Cerita Jadi Warga Surabaya untuk Ulang Tahun Surabaya 2023

cerita-jadi-warga-surabaya

Hari ini, 31 Mei 2023 adalah hari peringatan ulang tahun kota Surabaya ke-730. Luar biasa ya usianya udah senior eh tua banget hahaha.

Dan untuk merayakannya, saya pengen bercerita tentang pengalaman menjadi warga Surabaya. Karena cerita tentang sejarah Surabaya dan semacamnya kan udah banyak banget tuh yang nulis.


Mana yang nulis website media besar, kek si Tribun yang selalu menguasai page one google. Padahal kalau di klik artikelnya, sampai lebaran haji baru selesai bacanya, saking banyak yang harus di klik. Belom lagi iklannya luwar biasa banyaknya.

Eh Rey, dirimu mau ngomongin ultahnya Surabaya atau ngerumpiin si Tribun nih? hahaha. 

Ya udah, kembali ke tema yang nggak penting, tapi buat saya sih penting, juga buat anak cucu saya *uhuk.

Baca Juga : Alasan Mengapa Nulis di Blog Itu Mengasyikan


Pertama Kali Datang Ke Surabaya Dan Ternyata Menetap Lama 

Btw kenapa saya nulis sub judul ini lagi ya, padahal udah pernah saya tulis di postingan terdahulu, hahaha. Tapi nggak apa-apa deh saya ceritakan garis besarnya lagi.

Jadi, pertama kali saya ke Surabaya tuh di bulan Mei tahun 2000. Udah lama banget kan?


Rencana awal datang ke Surabaya

Awalnya sih cuman iseng main ke rumah om saya (adik bungsu mama). Om memang udah lama tinggal di Surabaya, dulunya ikut kakek (saudara tiri bapaknya om dan mama saya) yang menikah dengan orang Madura dan tinggal di Krian.

Dan om saya berhasil masuk tentara Angkatan Laut lanjut ke Provost, dan menikah dengan orang Surabaya.

Sambil main ke rumah om, saya ikutan bimbel di Teknos, nggak tahu ini bimbel masih ada nggak ya sekarang?. Dulu tuh ikutan yang di Kapas Krampung.

Saya ikut bimbel, karena sebelumnya saya gagal masuk UMPTN (kalau sekarang namanya SNPMB / Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru).

Jadi, rencananya saya main ke rumah om, ikut bimbel, dan ikut UMPTN di Surabaya dengan pilihan kampus di Sulawesi.   

Begitu deh rencana sempurna yang saya sepakati bersama mama di Buton, Alhamdulillah Bapak setuju-setuju banget.

Maka berangkat lah saya dari Buton, diantar Bapak naik kapal Pelni. Dan jujur itu adalah pengalaman pertama saya naik kapal Pelni dan bepergian jauh.

cerita-jadi-warga-surabaya
Penumpang kapal pelni di pelabuhan tanjung perak surabaya | Source: jatimpedia

Sampai Surabaya langsung ke rumah Om di Kompleks perumahan AL Wonosari, dekat Suramadu sono, eh tapi dulu belom ada Suramadu, tentunya.

Baca Juga : Alasan Pertama Kali Ke Surabaya


Ikut bimbel, daftar UMPTN dan salah naik Lyn / bemo

Karena ketika itu om lagi sekolah Provost di Malang, akhirnya rencana mau ikutan bimbel tertunda. Ada kali saya sebulan cuman jadi baby sitter jagain anaknya om, hahaha.

Sampai akhirnya om punya waktu luang, didaftarin bimbel Teknos, dan diajarin naik angkutan kota yang di Surabaya sering disebut bemo atau Lyn.

Si om juga nggak canggih, masa iya dia cariin bimbel yang rute angkotnya harus oper 2 kali. Mana dari rumah om saya harus jalan kaki dulu keluar kompleks ke terminal kecil Lyn WB. Lalu turun di pertigaan Kapas Krampung lalu oper Lyn O, karena kalau jalan kaki masih jauh boookkk.

Padahal ya, ada bimbel Primagama (kalau ga salah) yang lokasinya tuh 1 kali lyn aja, pakai lyn WB dan turun di dekat Unair.

Lupa tepatnya berapa lama ikutan bimbel, dan jujur kagak nyantol juga di kepala saya, hahaha. Sampai akhirnya datang juga waktu UMPTN.

Saya diantar tante (karena om masih sekolah dan gabisa izin) untuk daftar di Unair. Karena saya emang belum tahu daerah Unair.

Ternyata bisa naik 1 kali lyn aja, naik lyn WB dan turun persis di depan Unair jurusan Ekonomi. Karena rumah ortu tante saya dekat Unair yaitu di daerah Kedung Tarukan. Jadi saya ditinggal dong, tante hanya berpesan, kalau pulang naik lyn WB lagi.

Sayangnya, tante lupa ngasih tahu, naik lyn-nya itu dari sebelah mana?

Ketika urusan daftar UMPTN selesai, saya pulang sendiri dong. Dengan pedenya saya naik lyn tepat di depan Unair lagi.

Dan setelah lyn-nya jalan, saya auto deg-degan. 

Rute yang ditempuh sangat tidak familier dong!

Ternyata saya salah naik jurusan lyn-nya, di mana kalau naik dari depan Unair tuh jadinya dibawa ke terminal Bratang, huhuhu.

cerita-jadi-warga-surabaya
Lyn WB di terminal Bratang Surabaya masa kini, sudah lebih rapi ya | source: superradio

Hampir nangis dong saya, mana dulu nggak ada HP kan ye. Nelpon ke rumah tante nggak ada yang angkat, karena tante masih di rumah ortunya.

Akhirnya saya iseng aja nanya-nanya angkot WB, apakah ada yang menuju ke daerah Wonosari? Ternyata ada dong, dan begitulah saya terselamatkan.  

Baca Juga : Kenangan Pasar Turi di Tahun 2000an


Ternyata nggak lulus UMPTN dan berakhir di Itats

Dasar si Rey ya, ketika ikut bimbel mulai kenal teman, ada satu yang lumayan akrab, saya lupa namanya tapinya, wakakakaka.

Gara-gara dia, saya jadi mengkhianati rencana awal bersama mama. Di mana seharusnya saya daftar di universitas yang ada di Sulawesi, eh you know saya ambil apa?.

Pilihannya IPC, yaitu bisa memilih 2 jurusan IPA dan 1 IPS karena saya lulusan STM.

Pilihan pertama saya pilih teknik sipil ITS dong, pilihan kedua saya lupa, dan IPSnya kalau nggak salah pilih Hubungan Internasional di Unair atau Unibraw ya? lupa deh.

Dan hasilnya? off course nggak lulus, wakakakakaka.

Karena mama takut saya kecewa berlebihan, eh ditawarinlah kuliah di kampus swasta, dan saya bebas pilih kampus dan jurusan apa saja.

Lah, sama teman akrab di Teknos diajak ke ITATS dong. Alasannya, SPP di ITATS lebih murah dari Untag. Pas ngomong ke mama eh ternyata disetujui.

Dan begitulah saya jadi mahasiswa Teknik Sipil ITATS angkatan 2000, sementara teman akrab yang saya lupa namanya itu ambil jurusan Teknik Informatika.

cerita-jadi-warga-surabaya
Kampus ITATS Surabaya, kata teman-teman kampus mirip pabrik, hahaha | source: itats 

Baca Juga : Gagal Masuk PTN Karena Nggak Cerdas? Masa Sih?


Memutuskan Jadi Warga Surabaya, Ini Alasannya.

Saya menjalani waktu 4,5 tahun sampai akhirnya wisuda dari ITATS karena telat mengejar jadwal sidang skripsi.

Oh ya, selama kuliah di ITATS, saya berkali-kali daftar di beberapa beasiswa yang ada. Lumayan banget dong buat nambahin biaya hidup, karena uang bulanan dari mama amat sangat terbatas.

Nah ada cerita kesal nih ketika saya daftar beasiswa, itu kan butuh surat keterangan dari alamat KTP. Nah KTP saya tuh masih KTP Buton, dan jadilah saya minta tolong mama, atau kakak buat bantuin urusin. Dan masya Allaaaahhhhh susahnya, huhuhu.

Adaaaaa aja alasan mereka, dari yang belum sempat lah, bingung lah, ini lah, itu lah.

Puncaknya, ketika KTP saya habis masa berlakunya, dan susah banget buat perpanjangan, karena saya nggak bisa sering-sering mudik, biayanya lumayuuunnn dong ya.

Sampai akhirnya kepikiran buat pindah KTP Surabaya aja, saking kesal banget kalau butuh-butuh tuh susah banget minta tolongnya.

Waktu itu kepikiran untuk nebeng di KK keluarga si pacar, tapi saya mikir. Lah nanti kalau nikah gimana jelasinnya? hahaha.

Masa iya ada yang menikah dalam 1 KK?

Kebetulan waktu setelah lulus dari ITATS, saya pindah kos ke daerah Gubeng Kertajaya, dan kebetulannya lagi rumah kos yang kami tinggali itu kosong, alias nggak ada warganya yang punya KK dengan alamat kos itu.

Langsung deh saya tanya ibu kos, minta izin boleh nggak kalau saya pakai alamat kos tersebut untuk bikin KK sendiri?. Ternyata ibu kosnya bolehin dong.

Berikutnya kami (saya dan si pacar) ke pak RT, nanyain rencana saya bikin KK sendiri. Ternyata bisa dong, bahkan saya lupa sih, dulu itu keknya nggak pakai surat pindah deh, atau pakai juga ya? lupa, hahaha.

Yang saya ingat adalah syarat wajib menyumbang 2 pohon untuk ditanam, sebagai syarat jadi warga Surabaya.

Dan nggak menunggu waktu lama, akhirnya saya punya KK sendiri dong, dengan anggotanya serta kepala keluarga ya saya sendiri, wakakakaka.

Dan begitulah cerita saya resmi jadi warga Surabaya di tahun 2005 atau 2006, atau 2007 ya? Lupa juga wakakakakak.

Dan emang kerasa banget keuntungan pindah menjadi warga Surabaya. Jadinya ketika nikah, lebih gampang urus surat-suratnya, kan kami jadinya sama-sama warga Surabaya.

Meskipun harus buat surat pengantar untuk bikin surat nikahnya di Buton, karena akad nikahnya di Buton, hahaha.

Tapi over all, jauh lebih mudah, nggak perlu rempong minta tolong keluarga buat urus surat ini itu. Jadi, kata siapa saya jadi warga Surabaya karena menikah dengan si pacar yang warga Surabaya?

Kagak dong, sebelum menikah, kami udah sama-sama jadi warga Surabaya dong, hehehe. Dan anggaplah saya jadi warga Surabaya di tahun 2006 silam, jadi hingga hari ini, sudah sekitar 12 tahun dong saya jadi warga Surabaya.

Tapi belom bisa fasih berbahasa Surabaya, wakakakaka.

Baca Juga : Culture Shock Pertama Kali di Surabaya


Selamat Ulang Tahun Kota Surabaya ke-730

Ya, meskipun saya cuman menjadi bagian sebagai warga Surabaya, bukan asli Surabaya, bahkan logat Surabaya aja nggak fasih (padahal udah 23 tahun di Surabaya, ckckckck).

Tapi jujur saya bangga dan cinta banget sih sama kota ini.

Apa ya?

Mungkin karena di kota ini pertama kali saya bisa jadi diri sendiri. Bisa melakukan apa saja yang sebelumnya saya idamkan ketika di Buton, tapi nggak kesampaian karena beberapa alasan, salah satunya karena ortu saya bukan pejabat *eh.

Pertama kalinya saya bebas ikut kegiatan apa saja, dulu waktu sekolah, mau ikut pramuka aja susah, meski saya lumayan masuk ke jajaran siswa yang nilainya bagus di sekolah, tapi selalu kalah dengan siswa yang lebih cantik dan anaknya pejabat *yayaya..

Jadinya, ketika kuliah, saya kalap ikut banyak kegiatan. Ikut organisasi mahasiswa baik tingkat jurusan maupun tingkat kampus.

Juga ikutan organisasi lainnya kayak Bahasa Inggris dan Paduan Suara. 

Bahagia banget rasanya bisa merasakan ikut berbagai kegiatan, tanpa perlu bersyarat harus cantik banget dan harus anak pejabat hahaha.

Dan tingkat kepercayaan diri saya makin tertata, ketika suatu hari saya diminta Mbak kos untu menggantikan dia jadi pembawa baki di acara wisuda anak ITATS.

Saya terpilih hanya karena tinggi badan, dan terharu rasanya.

As we know kan ye, perasaan yang sering jadi pembawa baki itu yang cantik-cantik aja, tapi saya, si Rey yang anaknya bukan siapa-siapa, bisa dikasih kesempatan jadi pembawa baki dengan mengenakan busana Ning Surabaya. 

Di Surabaya, saya juga bisa menekuni karir secara mandiri, tanpa mengandalkan ortu, apalagi kudu nyogok pakai uang ortu hingga puluhan juta atau lebih *eh, hahaha.

Kebayang kan, betapa jatuh cintanya saya akan kota ini.

Terlebih, makin hari Surabaya tuh makin maju dan modern, serta banyak hal-hal yang bikin masyarakatnya jadi happy.

Apalagi di zaman sekarang, kayaknya sulit mau pakai orang dalam di Surabaya, semua harus ikut prosedur yang ada.

Beda banget sama di Buton.

Mau apa-apa, selama ada keluarga atau orang dalam, kita aman dah pakai jalur orang dalam, wakakakaka.

Sedihnya tuh kalau nggak punya orang dalam ketika masa remaja saya dulu. Sekarang sih Alhamdulillah udah banyak orang dalam yang bisa diandalkan.

Ye kan, kakak saya juga bekerja di sektor yang lumayan penting, ditambah lewat teman-teman kakak atau kakak ipar.

Namun, saya udah terlalu lama terbiasa hidup sesuai prosedur selama di Surabaya, meskipun ada juga beberapa yang pakai jalur 'jendela', tapi memang jalur tersebut cuman satu-satunya.

Misal, saya bisa kerja di proyek dulunya karena kakak ipar saya yang merekomendasikan ke rekan kerjanya. Jadinya saya diterima deh, tapi emang pas proyek nyari staf dan mereka malas buka lowongan umum. Jadi, meski masuk jalur 'jendela', tapi saya nggak mengambil hak orang lain kan ye. 

Baca Juga : Cerita Setahun Mencari Pekerjaan Di Surabaya  

Apapun itu, terima kasih banyak wahai kota pahlawan.

Kota yang dulunya hanya sering saya baca di buku sejarah, ketika membahas pertempuran 10 November.

Nggak disangka, selama tinggal di Surabaya, saya akhirnya bisa mengunjungi dan melihat langsung hal-hal yang saya baca di buku sejarah itu.

Dan tak lupa saya ucapkan, selamat ulang tahun ke-730 Kota Surabaya. Semoga kotanya makin maju, pemimpinnya makin bijak dan amanah, serta warganya makin sejahtera dan merata.


Sidoarjo, 31 Mei 2023

2 komentar :

  1. Jadi sekarang sudah resmi jadi warga Surabaya ya Mbak.
    Seru juga ceritanya, sampai harus nyumbang pohon sebagai syarat menjadi warga Surabaya.

    Sayang sekali saya belum pernah berkunjung ke Surabaya. Pernah berencan kesana untuk hadiri festival jazz yang digelar. Cuma gagal. Hanya belakangan sering tune di youtube di chanel Surabaya Pahlawan Jazz. Sering ngadain life streaming pergelaran jazz disana. Rupanya di Surabaya banyak penggemar & musisi jazz.

    Salam,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya, udah lama sih.
      Kapan-kapan main ke Surabaya :)

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)