Suka Duka Menjadi Leader Bagi Seorang Introvert

Suka Duka Menjadi Leader

Sharing By Rey - Menjadi pribadi yang (cenderung) introvert, nggak enakan, lebih suka menghindari konflik, sungguh adalah sebuah tantangan baginya, untuk menjadi seorang leader.

Yup.
Setidaknya, udah sekitar 3 kali saya merasakan menjadi leader, dan bisa dibilangin kayak ibu peri, hahaha.

Ya pegimana dong ya, karakter itu sulit banget diubah.
Udah terbiasa banget sejak kecil untuk nggak mau ikut campur terlalu dalam terhadap masalah orang, cenderung lebih memilih jalan no drama, lebih suka mengalah dan diam.

Lalu tiba-tiba, harus semacam memimpin beberapa orang.
Wow.


Pengalaman Menjadi Seorang Leader


Sejak dulu, saya jarang banget bisa dapat kesempatan menjadi sebuah part of team, apalagi menduduki sebuah jabatan dalam sebuah team.

Saya pernah ceritakan di post saya terdahulu, tentang bagaimana saya menjalani masa kecil, terutama di sekolah, yang selalu nggak mendapatkan kesempatan karena (mungkin) bapak saya nggak punya jabatan sesuatu dalam masyarakat.

Iya, saya seolah invisible atau nggak terlihat di mata banyak orang.

Saya baru bisa mengenal sebuah team, dan menjadi part of team, setelah saya kuliah di Surabaya.
Karena saya mendongkrak semua sifat pemalu saya, untuk menjadi lebih berani, daftar ke kegiatan mahasiswa beragam.
Sampai akhirnya saya kerja, dan juga menjadi part of team.

Namun, sebagaimanapun saya berusaha, tetap saja apa yang telah saya jalani sejak kecil, begitu sulit saya hilangkan.
Saya jadi lebih menikmati bekerja sendiri, saking terbiasa invisible kali ya?

Bahkan, kalau saya pikir-pikir, salah satu alasan mengapa saya nggak berani punya asisten rumah tangga alias pembokat, ya karena saya nggak terbiasa memimpin hahaha.

Sampai akhirnya saya memutuskan ikutan bisnis Oriflame, yang mana ternyata bisnis ini tuh semacam bisnis dengan membutuhkan kepiawaian kita sebagai seorang pemimpin yang baik.
Karena kita dituntut membuat team sendiri.

Mencari, membuat dan memanajemen team kita sendiri.

2 kali saya menjadi leader di bisnis Oriflame, dengan team yang berbeda, dan kedua kalinya itupun penuh dengan drama, yang ujung-ujungnya saya disebut ibu peri, hahahaha.

Selain itu, terakhir kali saya bekerja kantoran, saya bekerja di sebuah perusahaan start up, dengan atasan seseroang yang masih sangat muda, usianya di bawah saya.

Karenanya, si atasan selalu menyerahkan pekerjaan sebagai seorang yang bisa diandalkan salah satunya memimpin team yang memang usianya kebanyakan di bawah saya.

Berhasilkah?
Ujung-ujungnya jadi ibu peri lagi, hahahaha.

Lalu akhirnya ngeblog, kemudian juga turut fokus dalam dunia mikro influencer, yang ujung-ujungnya, nggak nyadar mulainya dari mana, tiba-tiba sekarang saya jadi seorang leader dalam sebuah grup saling support di akun instagram.

Dan gimana?
Lagi-lagi jadi ibu peri, hahahaha  


Sukanya Menjadi Seorang Leader


Apakah karena pribadi saya yang cenderung introvert, kurang suka dengan yang namanya kerja sama dengan orang lain, lebih menikmati saat sendiri, jadi nggak menikmati saat menjadi leader?

Oh tentu saya enggak, setidaknya buat saya.
Ada banyak hal suka dan positif yang saya dapatkan saat menjadi seorang leader, yaitu:


1. Belajar menjadi seorang leader


Bayangkan, sejak kecil nggak pernah punya kesempatan be a part of team, lalu tiba-tiba bisa jadi punya sebuah team, dan saya sebagai leader.
Tentu saja itu jadi semacam dream come true kan ye.

Karenanya, saya bisa praktik jadi leader secara langsung.
Nggak cuman tahu teorinya.


2. Belajar banyak karakter orang


Bukan hanya nggak pernah jadi be a part of team, saya juga merasa nggak pernah bisa dengan baik diterima oleh geng-geng an pertemanan khususnya pertemanan cewek.

Atau mungkin karena sayanya yang nggak bisa berbaur ya, karena waktu kecil bapak mengultimatum, tidak boleh bergaul dengan sembarang teman, kecuali yang pintar, hahaha.

Karenanya, jujur saya telat banget bisa beradaptasi dengan karakter orang.
Barulah ketika kuliah, saya babak belur dalam perjalanan memahami karakter orang.

Nah ketika menjadi leader, saya jadi belajar langsung tentang karakter orang, dan saya jadi bisa menyimpulkan, bahwa sebenarnya nggak ada orang jahat, hanya saja tiap orang punya karakter sendiri yang terbentuk sejak mereka kecil.


3. Punya pergaulan dan branding yang luas


Waktu saya sakit kemaren, saya shock dong, karena bukan hanya teman blogger yang peduli sama saya.
Eh bahkan teman blogger yang sejujurnya saya kurang ngeh, terutama teman blogger laki, ada yang bahkan, ternyata saya belum menerima permintaan pertemanan mereka di facebook, hanya karena saya kurang mengenali mereka as a blogger

Tapi mereka-mereka kenal dong sama saya, masha Allah.

Para sahabat-sahabat mantan team saya ketika berbisnis Oriflame, hingga teman-teman dalam dunia mikro influencer, sungguh saya merasa terharu, saya jadi dikenal banyak orang.


Dukanya Menjadi Seorang Leader


Dukanya? pun tak kalah banyak, hahahaha.

Suka Duka Menjadi Leader Bagi Seorang Introvert


1. Nyaris tak punya waktu buat diri sendiri ataupun anak-anak


Ya itu deh, makanya saya udah nggak bisa lagi ikutan bisnis Oriflame, karena sungguh ya, benar-benar menguras waktu, hahaha.
Terlebih bisnis Oriflame ya, yang memang pernah saya jelaskan di post saya terdahulu, karena yang join biasanya kita yang prospek, kita yang janjiin macem-macem, alhasil kudu siap juga diganggu kapan saja, hahaha.

Itu belum ketambahan 'digangguin' upline dan wajib fast response.
 
Ketika ditunjuk sebagai leader atau orang kepercayaan boss ketika kerja dulu, setidaknya hanya diganggu sebentar-sebentar aja ketika libur.

Misal, kadang baru nyampe rumah, eh malah ditelpon.
Hari Sabtu libur, eh malah ditanyain tentang kerjaan, yang kesimpulannya menggantung, semacam nyuruh untuk datang ke proyek di hari libur, tapi main kode-kodean, wakakakakak.

Ujung-ujungnya?
Ya saya berangkat jugalah ke proyek di hari libur, untungnya bisa ajakin si kakak.

Lalu sekarang, punya grup yang admin sekaligus leadernya saya.
Mau nggak mau kudu standby pertama kali mengurus grup.
Kadang bahkan, baru bangun, yang dilihat grupnya dulu, hahaha.


2. Memahami karakter orang itu kadang bikin gregetan 


Astagaaaa...
Ini salah satu tantangan berat sebenarnya, dan bikin jadi duka dari menjadi leader buat orang dengan karakter kayak saya.

Menghadapi orang yang kadang sulit diajak bekerja sama dengan baik.
Dan itu terjadi berulang kali, duuhh.

Dari yang pada rebutan, nggak mau ngalah, kadang saya merasa, ini saya jadi leader atau jadi guru TK sih? hahahaha.

Cuman memang, lucky me, sekarang udah jarang saya ketemu orang demikian.
Mungkin karena saya berusaha untuk lebih kalem dan sopan, jadinya teman-teman sungkan kalau mau nakal, hahaha.


3. Memahami latar belakang budaya juga bikin gregetan 


Jadi, saya kan terbiasa tumbu besar dalam lingkungan yang punya sopan santun menghargai orang berdasarkan usia.

Cara bersikap, bahkan cara ngomong itu penting banget dibedakan, mana ke yang muda, mana ke yang lebih senior usianya dari saya.

Namun, kadang kita kan nggak tahu usianya, terlebih online, karenanya saya terbiasa menggunakan kata 'Mba / Mas / Kak'.
Lalu, untuk mengganti kata 'kamu' saya terbiasa pakai kata pengganti 'Mba / Mas  / Kak' tadi.

Lalu saya shock banget kalau ada yang ngobrol di grup atau chat pakai 'kamu' hahahaha.
Itu belom ketambahan 'beb' dan semacamnya, hahaha.

Lucunya, kadang tuh kecampur bahasanya, udahlah di awal disanjung dengan sopan, ujungnya dibanting, hahaha.

Misal,
"Mba ini gimana? kamu belum jawab loh!"
Oh em ji..
Udah di panggil Mba, ujungnya dibanting pakai 'Kamu'! wakakakaka.

Namun, menurut beberapa teman, terutama yang tinggal di Jabodetabek percakapan seperti itu udah biasa buat orang sana.
Meskipun demikian, saya 'merinding disko' juga kalau nemu bahasa seperti itu.

I mean, ini kan ngobrolnya di grup ya, kita juga nggak saling kenal, saya rasa sopan santun penggunaan kata 'kamu' dengan diganti dengan panggilan 'kakak' atau Mba atau Mas ini, berlaku untuk budaya ketimuran di negara kita tercinta ini.

Dan Jakarta sekitarnya juga seharusnya termasuk, iya nggak sih?

Tapi itulah, paa akhirnya saya berusaha menyesuaikan saja, sambil terus dijawab dengan sopan dan dikasih emoticon senyum atau love, yang Alhamdulillah ujung-ujungnya banyak yang jadi sungkan pada saya, meski awalnya bikin merinding disko, hahaha.


Demikianlah, suka duka menjadi seorang leader, khususnya bagi saya yang cenderung introvert, nggak enakan, sungkanan daaann segala macam hal lainnya yang sebenarnya nggak cocok jadi leader, hahaha.

Tapi siapa sangka ya?
Asalkan niat kita lurus, memilih jadi leader yang kalem, memang penuh tantangan, tapi jadi dicintai dan dihargai banyak orang.


Sidoarjo, 22 Maret 2021


Sumber: Pengalaman pribadi
Gambar: canva edit by Rey 

12 komentar :

  1. Mba, aku juga awal2 sulit banget yg namanya jadi seorang leader itu. Kuliah dulu, Aku paling gak suka berkecimpung di senat. Atau ikutan kegiatan apalah...
    Sukanya bebas. Cuek, dan suka2ku. Gakmau urusin orang lain...

    Sampai suatu saat menikah, kemudian punya usaha, aku dituntut jadi seorang leader utk karyawan2ku. Ternyata sulit juga iya utk adaptasi dgn mereka. Mesti belajar mengerti karakter satu per satu.

    Sifat aku, kalau udah kerja, serius, tegas dan cenderung diam. Alhasil, karyawan2 kantor kelihatan segan dan cenderung takut utk bertanya😇

    Kalau aku hadir di kantor, kelihatan sekali kalo mereka ketakutan. Padahal, mukaku gak serem loh mba😊 perasaan biasa2 saja... bingung sendiri hehe..

    Dari situ aku mulai belajar banyak memahami karakter org lain..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihihi, tapi kadang dengan karakter seperti itu jadi lebih mudah menjaga wibawa Mba.
      Saya punya atasan dulu, wajahnya flat, nggak pernah ikut bercanda sama anak buahnya, cuman sama saya dia bebas, karena kami sering ke proyek bareng.

      Tapi enaknya, dia disegani semua bawahan, omongannya selalu diperhatikan, karena wibawanya terjaga dari sikap cool itu 😀

      Hapus
  2. Halo mbak, apa kabar. Semoga selalu dalam keadaan sehat yaa.
    Yaa aku jg agaknya begitu. Seoranf introvert yg kalo diminta jadi pemimpin agak kesulitan 😅
    Btw, maksud dari "ibu peri" itu apa yaa. Aku ga terlalu faham hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ibu peri itu maksudnya terlalu baik, ga pernah marah 😅

      Hapus
  3. Aku sama kayak Mbak Ika deh...
    Cuma kalau aku dramanya yang kerja bareng aku kebanyakan lebih tua, serada canggung ya mbak kalau mau mengingatkan. Kadang takut dikata sotoy lah anak maren sore, hahahaha...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu tantangan banget deh, meski salah, bingung ngasih taunya.
      Kalau saya dulu, ngasih taunya pakai cara kayak anak ngasih tau ortunya, ada manja-manjanya gitu 😂, trus dibuat kayak pertanyaan, jadi saya tetap menempatkan diri sebagai seseorang yang nggak menghakimi kalau si orang tua itu salah 😀

      Hapus
  4. Aku belum pernah jadi leader mbak, lebih suka manut saja soalnya pusing jadi leader, buktinya itu mbak Rey harus karakter orang yang dipimpin, juga harus tahu latar belakangnya, belum lagi berkurangnya waktu buat keluarga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, kalau laki, secara naluri sebenarnya udah punya jiwa pemimpin, tinggal digodok aja biar lebih bagus 😀

      Hapus
  5. dulu aku bisa dibilang pemalu ya, pemalu ini sama ga ya sama introvert hehehe
    lama lama malah berpikir kalau aku kudu "show off" buat melatih mental keberanian sebenernya.
    jadi pelan pelan juga buat berani tampil di depan umum plus buat jadi seorang leader. untuk jadi leader juga nggak semulus paha ceribel, mungkin awal awalnya kagok atau ga yakin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, beda mba Inun, kalau introvert itu itu bukan malu tapi memang lebih suka kerja sendiri, merasa lebih puas aja :)

      Hapus
  6. Reeeeey, toossss duluuu kitaaaaa :D. Sebagai sesama introvert

    Aku tuh ga suka kerja dgn bawahan, jujurnya :D. Kerja dengan atasan, aku oke. Kerja sebagai team, aku ga masalah. Tp aku benci kalo jd atasan :p. Dan sayangnya pas msh kerja di bank trakhir, posisiku manager dgn beberapa anak buah :D. Dan ituuuu rempooong syekaaaliii hahahahahaha. Dengan berbagai karakter, sifat, kepintaran, aku sempet stress di awal2. Tp kemudian, syukurnya team ku yg trakhir sblm resign, itu asik2 dan sangat bisa diandelin.

    Aku tipe yg ga bisa ngemong Rey. Kalo menjelaskan sesuatu, aku bisa toleransi 2x menjelaskan. Ketiga kalinya kalo msh ga ngerti, aku suka emosi. Aku pernah ksh bawahanku nilai rendah saat penilaian dan berefek dia di mutasi ke cabang lain dan ga naik gaji. Ngerasa bersalah?? Pasti. Bukan enak ngasih tahu ke bawahan kalo dia ga naik gaji, ga dpt bonus, dan hrs mutasi pula Krn ga bisa ngikutin aturan. Tp ya gimana, anaknya kelewtan sih memang.

    Aku juga tipe yg ga mau banyak bicara kalo sama anak buah. Kalo mereka mau curhat, Monggo. Tapi aku bukan tipe yg bisa ksh nasehat bagus :p. Ini beda Ama suamiku, yg memang supel nya luar biasa. Dan dia terbiasa membawahi banyak anak buah.

    Dia bisa tuh ksh semangat pas anak buahnya down, ksh support dll. Yg mana aku susah utk begitu. Buatku, kerja dgn aku, aturannya begini, ikutin aja. Ga ush nanya2 lagi wkwkwkwk.

    Itulah kenapa, kalo bisa milih nih, aku LBH suka kerja sendiri, drpd hrs punya anak buah :D. Tanggung jawabku hanya ke atasan. Ga perlu membimbing bawahan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah kan, kadang jadi atasan itu itu tanggung jawab jadi terasa memberatkan ya.
      Lebih enak kerja sendiri dan melaporkan pada atasan, hahaha.
      Jadi nggak punya tanggung jawab moral terlebih kan karakter orang itu beda-beda ya.
      Salut deh sama orang-orang yang supel yang bisa membawa banyak orang, dan bisa bawa diri.
      Jadi dia tahu kapan harus berwibawa kapan harus menganggap bawahan adalah teman sehingga dia disegani dihormati tapi bukan ditakuti :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)