Review Film Kim Ji-Young Born 1982, Berbahagialah Demi Anakmu!

review kim ji-young born 1982

Sharing By Rey - Film Kim Ji-Young, Born 1982 telah lama mencuri perhatian saya melalui beberapa review teman di wall facebook.

Dan karena memang saya sekarang lagi suka banget membahas tentang kondisi psikolog seseorang, terutama seorang wanita dan ibu rumah tangga, jadilah saya kepo setengah mati sampai terbawa mimpi.

Setelah minggu lalu, saya batal menonton film tersebut karena sudah kemalaman dan berakhir dengan nonton film Frozen 2, akhirnya Minggu malam tadi, saya berhasil menontonnya sendirian.
Sungguh me time yang hakiki, meski terasa aneh.


Saya dapat tiket nonton pukul 18.55 di CGV, meskipun bahagianya tidak double karena nggak dapat diskonan, lol. Dasar mamak-mamak pecinta diskonan!

nonton film kim ji-young born 1982

Beli tiket melalui GoTix dan setelah ngambil ticket di mesin collect ticket CGV, sayapun duduk manis menanti pintu studio 7 dibuka.


Review Film Kim Ji-Young, Born 1982


Sepertinya saya harus warning temans yang baca ini, karena bakal spoiler abis di sini!


Tentang tokoh Kim Ji-Young


Kim Ji-Young (Jung Yu Mi) adalah seorang wanita kelahiran tahun 1982 yang kehidupannya diidamkan setidaknya oleh saya, hahaha.

Review Film Kim Ji-Young, Born 1982
koreanfilm.or.kr
Bagaimana tidak?
Dia cantik, langsing, punya suami yang gantengnya bikin meleleh, Jung Dae Hyun (Gong Hyoo), amat sangat pengertian dan memahaminya, plus selalu membelanya dari siapapun.

Ji-Young juga punya anak cantik yang menggemaskan berusia 26 bulan.
Tinggal di sebuah apartemen sederhana namun nyaman, dengan semua perlengkapan elektronik yang membantu meringankan pekerjaan rumah.

Dia juga masih punya waktu mengajak anaknya jalan-jalan, serta setiap hari anaknya dibawa ke daycare sehingga dia masih punya waktu untuk dirinya sendiri, entah itu sekadar ngumpul dengan teman-temannya, ataupun melakukan hal yang dia sukai.

Meski mertua Ji-Young adalah penganut pemikiran kuno, di mana hampir sama dengan beberapa daerah di Indonesia, yang mana anak lelaki harus lebih diutamakan ketimbang anak perempuan.

Tapi, Ji-Young memiliki ibu dan kakak yang sangat sayang padanya, serta memiliki pola pikir modern, yaitu tidak membedakan anak lelaki dan anak perempuan.


Sungguh gambaran yang membuat saya iri sebenarnya.
Dasar ye, si mamak Rey mah, suka banget baper dengan membandingkan setiap film yang ditonton dengan kehidupannya sendiri.

Konflik diri Kim Ji-Young


Tapi begitulah!
Hidup ini sejatinya hidup ini adalah sawang sinawang (kata orang Jawa).
Dengan hidup yang sangat saya idamkan tersebut, ternyata tidak membuat Ji-Young berbahagia.
Dia malah menderita depresi pasca melahirkan, yang dipicu oleh bayangan-bayangan ketidak adilan yang dia lihat terjadi pada ibunya sejak dia kecil, serta diskriminasi gender yang dia alami sendiri.

Hal tersebut membuat Ji-Young sering berubah menjadi orang lain, yaitu neneknya, ibunya, temannya. Beruntung dia memiliki suami yang begitu perhatian, sehingga suaminya berinisiatif mengunjungi psikolog.

Coba kalau enggak?
Dijamin suaminya bakal ke dukun, karena menganggap istrinya kerasukan, hahaha.

Kalau dilihat-lihat, perubahan dirinya tersebut sering terjadi saat Ji-Young sedang capek dan tertekan.
Seperti pada peristiwa di rumah mertuanya.

Setiap tahun baru, mereka harus berkumpul di rumah mertuanya.
Karena ibu mertuanya memang berpikiran kuno, maka  Ji-Young wajib membantunya di dapur yang mana memang ibu mertuanya akan memasak banyak macam makanan.

Suaminya, Dae Hyun yang tahu kondisi Ji-Young rentan terhadap capek dan tertekan, segera membantu mereka di dapur, yang mana malah memperburuk keadaan saja.

Ibu Dae Hyun tidak suka melihat anak lelaki masuk dan mengerjakan pekerjaan dapur, sehingga mengira Dae Hyun selalu mengerjakan pekerjaan tersebut di rumah.

Ji-Young jadi lebih tertekan, meski juga menjelaskan kalau di rumah dia yang mengerjakan semua pekerjaan rumah bukan suaminya, dan dijawab dengan ucapan meragukan oleh ibu mertuanya.

Ketika malam, saat masih gelap, Ji-Young mendengar suara berisik dari dapur, segera dia bangun dan membantu mertuanya di dapur.

Hingga keesokan harinya, dia masih sibuk di dapur, sementara kakak perempuan Dae Hyun datang bersama suami dan kedua anak lelakinya.


Review Film Kim Ji-Young, Born 1982
koreanfilm.or.kr

Kakak perempuan Dae Hyun mengeluh pada ibunya, bahwa dia capek banget berada di rumah mertua, sehingga ibunya meminta dia istrahat saja dan segera makan, lalu memerintah Ji-Young untuk menyiapkan makanan untuk mereka, sementara Ji-Young sudah siap pulang karena mereka harus mampir ke rumah orang tuanya.

Demikianlah, Ji-Young yang memang selalu merasa menolak hal-hal ketidak adilan terjadi, langsung saja protes namun dalam keadaan dia merubah dirinya jadi sosok ibunya.


Dia protes, karena ibu mertuanya begitu menyayangi putrinya yang capek di rumah mertuanya, sementara dia, menantunya diabaikan tanpa memikirkan kalau dia juga bisa secapek itu?

Tentu saja seisi rumah kaget mendengar ucapannya, beruntung suaminya Dae Hyun segera menarik tangannya dan menggendong anaknya lalu mereka segera pamit pulang, dan tak lupa Dae Hyun meminta maaf pada keluarganya serta mengatakan bahwa Ji-Young sedang tidak sehat.

Sungguh gambaran suami idaman banget!
Sumpah saya baper banget, saya pernah berada di posisi tersebut soalnya.
Saya tertekan berada di rumah mertua, biasanya saat ada acara, lalu tiba-tiba ipar-ipar perempuan saya datang dan meminta makan, lalu pada curhat kalau mereka tertekan di rumah mertua.

Ibu langsung menghibur mereka, dan mengatakan agar nggak perlu sering-sering ke sana.
Tanpa ibu sadari saya ada di situ, dan saya juga merasakan perasaan ipar-ipar saya yang mana tidak nyaman berada di situ.

Lalu suami saya?
DIAM SAJA DONG! huhuhu.

Kejadian lainnya, Ji-Young berubah jadi seperti temannya, saat meminta izin pada Dae Hyun bahwa dia ingin bekerja paruh waktu di toko roti, Dae Hyun tidak setuju karena tahu Ji-Young tidak benar-benar menyukai pekerjaan tersebut.

Ji-Young akhirnya marah dalam diam, lalu di tengah malam, dia berbicara pada Dae Hyun seolah-olah dia temannya, dan menyuruh Dae Hyun untuk lebih mengerti dia, lebih sering berterimakasih, sering memuji pekerjaannya di rumah dan segalanya yang seorang ibu rumah tangga harapkan pada suaminya.

Dae Hyun begitu sedih, sehingga memohon agar Ji-Young mau menemui psikolog yang telah dia temui sebelumnya.
Akhirnya Ji-Young setuju, dan siangnya dia pergi ke tempat yang ditunjukan oleh suaminya, namun sayang, dia pergi begitu saja ketika melihat harga sekali konsultasi dan terapi sangatlah mahal.


Latar belakang depresi Kim Ji-Young


Kalau ditelaah kehidupannya, mungkin banyak yang akan bilang, ah lebay, apalagi sih yang kurang dari hidupnya?
Meskipun belum bisa hidup mewah, tapi setidaknya kehidupannya sudah amat sangat lengkap.

Tapi begitulah, sesungguhnya kondisi mental setiap orang itu amat sangat berbeda, tergantung kondisi, latar belakang dan ketahanan mentalnya sendiri.

Ji-Young jadi seperti itu, bukanlah tanpa sebab.
Dia tumbuh besar di lingkungan yang penuh dengan ketidak adilan karena diskriminasi gender.

Diceritakan, ibunya bahkan harus mengubur cita-citanya menjadi seorang guru, karena sejak kecil harus bekerja keras mencari uang untuk membantu orang tuanya membiayai sekolah saudara-saudara lelakinya.

Setelah menikah, cita-cita menjadi guru semakin tenggelam, karena keadaannya sudah berbeda di mana ibunya harus mengasuh anak-anaknya dengan baik.

Di saat lain, Ji-Young juga melihat ibunya meminta maaf karena telah melahirkan anak perempuan, huhuhu.
I feel you Ji-Young, saya pun pernah jadi anak tengah yang seperti tidak diharapkan, kakak saya perempuan, adik saya laki-laki, yang merupakan anak emas mama, karena mama suka anak lelaki.

Karena keadaan tersebut, nenek Ji-Young begitu sedih melihat nasib anaknya, dan menginginkan agar cucu-cucunya tidak sampai mengalami hal tersebut.

Sayangnya, ayahnya pun masih punya pikiran kuno, sehingga hanya memanjakan adik lelaki mereka.
Oh ya Ji-Young punya seorang kakak perempuan yang memutuskan untuk belum menikah meski usianya sudah sangat matang.

Serta adik lelaki yang meskipun sudah berusia 30 tahun, tapi masih sangat dimanjakan oleh ayahnya dan banyak tetangganya yang memang masih berpikiran kolot ala patriarkis.


Karena hal-hal tersebut, membuat jiwa Ji-Young memberontak, namun akhirnya tidak bisa berbuat banyak setelah akhirnya menikah dan punya anak.

Jiwa yang memberontak dalam dirinya itulah yang muncul saat sang pemicu muncul yaitu postpartum depression.


Pada akhirnya Kim Ji-Young


Begitulah.

Sesungguhnya, kalau dibandingkan dengan film Tully, jujur saya lebih suka konflik pada film Tully, karena tingkat depresinya sesungguhnya lebih menarik film Tully.

Lah, Tully bukannya alurnya datar?
Iya sih, karena issue-nya cuman fokus ke dirinya, beda dengan Kim Ji-Young yang memang alurnya dibuat maju mundur, tapi penonton dimanjakan dengan clue-clue jelas, apa penyebab Ji-Young jadi seperti itu.

Review Film Kim Ji-Young Born 1982
koreanfilm.or.kr

Pada akhirnya, happy ending lah (iyaakk spoiler dah hahaha)

Ibunya akhirnya tahu bahwa Ji-Young sedang tidak baik-baik saja, yang dipicu oleh keputusan Ji-Young kembali bekerja di perusahaan tempatnya bekerja sebelumnya.

Meskipun gajinya hanya 80% untuk awalnya, tapi dia begitu bersemangat menyiapkan segalanya.
Dia berencana menitipkan anaknya di daycare lalu diteruskan dengan dijemput pengasuh yang dengan semangat dicarinya melalui selebaran yang ditempelkan di mana-mana.

Setelah itu dia memberitahu Dae Hyun tentang keputusannya bekerja, dan akhirnya dengan terpaksa suaminya menyetujui, bahkan menawarkan untuk mengasuh anak mereka di awalnya karena Dae Hyun akan mengambil cuti melahirkan selama setahun.

Keren juga ya ada cuti melahirkan bagi suami selama setahun, namun mungkin selama itu Dae Hyun tidak menerima gaji dari perusahaannya.

Tentu saja ibu mertuanya murka mendengar keputusan tersebut, bagaimana tidak?
Ibunya tidak rela jika karir Dae Hyun hancur karena cuti terlampau lama tersebut.
Ibu mertuanya lalu menelpon ibunya, dan memberitahukan keadaan Ji-Young yang memang agak aneh belakangan ini. 

Semua keluarganya gempar, dan akhirnya ibunya marah kepada ayahnya yang hanya peduli dengan anak lelaki mereka.

Pada akhirnya, Ji-Young tidak jadi kembali bekerja, dan mau mengikuti terapi di psikolog.
Beberapa tahun kemudian, saat anaknya sudah lumayan besar dan bersekolah di TK, Ji-Young akhirnya bahagia dengan bekerja sesuai impiannya yaitu menjadi penulis buku.

Dia menuliskan buku yang menceritakan dirinya sendiri.
Btw, film ini diadaptasi dari buku dengan judul yang sama, karya Cho Nam-joo yang uniknya, dia sendiri malah belum pernah menikah apalagi membesarkan anak.
Oh ya buku Kim Ji-Young sudah ada di Gramedia.

Saya jadi pengen beli juga dong, meski udah nonton filmnya, bahahaha.


Pelajaran Penting Dalam Film Kim Ji-Young, Born 1982


1. Ibu.. Berbahagialah Demi Anakmu!


Pernah dengar nggak, kalau kita sebagai ibu wajib berbahagia, khususnya di depan anak-anak kita?
Ternyata kalimat itu tidaklah muncul tanpa sebab.


Kim Ji-Young jadi depresi karena tekanan yang dia lihat dari apa yang dialami ibunya.
Ibunya sungguh tidak bahagia dengan semua partriarki dan diskriminasi gender tersebut.
Meskipun hal tersebut tidak terlalu berdampak terhadap anaknya.
Tapi ternyata itu meninggalkan luka batin yang abadi pada anak dan terbawa hingga mereka dewasa.

Karenanya, wahai ibu, meski sulit, find your way to always happy!
Benar banget, semua anak butuh ibu yang bahagia, bukan ibu yang sempurna.


2. Suami, lindungilah istrimu!


Sosok Jung Dae Hyun, sungguh benar-benar digambarkan sebagai suami idaman masa kini banget!
Sudahlah ganteng banget *eh, lol.


Maksudnya, dia benar-benar lelaki sejati.
Begitu peka dengan keadaan istrinya, meskipun akhirnya jadi serba salah.
Namun dia selalu sabar menghadapi istrinya.

Saya jadi baper kelas universe banget melihat karakter Dae Hyun.

Melindungi istrinya dari hal-hal yang membuat istrinya lebih sakit, bahkan mencari tahu sendiri tentang penyakit istrinya, serta membujuk Ji-Young ke psikolog meski biayanya amat sangat mahal, setidaknya untuk mereka.

Goal-nya amat jelas, apapun demi kebahagiaan istrinya.
Bertanggung jawab atas segala keputusannya.

Misal, dengan melakukan banyak hal untuk meringankan beban istrinya, karena sebenarnya pada awalnya, Ji-Young sama sekali tidak mau mempunyai anak.
Dae Hyun lah yang membujuknya untuk mempunyai anak, agar istrinya bebas dari tuntutan orang tua Dae Hyun.

Karenanya dia berjanji akan membantu Ji-Young semaksimal mungkin, agar istrinya nggak kecapekan.
Dae Hyun sering pulang lebh cepat agar bisa membantu memandikan anak mereka, pun juga membayar biaya daycare agar istrinya bisa punya waktu sendiri setiap hari.

Pokoknya apapun dia lakukan demi istrinya bahagia dan tidak terlalu capek.

Yang lebih bikin mewek lagi, ketika Dae Hyun meminta maaf pada Ji-Young, karena dia merasa Ji-Young jadi depresi seperti itu karena menikah dengannya.

Sungguh lelaki yang amat sangat langka di dunia zaman sekarang, semoga anak-anak saya bisa tumbuh jadi anak berhati lembut seperti Dae Hyun.



3. Bantulah para ibu untuk bahagia dengan perannya


Ada banyak pemicu depresinya Kim Ji-Young, salah satunya karena penghakiman dari beberapa orang yang menganggap ibu dan anak kecil itu sebagai pengganggu.

Hal ini terjadi saat Ji-Young sedang antri beli kopi di sebuah kedai kopi, di situ banyak juga ibu-ibu dan anak kecil lainnya, sehingga ada beberapa orang muda yang sepertinya belum menikah merasa terganggu dengan kebisingan anak-anak.

Terlebih saat Ji-Young menumpahkan kopinya karena anaknya rewel ketika mengambil kopi tersebut.
Orang-orang muda tersebut lalu mengatakan kalau dia adalah ibu yang lelet kayak keong.

Dan akhirnya Ji-Young mendekati orang-orang tersebut, dan menanyakan apakah pantas mereka menghakimi dia hanya dengan sekali pandangan?

Lingkungan seperti itu sejatinya yang membuat para IRT khususnya yang memang belum rela jadi IRT jadi insecure dan merasa tidak berharga.

So, sebijaknyalah kita lebih bisa menjaga perkataan kita saat melihat mamak-mamak kerepotan dengan anak-anaknya, daripada nyinyir, mending tawarkanlah bantuan.
Biar besok-besok kita nggak kena karma digitukan orang juga, hahaha.

Bukan hanya IRT, para ibu bekerjapun sering jadi depresi karena perkataan menghakimi dari orang lain. Seperti mantan bos Ji-Young yang memilih terus bekerja dan meninggalkan anaknya diasuh oleh ibunya, lalu mendapat perkataan pedas dari atasannya yang seorang lelaki, dengan perkataan bahwa anak yang tidak diasuh oleh ibu kandungnya akan tumbuh cenderung lebih liar.


4. Patriarkis itu salah, namun tidak semuanya salah.


Btw, kalau melihat review lain yang beredar, orang-orang malah lebih suka membahas sisi patriarkisnya, ketimbang depresi dan penyebabnya langsung.

Ternyata, setelah saya baca-baca, memang novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang wanita di tengah patriarkis yang masih ada di Korea Selatan.

Hanya saja, karena saya lebih merasa related dengan masalah depresinya, makanya saya lebih membahas sisi depresinya, lol.


Berbeda dengan kebanyakan orang, saya malah berpikir kalau sesungguhnya patriarkis dan seluruh pemikiran kuno ala orang tua itu nggak semuanya salah.
Yang salah itu diskriminasi gender.

Tapi bakalan panjangggggg banget kalau saya bahas di sini, jadi mending saya sudahi sampai di sini, nanti bakal saya bahas di postingan tersendiri mengenai patriarki dan pemikiran kuno ini.

Karena, jujur saya sering bosan kalau baca tulisan yang panjang banget.
Dan saya pikir, demikian pula temans, ye kaaannn...lol.

Btw, ada yang sudah nonton film ini?
Kalau temans, issue apa nih yang lebih suka dibahas?

Sidoarjo, 01 Desember 2019

@reyneraea

Sumber : pengalaman pribadi dan film Kim Ji-Young, Born 1982
Gambar : Dokumen Pribadi dan koreanfilm.or.kr

15 komentar :

  1. Salah satu support suami terhadap istri adalah membiarkan sang istri meraih mimpi-mimpinya. Kalau saya impian ga wah banget, cuma biarkan saya berkarya. Saya ingin menajdi manusia bermanfaat. Makanya, pas suami bilang saya harus resign menjaga anak sendiri ya tetaplah saya disupport bisnis sendiri.

    Tapi, karakter suami beda-beda. Cara support dan menyayangi istrinya juga beda-beda. Nurut, saya Mbak...suami diam karena dia ga tahu harus bagaimana. Coba Mbak Rey bilang pasti suami faham lho. Karena pengalaman saya sendiri begitu. Suami selalu blg kalau dia ga punya telepati jadi apa-apa saya harus ngomong ke dia. Denagn perjanjian dia ga judging apalagi marah apapun yang saya katakan.

    Sepertinya film ini bagus, ya Mbak?
    Ditonton berdua sama suami kayanya lebih pas, hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mba, masalahnya memang mungkin cara komunikasi saya yang salah :)
      Kalau saya sekarang selalu ngomong apapun yang saya rasakan, cuman sepertinya caranya salah, jadi bukannya solusi, suami malah sebal hahaha

      Hapus
  2. Kalau orang mengalamo depresi pasca melahirkan bakal seperti itu ya Mbak, sampai mengubah karakter dirinya sendiri. Btw jadi penasaran dengan film ini, meski postingannya di atas spoiler hehe. mau nonton ah but tunggu filmnya bisa didonwload dulu deh,

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha iyaa, belom ada dong di google :D

      Sama dengan Tully, depresi jadinya beragam, kalau Kim Ji-Young masih tahap biasa sebenarnya, soalnya dia hanya kayak merubah dirinya jadi aneh.

      Hapus
  3. Wah, saya sering nulis panjang agar lengkap tapi ternyata bisa bikin bosan yang baca, ya? Hi hi.
    Soal depresi ada kaitannya dengan diskriminasi gender dan ketidakadilan, sesuatu yang menyakitkan. Tetapi bagi saya depresi bisa saja punya ibu berwatak monster dalam wujud seorang ibu yang menyalhgunakan posisinya. Luka jiwani dari kecil melihat perbuatannya yang kerap tidak bertanggung jawabn bisa membuat saya tidak bahagia dan depresi akrena pada dasarnya saya seorang yang idealis.
    Hidup yang idealis tidak bisa diberlakukan karena orang lain bisa saja tidak punya pemikiran ideal maunya mengedepankan ego.
    Sauya berharap bisa menonton film atau baca bukunya.
    Untuk sembuh dari depresi itu butuh waktu lama. Saya menyesal karena terbiasa memendam jadinya pendendam. :D
    Mari kita keluarkan energi negatif dalam bentuk tulisan.
    Oh ya, mertua saya juga termasuk berpikiran kolot.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha tergantung Mba, kalau saya suka baca tulisan yang saya sukai.
      Mau sepanjang kereta api, kalau menarik saya betah bacanya, apalagi kalau tulisannya teratur dan mudah dimengerti kayak tulisan Mba Rohyati :)

      Ada beberapa tulisan yang panjang, penting tapi terlalu formal, jadinya saya malas bacanya.


      Saya pengen beli bukunya Mba, siapa tahu bisa menginspirasi saya menulis buku juga. hahaha

      Hapus
  4. Tulisan panjang mah gpp mbk rey yang oenting jelas runtut dan informatif.

    Btw sedikit koreksi, sawang sinawang deh mbk yang benar, bukan sanang sinawang, cmiiw

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahahaha, oteweeee edit.
      Iyaakk, saya kadang cuman asal ngomong kalau bahasa Jowo bahahahahaaha *plak!

      Hapus
  5. Ahelahh mbakkk

    Lu ceritainnya lengkap banget kaya yang bikin skenarionya. Buset dan lu gak gak mau kalah sama anak-anak jaman now.

    BalasHapus
  6. aku suka spoiler, malah sblm nonton memang sengaja cari tau spoilernya dulu, supaya ga nebak2. toh alurnya gmn sampe ke tahap itu kan ttp msh enak ditonton walo udh tau endingnya :D.

    penasaran sih mba, tp mau ngajakin suami ga bakal mau, dia anti film nkn action :D.berharap bisa masuk ke iflix ntr, jd bisa tonton dr sana.

    tp baca sinobsismu, aku cm bersyukur jdnya, krn suami mau support, dgn ngizinin aku trveling bareng teman ato bareng dia minus anak2. suami tau aku sempet ga pgn punya anak, tau kalo aku ga terlalu suka anak kecil, makanya dia support dengan ikut bantu, dan ngizinin aku ngelakuin hobbyku. penting sih support dr orang terdeket.makanya sedih kalo tau ada suami temen yg ga mau tau kerjaan istrinya di rumah :(. wajar kalo si istri jd depresi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahaa sayapun Mba, terlebih kalau mau nonton ama anak, selalu cari review dan kalau bisa spoiler.
      Bahkan kalau lagi nonton di TV, sambil nonton saya sambil buka gugel, cari sinopsisnya wakakakaka.
      Baca bukupun demikian, saya baca di akhirnya dulu, biar tahu endingnya wkwkwkwkwk *aneh tapi nyata.

      Mba Fanny amat sangat beruntung Mba!
      Serius!
      Bukan hanya karena akhirnya dapat suami yang idaman banget (mengerti dan benar-benar pas banget buat karakter Mba), tapi juga keberanian dan keteguhan hati Mba, untuk berani memutuskan mana yang menjadi pilihan Mba.

      Beda kayak saya dan juga si Ji-Young ini.
      Kami sama-sama berperang dengan diri sendiri, karena aslinya melakukan hal yang kami nggak suka, tapi harus dilakuin :D

      Hapus
  7. Wah ngerasa nyess banget pas bagian ji young cuma bisa melongo pas dia dalam keadaan capek bingit, tapi putri mertuanya alias sodara perempuan suaminya langsung disayang-sayang sang ibu dan jadi tempat berkeluh kesah karena deseu cerita segan pula sering2 maen ke tempat mertua, kyaaa sementara ji young sendiri pun merasakan hal yang sama malah netap di tempat mertua dan dia merindukan untuk diperlakukan yang sama seperti iparnya, itu sih nyess banget hahahah
    Memang terkadang terjebak dalam adat pemikiran kuno bisa bikin puyeng juga pabila tidak ada yang peka..,nah untunglah ji young tipe yang agak pemberontak jika ada sesuatu yang sekiranya mengganjal dan bikin hati ga sreg
    meskipun memang ada gangguan sikologis juga yang pada akhirnya melahirkan pentingnya 4 point penting yang sudah kak rey jabarkeun di atas. Daebaaak ! Ni film relate banget ama kehidupan ibu ibu muda mahmud abas or lebih dari atu yang tinggal di lungkungan dengan pemikiran kuno biasanya kebanyakan memang daerah timur masih seperti itu, dan nggak menampik pula di negara kita banyak juga yang berada dalam kondisi demikian.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya ya, Korea kan aslinya masih se Asia ama Indonesia, jadi budayanya mirip-mirip ya :D

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)