka.
Lalu kadang-kadang saya ingin membawa cerita itu jadi kayak dorama gitu (makin stres aja si Rey ini, wakakakakak). Maksudnya kan, siapa tahu memang ada cerita mendalam kami di masa lalu ya, trus saya hilang ingatan, meskipun kalau membayangkan gelinya setengah mati, wakakakaka.
I mean, bukannya ini menarik ya, jadi merasakan punya kisah lain yang lebih natural, meskipun kisahnya mungkin tak semanis kisah dorama Jepang itu.
Lah gimana mau dikatakan manis, kan dorama Jepang emang cerita cinta pertama yang sama-sama saling mencintai. Lah kalau saya keknya kisah cinta bertepuk sebelah tangan.
Dia sendiri mengatakan kalau menyimpan rasanya sejak dulu dalam lagu Pupus-nya Dewa. Dan memang sih dia sering banget menyanyikan lagu itu, tapi saya baru sadar kalau lagu itu ternyata ditujukan ke saya.
Dan bodohnya si Rey, sambil nulis tulisan ini, saya jadi penasaran dengan lirik lagu itu, trus di tengah malam buta gini, saya putar spotify lagu itu dong, dan banjir air mata lah saya.
>You know lah lirik lagu itu dalam banget, didengarin di tengah malam pulak. Meskipun saya tetap nggak bisa mengembalikan ingatan sendiri akan dia, tapi jujur saya bisa merasakan betapa menderitanya dia dulu karena saya.
Ah sudahlah, ini mengapa saya jadi bermain-main dengan hati ya, padahal sebelumnya hati sudah saya kunci dengan rapat, udah malas berkutat dengan masalah hati, pengennya serius aja dan fokus mencari uang.
Tapi tidak dipungkiri sih, kepulangan saya di Buton ini bikin hati saya jadi nggak karuan, mungkin juga karena di sini nggak ada tantangan seberat ketika di Surabaya kali ya. Satu-satunya tantangan saya cuman saya yang memang sungkanan, dan sensitif menghadapi mama lansia yang juga sensitif buanget.
Kadang juga merasa sedih akan masa depan yang makin nggak jelas karena hidup saya terbelenggu oleh dapur dan urus rumah doang. Portofolio saya sebagai blogger dan influencer semakin meredup huhuhu. Padahal nggak mudah loh membangun kedua profesi itu.
Kondisi seperti ini membuat saya jadi sejujurnya menikmati cerita-cerita lama, yang meskipun saya nggak ingat semuanya, tapi ternyata menarik untuk disimak.
Ah sudahlah, nggak tahu nih mau bahas apa, pokoknya gitu aja deh, hahaha.
Buton, 18-05-2025
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)
Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)