Hari Buruh Internasional: Saatnya Hak Perempuan di Dunia Kerja Diakui Setara!

hari buruh dan hak perempuan

Hari buruh internasional atau biasa disebut May Day diperingati setiap tanggal 1 Mei, dan tahun ini bertepatan dengan hari Kamis which is senang banget karena sekolah libur, hehehe.

Dan pas banget momennya, saya jadi pengen ngebahas tentang bagaimana perjuangan perempuan dalam dunia kerja, khususnya dalam meraih kesempatan kerja, dan khususnya di pulau Buton ya.

Iya, i know mungkin di daerah lainnya masalah kesempatan kerja buruh perempuan nih juga ada. Tapi di beberapa daerah terlebih untuk daerah kota metropolitan seperti Surabaya, peluang menghasilkan uang juga lebih banyak. Jadi, ketika kesempatan bekerja sebagai buruh di luar rumah tertutup, peluang menghasilkan uang dari hal lain, masih banyak.

Namun, untuk beberapa daerah kecil seperti daerah-daerah di pulau Buton misalnya, ketika kesempatan buruh perempuan mendapatkan kesetaraan dalam kesempatan dunia kerja minim, kelar sudah deh hidup, meskipun nggak kelar-kelar banget sih ya, hahaha.  

Baca pengalaman saya : Dear Kartini, Dunia Kerja Menolak Karena Saya Perempuan dan Single Fighter Mom  


Tanggal 1 Mei Sebagai Hari Buruh Internasional dan Sejarahnya

Btw, sebelum membahas lebih jauh tentang issue kesempatan kerja bagi perempuan, saya pengen sharing juga tentang bagaimana sih sejarah hari buruh yang diperingati setiap tanggal 1 Mei ini bermula?. 

Dan mungkin ada beberapa pertanyaan tentang, tanggal 1 Mei itu, hari buruh nasional, atau hari buruh internasional sih?.

Well, dari beberapa sumber terpercaya yang saya baca, sebenarnya May Day atau hari buruh telah ada di Amerika sejak tanggal 1 Mei 1889. Hal ini bermula dari para buruh yang memperjuangkan jam kerja yang lebih manusiawi dan mendorong perubahan sosial yang lebih besar melawan sistem kapitalis yang dianggap menindas buruh.

Setelah bentrok antara polisi dan buruh, yang mengakibatkan tragedi Haymarket, pemerintah akhirnya menetapkan tanggal 1 Mei sebagai peringatan perjuangan para buruh saat itu.

Di Indonesia sendiri, hari buruh telah ada sejak tahun 1920. Namun sejak adanya peristiwa G30S/PKI tahun 1965, pemerintah Orde Baru menghentikan perayaan Hari Buruh tersebut, karena dianggap mengancam keamanan nasional dan tindakan subvertif.

Hari buruh ini kembali bisa diperingati setelah pemerintahan presiden SBY di tahun 2013 dan sekaligus menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari libur nasional, untuk memperingati hari buruh.

Jadi kesimpulannya, tanggal 1 Mei itu bukan hanya hari buruh nasional, tapi hari buruh internasional.


Ketika Perempuan Sebagai Single Fighter Mom Berjuang dalam Kesempatan Bekerja

Biar lebih afdol, di peringatan hari buruh, saya ingin mengangkat issue dari pengalaman diri yang ingin mendapatkan pekerjaan dengan bekerja di luar rumah.

Seperti yang saya ceritakan di postingan beberapa waktu lalu, di mana saya mengalami kesulitan banget dalam berusaha mencari pekerjaan sebagai buruh khususnya di Buton.

Baca pengalaman saya : Dear Kartini, Dunia Kerja Menolak Karena Saya Perempuan dan Single Fighter Mom  


Di sini, tantangan yang saya hadapi bukan hanya sebatas usia, tapi juga gender, karena saya perempuan, single fighter mom, pulak.  

Sebenarnya, usia juga sangat mempengaruhi kesempatan kerja, tapi bahkan saya harus mencari pekerjaan dengan menggunakan relasi sekalipun, masalah gender tetap menjadi penghalang.

FYI di usia saya seperti ini, dan ditambah saya berada di daerah yang mana masyarakatnya harus punya 2 hal untuk bisa punya kesempatan kesejahteraan lebih.

Pertama, uang. Ada uang semua beres.

Kedua relasi, ada relasi baik keluarga maupun kenalan sebagai orang dalam, maka jalan untuk mendapatkan kesempatan hidup lebih baik akan terbuka lebar.

Tentunya, dengan 2 hal tersebut, masalah usia bagi saya mungkin masih bisa ditutupin, tapi ternyata masalah gender muncul dan menjadi halangan.

Ini sangat merugikan buat saya, terutama karena saya adalah lulusan teknik sipil, di mana pekerjaan yang bisa dilakukan oleh para lulusan ini memang banyak melibatkan gender laki-laki.

Dan justru itu jadi boomerang kurang baik untuk saya.

Berbeda dengan ketika berada di kota-kota besar, saat mendapatkan kesempatan dari relasi, masalah gender itu bukannya hal yang menjadi penghalang.


Mengapa Perempuan di Buton Khususnya, Sulit Mendapatkan Kesempatan Kerja Lebih Luas?

Pertanyaannya adalah seperti sub judul di atas ini, mengapa?.

Dan ternyata salah satu jawabannya saya dapatkan dari percakapan by phone saya dengan teman masa kecil saya beberapa waktu lalu.

Jadi, beberapa waktu lalu saya bertemu dengan salah satu teman SMP yang kebetulan kami adalah sama-sama lulusan Teknik Sipil. 

Kami lalu bertukar nomor WA dan 2 hari lalu berkesempatan saling berkabar dan ngerumpi lewat WA call.

Si teman saya ini bercerita banyak hal, khususnya cerita saat dia kembali ke Buton setelah lama merantau di negeri orang. 

Akan tetapi kondisi kami memang beda, dia selama bertahun-tahun tetap bekerja di bidang teknik sipil, karena kebetulan dia belum menikah, jadi bisa selalu fokus di karir.

Namun, karena ortunya memanggilnya pulang, terpaksa dia pulang dan dengan bantuan relasi keluarga, dia bisa magang di salah satu kantor pemerintahan Kabupaten Buton.

Lucky her, tahun lalu dia resmi diangkat jadi PNS melalui rekrutmen P3K atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja, dan sekarang udah tenang bekerja di salah satu instansi tersebut.

Namun, sebelum akhirnya dia lulus dan sedikit tenang, perjuangannya mencari uang di Buton ini sungguh luar biasa. Berbagai hal dia lakukan, asalkan halal.

Mulai dari mencari kesempatan di proyek-proyek kecil pemerintahan, menjadi bagian dari proyek tersebut, dan setelah perjuangan sana sini, dia berhasil sih mendapatkan kesempatan kerja, meski cuman 3 bulan, itupun berakhir mengecewakan karena cuman dibayar sebulan doang.

Nah meski hanya bekerja selama 3 bulan, tapi banyak hal yang dia alami dan pelajari, salah satunya alasan mengapa perempuan selalu dianggap 'nggak baik' untuk ikutan pekerjaan seperti di proyek demikian.

Mengapa?

Karena selalu terjadi keretakan rumah tangga dari pekerja di sana, sering kali melibatkan bosnya dengan pekerja perempuan, apalagi kalau statusnya single mom aka janda. 

Biasanya bermula dari gosip-gosip karena si pekerja perempuan sering bepergian dengan si bos, atau sebatas ketika di proyek digodain para pekerja termasuk mandor dan lainnya.

Wowwww dah.

Me bilaik yang sudah pernah kerja di proyek ketika di Surabaya, sungguh hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala miris.

FYI, untuk masalah pekerjaan kami sebagai lulusan teknik sipil yang banyak kumpul dengan laki-laki memang sudah menjadi hal yang biasa (seharusnya). Sayapun mengalaminya ketika masih bekerja di dunia teknik sipil sebelum menikah dulu.

Eh bahkan setelah menikah sih.

hari buruh dan hak perempuan
Ilustrasi engineer perempuan di proyek, made by AI

Pernah banget bekerja di proyek pelebaran tol Dupak Waru di Surabaya, saat itu jalan tol belum selebar sekarang, dan kami berkantor di kantor Jasa Marga yang ada di pintu tol Waru. Dan jangan bayangkan kantornya kayak sekarang, bagus dan bersih. Dulu tuh masih hutan-hutan di sana, dan saya beberapa kali terpaksa lembur di kantor, hanya saya perempuan, semua teman laki-laki.

Dan part ter-gong nya adalah, tau nggak? ketika saya sibuk fokus menyelesaikan pekerjaan yang segunung, di depan saya ada banyak rekan-rekan lelaki yang juga mengerjakan pekerjaan mereka di depan komputer. Tapi ternyata mereka sempat-sempatnya menonton. You know apa tontonannya?.

Film dewasa aka bokep, hahahaha.

Bayangkaaaannn!.

Saya yang perempuan sendirian, di dalam kantor yang letaknya jauh banget dari jalanan umum, tengah malam pulak, untungnya keknya saya kurang seksi dan menggoda kali ya, jadi saya aman dari para lelaki itu, hahaha. 

Saya juga sering banget bolak balik di proyek, disetirin bos pulak, you know lah saya nggak bisa setir mobil, terpaksa deh kalau diajak kontrol proyek, saya harus ikut berduaan dengan bos, dan bos yang nyetir, saya duduk manis.

Mau bosnya kabag atau manajer, hingga direktur pun, ketika nggak ada supir, ya bosnya yang nyetir. Mau bosnya China atau Jawa, ya sama aja. Ketika di perjalanan mampir di minimarket beli minum misalnya, ya bosnya yang turun beli, bukan saya, hahaha.

Bahkan, di tahun 2014 lalu, saya kembali bekerja di sebuah perusahaan startup kontraktor rumah mewah, bosnya tuh anak muda dengan usia di bawah saya, dan kami sering keliling proyek berdua hampir setiap hari, dan semua aman-aman saja.

Istrinya tau dan liat sendiri bagaimana kami setiap hari ke sana ke mari, tapi ketika profesionalisme didahulukan, ya semua aman-aman saja.

Menurut saya, masalah gender dalam dunia kerja teknik sipil ini sebenarnya hanyalah labeling masyarakat yang tidak sepenuhnya salah perempuan juga.

Meskipun menurut teman saya tersebut, memang semuanya ada andil dari kedua belah pihak, dan porsi terbesar andil itu ya dari laki-laki.

Biasanya karena pekerja perempuan, jadinya sering diajak bepergian sama bosnya, memang sih untuk kepentingan pekerjaan. Tapi ketika 2 manusia beda gender sering bersama dalam satu waktu dan tempat, ditambah lokasi juga memungkinkan kan.

FYI, di Buton tuh beda sama kota besar. Di Surabaya misalnya, meski saya ke sana ke mari tinjau proyek sama bos, tapi kami berada di kota, kalau mau aneh-aneh pasti kelihatan orang lain.

Lah di Buton, kondisinya banyak hutan, jarang ada orang, ketika setan lewat ya gitu lah, hahahaha.

Ditambah kurangnya kontrol dari perempuan juga, di mana teman saya tersebut bercerita memang benar banget, hanya sedikit bahkan jaraaaaangggg banget ada pekerja perempuan yang bisa menyelesaikan pekerjaannya di sebuah proyek, tanpa terlibat affair.

Dan karena itulah, kehadiran perempuan dalam bidang pekerjaan teknik sipil menjadi buruk di mata hampir semua orang.

Itu baru masalah hubungan antara gender ya, belum masalah image perempuan yang sering diribetin oleh pekerjaan domestik dan anak yang dikhawatirkan mempengaruhi kinerjanya.

Baca juga : Prospek Kerja Teknik Sipil yang Mom Friendly di Indonesia    


Hari Buruh dan Seruan Perubahan untuk Perempuan

Setelah semua cerita di atas, apakah semua ini harus dibiarkan? off course tidak bisa. 

Pertama, sudah seharusnya kesempatan kerja itu terbuka lebar bagi semua gender yang mau dan bisa bekerja di bidang apapun!.

hari buruh dan hak perempuan
Source: canva

Jangan lupa, ada kata 'mau dan bisa'.

Di dalam 2 kata tersebut, tentunya sudah termasuk mau dan bisa serius mengikuti aturan perusahaan. Dalam hal ini semua hal pribadinya sudah dikondisikan.

Ketika melamar pekerjaan, perempuan sudah seharusnya memikirkan risiko dan solusinya. Misal, anak-anak sudah ada yang jagain, minimal perempuan sudah memastikan kalau masalah anak dan keluarga, bukanlah menjadi sebuah penghalang.

Dan itu yang sudah saya lakukan, saya melamar kerjaan itu, karena sudah siap bekerja, anak-anak insya Allah sudah terkondisikan.

Selain itu, ketika perempuan bekerja, seharusnya dia bisa mengerjakan apapun yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya, jadi perempuan sudah seharusnya cari tahu dulu latar belakang pekerjaannya. Seperti apa sih kerjanya? bagaimana caranya? bagaimana tantangannya?.

Misal bekerja di teknik sipil, perempuan harus paham kalau nantinya teman bekerjanya kebanyakan laki-laki, apalagi kalau bekerja di proyek, harus siap dengan ujian digodain laki-laki, di cat calling dan semacamnya.

Untuk hal seperti ini, sebaiknya liat kondisi, kalau di kota-kota besar yang mana peran kesetaraan gender dari para feminisme akan melawan keras masalah ini, karena itu masuk kategori pelecehan secara verbal. Tapi kalau di daerah kecil kayak di Buton, sebaiknya sabar aja deh, karena melawan itu sama aja cari masalah. Mending fokus bangun wibawa, cari perhatian sama bos besar agar mereka paham kalau kita perempuan mahal dan mereka butuhkan banget. Jadi bos besar yang akan melindungi kita selama di proyek.

Setidaknya, itu yang saya lakukan ketika dulu bekerja di proyek. Saya jadi staf kesayangan bos, karena bos butuh otak saya, hehehe. Jadi, ketika saya ke proyek dan datang dengan bos besar, itu sama aja semacam bos memperlihatkan, 

"Ini loh staf kepercayaan saya, awas kalian ganggu!"

Jadinya aman.

Memang ujungnya kembali ke kualitas diri kita sebagai perempuan yang siap dan mau bekerja. Buat agar perusahaan sulit mendapatkan ganti kita.

Di sisi lain, sudah seharusnya perusahaan menerapkan aturan yang baku tentang bagaimana menghargai harga diri semua stafnya, baik perempuan maupun laki-laki.

Dan ini, tentunya butuh banget peran pemerintah untuk mendesak semua pengusaha patuh akan hal kesetaraan gender tersebut.

Setidaknya itu yang ada di opini saya, agar momen hari buruh ini bisa dimanfaatkan sebagai perjuangan perempuan dalam mendapatkan hak kesempatan di dunia kerja manapun yang dia bisa dan mau bekerja.

Baca juga : Kasta Pencari Kerja di Indonesia, Kamu di Mana?


Kesimpulan dan Penutup

Perjuangan perempuan dalam dunia kerja, khususnya di bidang-bidang yang selama ini didominasi laki-laki seperti teknik sipil, memang bukan hal yang mudah. Terlebih lagi jika hal ini terjadi di daerah kecil seperti Pulau Buton, di mana stigma, keterbatasan akses, serta minimnya pemahaman tentang kesetaraan gender masih menjadi hambatan besar. 

Cerita saya dan teman saya hanyalah potret kecil dari banyaknya kisah serupa yang terjadi di lapangan.

Momentum Hari Buruh Internasional ini seharusnya tidak hanya menjadi ajang peringatan perjuangan buruh pada masa lalu, tetapi juga menjadi titik tolak untuk mengevaluasi sistem kerja hari ini, apakah sudah adil dan setara untuk semua, termasuk perempuan?

Sudah waktunya perempuan diberikan kesempatan yang sama untuk bekerja, berkembang, dan berkontribusi tanpa harus dibayangi oleh label negatif, asumsi miring, atau bahkan pelecehan yang dibungkus dalam candaan sehari-hari. 

Karena sejatinya, ketika perempuan diberi ruang yang setara dan aman, mereka bukan hanya bisa bekerja, tapi juga mampu membawa dampak luar biasa untuk lingkungan kerjanya.

Semoga semangat Hari Buruh ini membawa angin perubahan, bukan hanya dalam bentuk regulasi, tapi juga dalam pola pikir dan budaya kerja masyarakat, bahwa perempuan pun pantas mendapatkan tempat yang layak dalam dunia kerja, tanpa syarat yang mendiskriminasi.

Selamat Hari Buruh, semuanya.


Elweel, 01-05-2025

Sumber: 

  • Pengalaman dan opini pribadi
  • https://www.detik.com/jateng/berita/d-7892428/tanggal-1-mei-hari-buruh-nasional-atau-internasional-ini-jawabannya diakses 01-05-2025

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)