Generasi Muda Zaman Now dan Profesionalisme

Generasi Muda Zaman Now dan Profesionalisme

Tulisan ini sebenarnya bisa dibilang sebagai terusan eh maksudnya lanjutan dari tulisan saya Sabtu lalu, tentang kesehatan mental yang seharusnya diperkuat bukan hanya dijaga saja.

Di mana, ketika itu saya nulis gegara habis liat video podcast-nya Om Dedy Corbuzier dengan Gea INTM, yang banyak mengulas tentang sisi gelap dunia seorang model.

Gara-gara video itu, saya melihat satu video reaksi atas testimoni Gea di podcast Dedy, oleh seorang model lelaki, duh siapa lagi ya namanya, saya kurang familier sih sama wajahnya.

Oh ya, namanya Jryan Karsten ding.

Di video tanggapannya, si Jryan ini menjelaskan, kalau dia udah ada di profesi modeling sejak tahun 2008, udah lumayan senior sih ya, meski jujur saya jarang liat atau kurang ngeh dengan wajahnya hahaha.

Generasi Muda Zaman Now dan Profesionalisme

Dari video tersebut, saya akhirnya bisa mendeskripsikan perasaan atau pikiran saya, ketika melihat konten podcast si Gea dan Om Dedy.


Tantangan Pertama Kali Masuk Dunia Profesionalisme


Alasan utama saya tertarik membahas hal ini adalah, karena saya merasa related aja, pernah banget merasa shock ketika pertama kali masuk dunia profesionalisme, di mana dunia ini sangat banyak kita temui dalam dunia kerja.

Sejak kecil sampai tamat kuliah, saya tidak pernah benar-benar kenal dunia kerja, selain pernah magang di kantor PU untuk PKL saat STM.

Tapi, karena kami cuman magang, dan kerjanya kebanyakan bengong, jadinya nggak bisa merasakan profesional yang sesungguhnya.

Lucky me, saya akhirnya kuliah di luar daerah, ke Surabaya secara mandiri.
Meski awalnya saya tinggal di rumah om, tapi setelah kuliah saya ngotot mau ngekos, dan untungnya mama dan bapak iya-iya aja, meski ditentang banyak keluarga, hehehe.

Di dunia ngekos itulah, saya belajar yang namanya bersosialisasi dengan serius, belajar dalam menguatkan mental yang mana jujur itu sulittt banget awalnya.

Saya jatuh bangun dan menangis mulu pada perjalanannya.

Namun, hal itu menjadi salah satu modal saya dalam memasuki dunia kerja, setidaknya mentalnya tidak se parah ketika belum ngekos.

Setelah wisuda, saya kesulitan cari kerjaan, sampai-sampai idealisme awal yang mana saya cuman pengen kerja di dunia teknik sipil, terpangkas sedikit demi sedikit, sampai akhirnya mencoba semua lowongan kerja yang menerima ijazah teknik sipil.

Suatu saat, setelah berbulan-bulan saya nggak pernah keterima, lelah dalam interview sana sini, tetiba diterima bekerja sebagai admin.
Meskipun jam kerja saya terhitung freelancer, nggak masuk setiap saat, hanya ketika ada event aja.

Iya, saya keterima sebagai admin di sebuah usaha jasa event organizer, which is saya masih buta banget dunia event entertainment.

Semuanya berjalan lancar, si empunya usaha tersebut, seorang China Manado, kami dipekerjakan di rumahnya, dan meskipun dia seorang Katolik, tapi saya diberi kesempatan dan tempat untuk sholat, dan diberikan makan siang yang mana beli di luar, katanya biar aman, sedemikian toleransinya ibu tersebut.

Mungkin karena kami sama-sama dari Sulawesi Utara ya, meski saya Minahasa, dia Manado.

Dan selama sekitar 1 minggu atau 10 harian ya saya kerja, bikin persentasi produk event.
Bikin rangkaian acara, belajar cara jadi operator biar acaranya lancar.

Semuanya aman dan siap, sampai ketika udah tiba hari H.
Kami semua bertemu di Novotel Ngagel ketika itu, dan baru juga datang, saya udah kena marah lantaran teman saya ada yang telat, sementara dia memegang salah satu hal penting di acara tersebut.

Shock luar biasa saya.
Lah, kan bukan saya yang salah, kenapa saya yang kena marah, mana dipelototin dan dibentak pula.
Astagaaaaa...

Mungkin karena si ibu panik kali ya, jadinya dia marah mulu, termasuk ketika laptop nggak bisa konek dengan layar, belum juga diutak atik, eh si ibu udah marah lagi.

Nggak tertahan lagi deh, air mata auto turun.
Saya memang cengeng sih ya, udah cengeng, mentalnya belum cukup banget menghadapi dunia kerja, terlebih di entertainment yang luar biasa menegangkan buat saya.

Dan ketika ditegur lagi, auto pulang dah saya, serta uang gaji saya selama beberapa hari bekerja di sana, nggak saya ambil sama sekali, padahal waktu itu, saya bokeknya kebangetan, hahaha.

Generasi Muda Zaman Now dan Profesionalisme

Ketika awal masuk dunia profesionalisme, bahkan masih sebatas test dan wawancara saja, mental yang kerupuk banget, cengeng, cepat tersinggung dan super idealisme di saya, masih sangat tinggi.

Salah satunya, ketika saya yang sudah nyaris putus asa ngelamar kerjaan, ngabisin duit beli amplop coklat, ngeprint surat lamaran, fotocopy ijazah dan semacamnya.

Lalu, bersiap wawancara, dan akhirnya menemukan 1 perusahaan yang memberikan sinyal mau menerima saya, tapi dengan syarat harus lepas jilbab, setidaknya ketika di kantor aja.
Seketika saya langsung menolak, tanpa adanya negosiasi sama sekali, hahaha.

Ya ampuuunn..

So, saya jadi sangat memahami bagaimana cerita-cerita anak muda zaman now, yang terbiasa jauh lebih bebas ketimbang zaman 10-20 tahun lalu.
Sadar akan kesehatan mental, sampai akhirnya kena tekanan dikit, auto mental.

Dan dalam kondisi seperti itu, melamar sebuah pekerjaan yang tentu saja mengutamakan keprofesionalismean sangat kental.


Anak Muda Zaman Sekarang Wajib Tahu dan Menyediakan Mental yang Kuat, untuk Menghadapi Dunia Kerja yang Profesional 


Kembali ke masalah Gea INTM yang curhat masalah mentalnya yang rusak, dan 'merasa' rugi setelah mengikuti INTM (Indonesian Next Top Model) session 1.

Gea mengaku, dia rugi banget ikut ajang tersebut, tabungannya sampai minus dan dia nggak dapat apa-apa meskipun keluar sebagai juara 2.

Saya cuman ternganga aja liatnya.
Kasian aja liatnya.

Eit tapi bukan kasian ke Gea atas keprihatinannya sih ya.

Sorry to say, saya kasian sama diri sendiri karena jadinya over thinking mikirin masa depan anak-anak saya.

I mean, anak saya baru 11 tahun, yang kecil malah 4 tahun, masih ada beberapa belas tahun lagi hingga mereka dewasa dan wajib masuk dunia kerja yang profesional.

Sementara di tahun 2022 saja, ada, bahkan banyak anak-anak muda, yang sepertinya sangat salah mengartikan tentang kesehatan mental.
Sehingga membuat pikirannya lebih sempit, tanpa mau melihat sesuatu dengan lebih luas.

Bingung ya memahaminya?
Saya juga bingung men delivery kan maksud saya, wakakakak.

Maksudnya gini loh, saya cuman heran aja, di zaman serba modern dan canggih gini, di mana pendidikan semakin meluas diberikan ke anak-anak sedini mungkin pula.

Kita bisa lihat, anak-anak kecil tapi udah berbakat ini itu.
Beda banget kan sama anak-anak zaman dulu, yang biarpun punya keahlian, tapi minim support sistem yang bisa diraih kayak sekarang.

Tapi, ternyata ada, dan kayaknya banyak deh anak-anak muda, yang belom tahu bagaimana profesionalisme itu sendiri.

Gea yang merasa tersiksa ikut ajang kompetisi INTM.
Lah, emangnya selama belasan tahun hidupnya, dan sekilas saya dengar di beberapa podcast, which is dia udah sering ikutan kontes modeling.

Tapi dia nggak nyadar, kalau ikut ajang begituan itu, nggak melulu enak-enak aja, seperti yang terlihat di TV.

Lah si mamak Rey yang sama sekali awam dunia modeling aja, tapi sering kok liat ajang modeling, bahkan dulu saya selalu nggak pernah lewatin tayangan American Next Top Model.

Di situ kan keliatan jelas, betapa kehidupan model itu, nggak seindah yang kita lihat.
Ada bahkan sering model harus ketakutan menahan geli dan takut berfoto dengan binatang yang mereka takutin, misal ular.

Ada juga yang harus menahan takut ketika mereka harus berpose menarik di ketinggian, kasian amat tuh kalau yang pobhia tinggi kan.

Dan plis lah, masa sih seseorang yang punya cita-cita jadi model, tapi nggak pernah cari tahu seperti apa itu modeling?
Sampai-sampai dia keberatan ketika diberlakukan ukuran tubuh untuk seorang model?

Gea juga memprotes, ukuran berat badan model itu, kenapa nggak dihitung dari massa tulang dan semacamnya.

Lah, orang-orang yang menciptakan berat badan patokan para model itu, udah berkiprah puluhan tahun di bidang itu, dan mereka udah terbiasa dengan hal itu, sampai akhirnya bikin patokan kayak gitu.

Lalu protesnya terhadap event yang mengundangnya, ketika dia sudah lebih gemuk dibanding ketika mengikuti INTM.

Generasi Muda Zaman Now dan Profesionalisme

Lah kan bukan salah event atau dunia modelingnya kan, itu mah salah agency-nya yang nggak bisa mengkomunikasikan kenyataan kliennya sama pihak event, ye kan?

Termasuk rate model, yang katanya cuman 500ribu, 750ribu atau 1 juta rupiah.
Jujur saya kaget sih ya, karena setahu saya, yang namanya event yang ngundang model yang lumayan terkenal, harusnya punya rate tinggi.

Tapi kembali lagi, udah tau murah, kenapa mau Barbarah! wakakakakak.

Tapi saya tekankan lagi, tulisan ini bukan untuk menyalahkan Gea sepenuhnya.
Saya cuman miris aja dengan pola pikir anak-anak muda zaman sekarang, yang terkesan kurang ilmu banget, sampai hal-hal remeh kayak gitu, yang mana bahkan saya yang tidak se sering mereka mengikuti event, tahu dan paham dengan segala drama ketika event diadakan.

Lalu, yang paling fenomenal di kalangan para model adalah, statement Gea bahwa model diajarin makan kapas, biar lambungnya nggak sakit, karena mereka dilarang makan nasi.

Ya amplup, terlepas dari itu cuman candaan ide biar model tetap kurus, ya kan orang berusia dewasa pastinya tahu kan, itu ekstrim banget, ya jangan diikuti lah.
Seperti kata Jryan, banyak kok metode diet yang bisa diikuti, dan semua itu memang kuncinya satu DISIPLIN DALAM MANAJEMEN WAKTU.

Berbeda dengan Jryan yang katanya udah berkiprah belasan tahun di dalam modeling, dia memahami semua beberapa keluhan Gea, seperti model yang dikumpulkan dalam satu ruangan kecil.

YA IYALAH NENG!
NGGAK SEMUA EVENT ITU ENAK MELULU!
MAKANYA SEBELUM TERIMA JOB, BACA DENGAN TELITI BRIEF-NYA, ATAU TANYA DENGAN DETAIL KE AGENCY YANG NAWARIN!
BEGITUH!

Tapi, setelah mendengar video Jryan yang menanggapi tentang statement Gea, saya jadi melihat masalahnya, ya ini karena Jryan udah berpengalaman, dan Gea anak baru di dunia modeling, saya bilang baru, soalnya kaget aja, keluhannya macam orang yang belum pernah masuk dunia modeling, padahal dia ngaku udah sering ikutan fashion week sebelum ikut INTM.


Penutup


Meski tulisan saya banyak membahas tentang keluhan GEA INTM, tapi sekali lagi, tulisan ini bukan ditujukan untuk mengkritik Gea.

Generasi Muda Zaman Now dan Profesionalisme

Inti pentingnya adalah, anak-anak mudah zaman sekarang harus banget memetik hikmah dari keluhan Gea. Saya rasa ini penting banget ya, karena kita sekarang udah ada di tahun 2022 loh, saya yang mamak-mamak tuwah aja serem melihat persaingan luar biasa yang terjadi dewasa ini.

Dengan mental yang mudah down seperti kebanyakan anak-anak zaman now, rasa-rasanya kok putus asa ya membayangkan mereka bisa bersaing di derasnya arus persaingan zaman now

Putus asanya tuh, karena saya juga seorang ibu, punya anak yang masih kecil.
Di mana suatu saat nanti, mereka akan keluar dan bisa jadi bertemu dengan generasi-generasi yang dikit-dikit ngakunya 'sayang mental', yang dikit-dikit beralasan mentalnya rusak karena ini itu.

Waooo...waoooo waoooo...

Dunia ini keras adek-adek.
Untuk mencapai kesuksesan, eh bahkan untuk semata mencari uang aja, kita tidak bisa mengelak dari yang namanya profesionalisme.

Dan yang namanya profesionalisme itu, selalu keras menghantam mental
Karenanya, kuatkan mentalmu, jangan disayang-sayang mulu, tapi malah jadi lembek deh mentalnya.

Demikianlah.

Sidoarjo, 12 September 2022

Sumber: opini dan pengalaman pribadi
Gambar: Canva dan beberapa sumber

2 komentar :

  1. soal podcast Gea ini aku malah nggak tau dan baru tau pas baca ini.
    Mungkin kalau anak zaman now berpikir, hidup di era serba canggih kayak sekarang, semua-muanya gampang dicari, didapat, terus maunya ga perlu effort yang gede tapi dapat pendapatan yang ok.
    Aku jadi heran juga, kalau misalkan gea tadi udah sering ikutan fashion week, harusnya udah tau seluk beluk jadi model dan dibelakang layar kayak gimana

    aku dulu waktu awal-awal masuk dunia kerja, juga ngerasa kayak kurang prof gitu, kurang 'berani" juga, kadang kesel, kadang cengeng hahaha.

    BalasHapus
  2. Bentar kayaknya ada yang ga enak dibaca "dunia profesionalime" kayaknya ga pas hahaha karena profesionalisme adalah kata sifat dan sebenarnya ga nyambung dengan kata "dunia". Bagusnya sih mungkin dunia para profesional .. hahaha #julid

    Btw, sebenarnya sederhana saja. Kalau memang mau menjadi seorang profesional, dalam bidang apapun, jangan berharap bisa leyeh leyeh dan santai santai. Siapkan saja mental buruh dan pekerja keras untuk mencapai target dan selalu berusaha menghasilkan yang terbaik (meski dibayar sekalipun). Jangan berpikir mau enak enakan dan dapet duit gede...Karena proses tidak akan mengkhianati hasil.

    Kalau memang merasa tertekan, tidak masalah. Mengeluh juga ga masalah sebenarnya karena namanya manusia memang hobi ngeluh.. Lah Mamak Rey aja hobi banget, masa orang lain ga boleh ngeluh.

    Hanya saja, kalau mau mengeluh jangan di hadapan klien karena itu pertanda tidak profesional. Mengeluh di rumah/kamar saja, dan jangan di talk show atau podcast.

    Setelah mengeluh, kembali ke pekerjaan yang dibebankan oleh kontrak dan lakukan dengan sepenuh hati dan sebaik mungkin.

    Menjadi profesional, bukan berarti tidak boleh menjadi manusia dan mengeluh, hanya harus tahu tempat dan etika/norma/aturan yang berlaku. Keluhan juga tidak boleh menurunkan kualitas yang kita berikan kepada klien atau orang yang membayar kita. Keluarkan yang terbaik, meski kadang badan terasa capek dan hati terasa lelah.

    Kalau ga mampu, ya jangan berbicara tentang profesionalisme...

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)