Curhat PPDB 2023 yang mengecewakan

curhat ppdb 2023 yang mengecewakan

Curhat PPDB 2023 ini sebagai kenangan tentang bagaimana rempong-nya urusan anak masuk sekolah zaman pak Nadiem Chandrawinata eh salah ding, Nadiem Makarim.

Luar biasa sih, entah semua sistem PPDB ini diidekan oleh si Bapak Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia. Atau memang udah dari sebelumnya rempong kayak gini.

Seperti yang sudah pernah saya ceritakan sebelumnya, bahwa kami memang telah berencana agar si Kakak Darrell melanjutkan sekolah SMP di Surabaya aja, sekalian masuk SMPN atau negeri. 

Baca juga : Diary Puyeng Memilih Sekolah Anak-Anak 

Dan seiring waktu, akhirnya saya menyadari, kalau si Kakak ternyata hanya bisa ikutan dalam jalur zonasi, karena lulusan dari luar kota Surabaya cuman bisa masuk ke SMPN Surabaya melalui jalur Zonasi, jalur prestasi lomba dan jalur perpindahan orang tua.

Karena jalur lainnya nggak memungkinkan, jadinya ambil jalur yang bisa ditempuh yaitu jalur zonasi. Yang di kemudian hari baru juga saya menyadari, kalau ternyata jalur zonasipun sulit ditempuh, karena jarak alamat tempat tinggal dengan SMPN terdekat adalah 1100 meter.

Saya hanya bisa ternganga-nganga, apa-apaan ini? jadi warga yang rumahnya 1 km dari sekolah tidak berhak masuk negeri?. Jadi yang jarak rumahnya jauh, biarin aja jadi bodoh gitu? Nggak berhak mendapatkan pendidikan yang baik dan terjangkau gitu?.

Karena, pendidikan yang baik di swasta, rata-rata luwar biasa banget harganya, untuk kondisi ekonomi kami.

Meng-hadeh sih ya.

Tapi sudahlah, karena udah malas banget dengan peraturan pemerintah yang sungguh melelahkan dan menguras segalanya. Ya waktu, tenaga dan uang.

Kadang rasanya kesal banget, mengingat upaya yang saya lakukan untuk bisa masuk negeri ini luar biasa banget sih ya.

Baca juga : Cerita Blogging Pertengahan Tahun 2023 

Tapi ya gimana lagi? 

Ujung-ujungnya ke swasta lagi.

Ya sudahlah yaaaa.... Mungkin rezekinya si Kakak bersekolah di swasta (lagi).


Tentang PPDB 2023 yang Melelahkan

Tapi tahu nggak sih, bukan hanya saya sih yang mengeluhkan tentang PPDB 2023 yang melelahkan ini. Beberapa bahkan hampir semua ortu siswa mengeluhkan hal tersebut.

Mulai dari PPDB sistem sekarang ditimpali dengan tidak adanya Unas yang bikin anak-anak berprestasi jadi kehilangan kesempatan bisa bersekolah di sekolah negeri impiannya. Masalah nilai-nilai ujian yang sungguh luar biasa banget wow-nya, sampai diidentifikasi kalau nilai tersebut tidaklah benar-benar nyata. 

Di sisi lain masalah zonasipun bikin sedih banget, banyak kecurangan di penentuan titik koordinat alamat rumah. Ini nyebelin sih ya, karena sejujurnya, ketika pengisian titik koordinat di masa validasi data, saya benar-benar ngasih titik koordinat yang sesuai, sampai ngecekin ke map segala. 

Maklum dan sejujurnya lagi, saya tidak benar-benar mengerti maksud dari zonasi ini. Saya pikir, semua anak bakalan diterima di sekolah negeri terdekat. Penentuan titik koordinat hanyalah untuk menentukan beberapa pilihan sekolah yang bisa dipilih ketika pendaftaran (secara rebutan).  

Ternyata oh ternyata, zonasi digunakan sampai penentuan siapa aja yang bisa diterima, kalau punya alamat rumah 1 km dari sekolah negeri terdekat, terima nasib aja nggak usah menikmati pendidikan dasar 9 tahun *eh, hahaha.

Setelah ngobrol dengan Mbak yang bantu-bantu di rumah Bapak, barulah saya ngeh tentang aturan zonasi ini, bahkan si Mbak tersebut bilang, anaknya terpaksa masuk SMP swasta yang lumayan mahal menurut dia, hanya karena ga punya hak di sekolah negeri.

Masalahnya, dia ingin mengurus masuk ke golongan keluarga miskin, tapi ternyata syaratnya sulit banget, dan dana untuk rakyat miskin itu, mending dikorupsi aja sama pejabat *eh lagi, wakakakakak.

Belum lagi selesai dengan rasa kesal akan sulitnya mengakses pendidikan negeri di zaman sekarang, Datanglah Mbak ipar yang mengeluhkan hal yang sama untuk anaknya yang sudah lulus ‎UTBK SBMPTN di sebuah PTN Surabaya.

Si Mbak ipar mengeluhkan, tentang daftar ulang yang ribetnya minta ampun, di mana calon mahasiswa baru harus melampirkan banyak hal untuk penentuan biaya uang pembangunan serta SPP setiap bulannya.

Segala hal diminta, mulai slip gaji orang tua, bukti tanggungan orang tua misal ada saudaranya yang juga sedang bersekolah atau kuliah, foto rumah baik tampak depan atau facade serta ruang tamu.  

Rempongnya minta ampun dah, benar-benar sebuah terobosan, yang bikin para ortu pengen nangis.

Baca juga : Pengalaman Didata Petugas Regsosek 


PPDB 2023 dan Maksud Baik Tapi Persiapan yang Kurang Tepat

Menurut saya, sebenarnya maksud dari PPDB 2023 yang rempong ini baik, maksudnya agar pendidikan jadi lebih merata.

Misal, dengan adanya jalur zonasi maka para siswa yang berada di sekitar sekolahan akan bisa menikmati fasilitas pendidikan negeri di dekat rumah mereka. 

Mengurangi lagi yang namanya bersekolah di 'sekolah buangan'.

Sebagai contoh, si Papinya anak-anak, yang dulunya bertempat tinggal di Gubeng Surabaya, tapi harus bersekolah di SMAN 3 Surabaya yang jauh banget dari rumahnya, hanya karena nilainya tidak memadai masuk sekolah negeri terdekat.

Tapi kalau mau jujur lagi, biarlah si Kakak dapat sekolah yang agak jauh dikit, asalkan negeri, ye kan! Nah dengan adanya zonasi ini, setelah nggak keterima di dua pilihan sekolah yang dipilih, ya udah... tertutup sudah harapan bersekolah di sekolah negeri.

Juga dengan masalah kerepotan melengkapi data daftar ulang para Maba. Sebenarnya semua itu untuk tujuan yang bagus, di mana dengan demikian kampus bisa menentukan, berapa biaya yang bisa ditanggung oleh maba dalam hal uang SPP per semester serta uang gedungnya.

Bentar deh, btw pemerintah nggak kasih dana buat gedung PTN kah? kenapa PTN harus minta lagi ke mahasiswa ya?.

Jujur, saya lebih suka kalau SPPnya flat, tapi dihapuskan uang gedungnya. SPP pun jangan mahal-mahal, masa iya PTN sama aja kek PTS? ya nggak?

Nah kembali lagi ke masalah PPDB sekolah, di mana untuk validasi data titik koordinat yang dicurigai banyak yang dimanipulasi, dan entah karena petugas validasi yang kurang teliti, atau memang ada kecurangan dibiarkan titk koordinatnya salah. Yang jelas banyak ortu murid yang kesal terhadap masalah titik koordinat tersebut.

Banyak ortu yang mengeluhkan karena anaknya nggak bisa keterima, sementara anak tetangga yang jaraknya lebih jauh, malah diterima.

Ketika saya coba memberi penjelasan, bahwa titik koordinat bisa diukur sendiri dari google earth, biar yakin apakah tetangganya itu curang.

Menurutnya, mereka udah ukur sendiri, pakai google earth, dan memang titik rumah mereka lebih dekat beberapa meter ketimbang tetangganya.

Faktor lainnya ada;ah kesalahan strategi dalam memilih, di mana ketika semua memilih zonasi 1, maka dengan sendirinya mereka akan bersaing hanya dengan kelompok siswa yang jarak rumahnya lebih dekat.

Dan sedihnya lagi, hal ini tidak dijelaskan dengan detail, kurangnya informasi seolah menutup-nutupi kesempatan anak-anak masuk negeri dengan adil.

Memang butuh kesiapan penuh sih dalam menerapkan sistem PPDB baru ini, setidaknya harus sudah ada validasi data yang fix, sehingga tidak bisa diutak atik dengan mudah oleh oknum yang curang.

Baca juga : Cara Daftar PPDB 2023 SMPN Surabaya untuk Lulusan Luar Kota   


Over all, pada akhirnya memang harus legowo menerima nasib harus masuk sekolah swasta lagi. Berpikiran positif saja sama ketentuan Allah, bahwa masuk sekolah swasta adalah yang terbaik buat anak-anak yang nggak bisa masuk negeri.

Dan yakin, Allah akan ngasih rezeki untuk bayar SPP dan uang masuk sekolah swasta yang memang lebih mahal ketimbang negeri.

Demikianlah...

Jadi, ada curhat apakah Temans tentang PPDB 2023 ini?


Surabaya, 23 Juni 2023

8 komentar :

  1. hopeless dah dgn sistem ppdb enih.
    banyaaakkkk bangettt yg ngurus surat kk/domisili, demi bs deket dgn sekolah negri incaran...padahal aslinya rumah/tempat tinggalnya jauhhhh jugak 😴🤣

    GWS buat semua dahh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya, karena keterbatasan sekolah juga, jadinya banyak yang curang :(

      Hapus
  2. Saya sudah pernah dengar sistem zonasi ini sejak lama-- lupa kapan. Tapi saya sendiri belum pernah berurusan lgsg dengan hal ini. Maklum, saya mukim di pondok, jadi tidak mengenal zonasi.


    Awal dengar sistem ini, saya senang karna yang seperti mbak tulis, tidak ada sistem sekolah buangan. Tapi ada beberapa urusan yang bikin saya agak kasian liat orang tua dari anak didik kami yang melanjutkan sekolah ke negeri.

    Semoga kedepannya ada pembenahan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, ternyata udah lama nih diberlakukan zonasi ini, kirain ide Mas menteri sekarang :D

      Hapus
  3. Saya meyakini semua sistem ada plus minusnya sih dan gak akan bisa memuaskan semua pihak.
    *ini komen edisi udah cape ribut soal masukin anak sekolah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahhaa, iyaaaa... tapi bener loh, semua ada plus minusnya ya

      Hapus
  4. Anak saya baru kelas 6 tahun ini, tapi aku juga sudah pusing mikirin SMP dimana.

    Ada SMP negeri tapi agak jauh dari rumah, 5 km dari sekolah, kayaknya ngga bakal masuk zona zonasi ya.

    Tapi tetangga saya ada yang masuk SMP negeri itu, cuma ada anu nya biar diterima.😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya, beberapa orang ada yang ngotot masuk negeri, tapi ya bayar. Kalau di Surabaya nggak tahu nih, kalau mau bayar di mana? hahaha

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)