Judulnya saya ganti aja jadi Diary shift malam, karena sebelumnya yang Diary working the graveyard shift, terlalu panjang dong, hehehe.
Btw, as you know sudah 4 bulanan ini saya kembali bekerja kantoran, dan kali ini 'nyangkut' di sebuah klinik yang kerjaannya di front office plus plus, *uhuk.
Karena kerja di usaha pelayanan kesehatan, tentu saja bukanya 24 jam, dan begitulah saya akhirnya merasakan bekerja shift-shift an.
Baca juga : Diary Jadi Working Mom Again at 40++
Yang namanya bekerja di bagian pelayanan, tentu saja ceritanya beragam. Ada suka ada duka, ada santai ada rempong, ada kalanya ngakak ada pula ngehek. Dan yang paling sering ngehek tuh biasanya di shift malam, yaitu mulai pukul 21.00-08.00 pagi.
Pasien tengah malam sampai pagi itu seringnya aneh-aneh, seperti Minggu dini hari lalu ketika pas saya shift malam.
Sekitar pukul 05.50 WITA, saya masih di ruang perawat, sudah gosok gigi dan cuci muka, jadi saya dandan dulu biar nggak terlalu 'muka bantal'.
Tiba-tiba saya mendengar suara tangisan menjerit di ruang UGD, dalam hati berguman,
"Itu pasien anak sakit apa dah, pagi-pagi udah jerit-jerit gitu!"
Sedikit terburu-buru saya menyelesaikan dandanan, lalu segera ke meja untuk mendaftarkan pasien tersebut. Ternyata di depan nggak ada orang sama sekali, segera saya ke UGD dan melihat ada perawat ditemani bidan sedang menghadapi pasien yang terhalang seorang lelaki.
Ketika perawat melihat saya, dia berseru agar saya menunggu sejenak karena keluarga pasien sedang megang pasien yang ditangani. Saya mengiyakan dan balik ke meja menyiapka formulir pasien UGD (mereka nyebutnya les pasien UGD).
Tak lama kemudian, seorang lelaki berusia sekitar 20 puluhan tahun datang ke meja saya, dia mengirimkan KTP pasien lewat WA. Dengan cepat saya mencatat datanya, lalu memberikan form tersebut pada dokter yang ada di UGD.
Setelahnya saya kembali ke meja, menyiapkan invoice berisi rincian tindakan pasien. FYI di klinik tempat saya bekerja, kami memberikan rincian dengan detail, jadi memang butuh sedikit waktu untuk mengerjakannya.
Karena saya harus konfirmasi dulu ke perawat, tindakan apa yang mereka lakukan, lalu konfirmasi dari apotik, obat dan bahan apa yang mereka pakai.
Setelah itu, baru deh saya jumlahkan semuanya, dan diprint sebagai invoice pasien.
Bodohnya saya, karena selama ini udah terbiasa punya pasien yang amanah, jadinya saya tanda tangani dan distempel dulu invoice-nya. Trus belum juga dibayar, saya sudah minta tanda tangan si lelaki itu juga sebagai keluarga pasien.
Setelahnya saya sampaikan nominal tagihannya, lumayan dong, di atas setengah juta untuk 11 jahitan, hahaha.
I told you, biaya kesehatan itu mihil, makanya jaga kesehatan dan dirimu!.
Si lelaki izin nelpon dulu untuk melunasinya, saya sempat mencuri dengar kalau dia menelpon seorang perempuan, lalu terdengar tuh perempuan berkata kalau nggak punya uang.
Tak lama kemudian, si lelaki minta izin ke daerah yang nggak jauh dari situ untuk ambil uang, oleh bidan yang kebetulan ada di dekat saya dibolehkan, tapi dengan catatan pasien nggak boleh ikut.
Pasiennya terlihat sedang duduk di depan UGD yang berhadapan dengan parkiran. Pagi itu memang sedang sepi, satpam yang bertugas juga kebetulan sedang ada di dalam apotik, entah ngapain.
Saya was-was di depan komputer sambil terus menoleh ke luar, mengawasi si pasien jangan-jangan dia kabur. Awalnya aman sih, sampai tiba-tiba bidan di dekat saya bilang,
"Orangnya lari itu Kak Rey!"
Seketika saya menoleh ke luar, terlihat pasien itu berjalan sudah sampai pagar. Kami lalu segera keluar untuk mengejarnya, sayangnya sampai di depan pagar, tak terlihat sedikitpun bayangan mereka, cepat banget berlalu.
Saya pucat pasi, teman-teman segera memanggil satpam di dalam apotik, yang juga keluar dengan wajah pucat pasi.
Segera saya mencari nama pasien di medsos, ketemu sih, tapi digembok, saya kirimin aja DM bernada pertanyaan sedikit ancaman. Meskipun saya sadar itu sia-sia, kecuali saya mau benar-benar melaporkan hal itu ke polisi.
Pada akhirnya pengalaman tersebut menjadi pelajaran besar buat saya khususnya untuk lebih berhati-hati dan tegas terhadap SOP. Meskipun ketegasan saya di-komplain oleh rekan lainnya, tapi ini terakhir kali saya mau di'kadal'in sama 'kadal gunung' (sebel!).
Sekarang, yang namanya menahan KTP asli, baik pasien maupun keluarganya adalah hal wajib. Dan no more lagi membiarkan pasien nunggu di luar, harus di depan saya, hehehe.
Selain itu, saya juga belajar banyak betapa bekerja di bagian pelayanan kesehatan itu rempong maksimal. Sama kayak beberapa waktu lalu yang saya kasian pas nagih biaya berobat orang yang katanya nggak punya uang.
Baca juga : Cerita Pasien Anak Kekurangan Dana
Memang se'complicated' itu masalahnya yang sering dihadapi.
Baubau, 03-12-2025

Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)
Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)