IRT 40 Tahunan Back To Work Again, Ini Tantangannya!

irt 40 tahun back to work

Iya, temans nggak salah baca, ternyata IRT usia 40an tahun, masih bisa kembali bekerja kantoran, in this economy and time pulak.

Jadi, bagi IRT usia 30an nggak perlu terlalu overthinking. Kalau emang digariskan rezekinya harus bekerja kantoran lagi, insya Allah usia berapapun, BISA.

Tapiiiii, ada banyak TAPInya ya!.

Oh ya, sebelumnya saya jadi pengen kasih sebuah cerita flash back dulu deh.

20an tahun lalu, saat saya masih single, dan baru tahun kedua bekerja di sebuah proyek. Pada suatu hari saya melihat ada ibu-ibu usia 35 tahun datang ke proyek buat melamar pekerjaan sebagai konsultan pengawas.

Saat itu, memang ada lowongan untuk konsultan pengawas, karenanya si ibu itu datang ngelamar.

Saya masih ingat persis, waktu itu nebeng mobil si ibu untuk ke kantor konsultan, kebetulan saya butuh sesuatu di kantor konsultan, jadi sekalian nebeng plus nganterin si ibu.

Pas naik mobilnya, saya liat di bagian belakang ada tabung gas biru, si ibu menjelaskan kalau dia sekalian mau beli gas nanti pas pulang.

Kala itu, saya berpikir bahwa kasian banget ya si ibu, udah usia 35 tahun, tapi baru mulai berkarir lagi. 

Saat itu, usia saya baru 25 tahun.

Siapa sangka, di usia ke-29 saya malah memutuskan jadi ibu rumah tangga saja, lalu kembali lagi bekerja di usia 32 tahun.

Ketika usia 33 tahun, kantor tempat saya bekerja membuka lowongan pekerjaan, dan sedikit shock ketika ada pelamar perempuan, seorang single mom yang berusia 39 tahun ingin melamar pekerjaan tersebut.

Saya di usia yang bisa dibilang belum terlalu senior itu, semacam kasian atau juga shock mengetahui ternyata di usia yang udah senior, masih banyak juga perempuan yang baru mulai bekerja kantoran.  


Time flies,...

Baca juga : 5 Alasan Utama Menjadi Working Mom


Siapa sangka, ternyata semua hal yang saya herankan dulu, malah terjadi pada saya. Bahkan lebih fantastis.

Kalau dulu saya melihat ibu-ibu usia di bawah 40an baru mau mulai bekerja kantoran lagi, nah saya malah kebagian momen itu di usia 40an ke atas.

Dan nggak tanggung-tanggung, bahkan di usia 40an ini, dapat sih kerjaannya meski jauh dari background pendidikan dan income-nya masih jauh dari kata cukup, tapi tetep aja saya masih diekorin anak bahkan ke tempat kerja, setiap saat.

Nggak tau deh, ini saya yang beruntung atau buntung, hahaha. Tapi satu hal yang ingin saya bagikan yang mungkin bermanfaat bagi para perempuan, khususnya yang memutuskan jadi IRT demi anak-anak.


Yang namanya kehidupan kan memang nggak bisa ditebak secara gamblang ya, meskipun mungkin ada tanda-tandanya, tapi seringnya ada juga yang berjalan di luar rencana kita.

Seperti saya yang sejujurnya nggak pernah lagi bercita-cita jadi pekerja kantoran lagi. Saya bahkan udah berupaya untuk bekerja freelance saja. 

Akan tetapi, setelah lama mencoba, nggak ada juga tanda-tanda saya bisa mencukupi kehidupan dengan usaha tersebut. Lalu keluarga juga kasian liat saya yang nggak punya penghasilan jelas, maka dimintalah dan diusahakan agar saya bisa kembali bekerja kantoran.  

Dan Alhamdulillah, BISA!.

Masya Allah sekali sih, karena mengingat usia saya yang udah nggak muda lagi, bahkan hal ini bukan cuman saya yang menyadari, tapi orang lain bolak balik mengingatkan usia saya yang tak muda ini lagi, hiks.

Nah, karena usia yang terbilang udah sangat senior ini, tentu saja penuh tantangan ketika memutuskan kembali bekerja kantoran, apalagi setelah bertahun-tahun, tepatnya kurang lebih 9 tahun menjadi IRT plus-plus.


1. Minder Karena Usia dan Wajah

Waktu awal melamar kerjaan, jujur saya minder banget karena usia yang udah 40++ ini. Apalagi wajah saya mamak-mamak banget kan ye. 

Saya punya kantong mata yang memang udah ada sejak saya kecil, warisan keturunan dari keluarga Bapak. Jadinya wajah saya terlihat lelah banget oleh kantong mata tersebut. Sehingga menambah kesan terlihat tuwah, huhuhu. 

Setelah masuk kerja, masalah  usia dan wajah juga semakin bikin minder, ketika melihat rekan-rekan kerja masih muda, bahkan bisa dibilang saya tertua kedua untuk karyawan perempuan di perusahaan tersebut.

Untungnya kebanyakan teman-teman memanggil saya Kak Rey, bukan selalu Ibu Rey. Well, ada juga yang manggil Ibu, tapi jarang.

Dan untuk menyikapi rasa minder akan wajah, saya selalu berusaha berpenampilan yang rapi dan mengenakan make up.

Dan lucky me, tubuh saya lumayan jangkung, dan badan saya terlihat nggak gendut-gendut amat, hal ini membantu banget mengatasi rasa minder saya akan usia dan wajah yang udah tuw eh senior, hehehe.


2. Dicurigai Gaptek

Ooo maigudness!

Ini juga terasa banget.

Maklum ya, saya generasi milenial, sementara kebanyakan rekan kerja ya generasi Z.

Kita pasti sering dengar atau liat di medsos, di mana para generasi milenial itu, kebanyakan gaptek atau gagap teknologi.

Ditambah pengalaman saya sebelumnya jadi IRT selama 9 tahunan kan ye. Dan saya memang jarang memperkenalkan diri sebagai blogger. Seringnya kalau ditanya kerja apa? ya saya jawab jadi IRT.

Nantilah mereka menemukan saya di medsos, baru kaget kalau ternyata saya bisa nulis dan aktif di medsos *uhuk.

Nah awal-awal masuk tuh, udah menjadi sifat saya untuk merendah dan menempatkan diri tak lebih tinggi dari rekan-rekan, even saya lebih tua secara usia.

Jadi, apa-apa tuh saya nanya, aslinya sih memastikan dan biar nggak dibilang sok tau.

Tapi, ternyata mungkin pertanyaan saya terlihat annoying buat beberapa rekan, jadinya sering banget dijawab,

"Liat YouTube aja Kak, semua ada tuh!"

Si Rey bilaik,  

"Duh males banget liat YouTube, mending googling nggak sih", kata saya dalam hati sih, hehehe.

Tapi seiring waktu, saya udah malas nanya, apalagi memang udah bisa menguasai semuanya. Bahkan lebih dari yang dilakukan rekan-rekan. Nggak pernah lagi ribet masalah komputer dan lainnya, bahkan ketika aplikasi sistem yang ada error, saya nggak lagi ribet menelpon IT, cukup utak atik sendiri, dan tadaaaaaa.... bisa!.

Selain itu, saya satu-satunya pekerja atau staf yang nyaris tak pernah meninggalkan komputer, di saat rekan-rekan lainnya kumpul dan sibuk bercerita ini itu, saya memilih sibuk di depan komputer, entah bikin konten, entah menulis, entah menyiapkan form rekam medis dan lainnya.

Lama-lama rekan-rekan akhirnya paham, ternyata mamak-mamak ini sama sekali nggak gaptek, bahkan bisa membantu memecahkan masalah-masalah teknologi yang rekan lainnya hadapi dan bingung mau ngapain.


3. Dicurigai Nggak Bisa Menyesuaikan Diri

Wajar sih ini, saking jauhnya gap usia saya dengan kebanyakan rekan kerja, ditambah saya yang introvert. Saya lebih suka menghabiskan waktu di depan komputer ketimbang ngumpul ama rekan-rekan di ruangan lain.

Namun, ketika rekan-rekan datang ke meja saya dan ngajak ngobrol, dengan senang hati saya ladenin. Diajak ngegibah, bisa juga dong, meski jujur seringnya saya cuman menanggapi dengan keheranan atau senyum-senyum saja.

Intinya, meski introvert, saya bersyukur masih punya energi dan keberanian untuk membaur. Jadi bisa banget menyesuaikan diri dengan set boundaries yang lebih tegas, demi kenyamanan bersama.  


4. Reset Manajemen Waktu 

Sejak lama saya menerapkan manajemen waktu, bikin jadwal harian buat diri sendiri dan anak-anak. Ye kan, sebagai single fighter mom, butuh banget manajemen waktu, biar nggak gila, hahaha.

Baca juga : Tips Mengajarkan Anak Manajemen Waktu Sejak Dini

Meskipun sejak pindah ke Buton, manajemen waktu ini sedikit berubah, namun setelah menjadi working mom again, harus banget reset manajemen waktu yang lebih disiplin.


5. Penyesuaian Rutinitas dan Kebiasaan

Masih berkaitan dengan manajemen waktu, hal lain yang mengikutinya adalah penyesuaian rutinitas dan kebiasaan. Ini yang paling terasa sih ya.

Jika biasanya saya kadang malas mandi, antar anak sekolah cukup cuci muka saja, setelah nganter bisa pulang terus mandi dan dandan sekenanya.

Nah sekarang tak bisa lagi kayak gitu.

Wajib banget bangun pagi, harus sudah mandi dan dandan dengan rapi. Kebiasaan yang lalu cuman pakai baju yang itu-itu saja buat nganterin anak sekolah, kali ini semua baju harus sudah diatur sejak semalam, agar tak kebingungan di pagi hari.

Secara keseluruhan ada sisi positif dari rutinitas dan kebiasaan baru sebagai working mom, karena saya bisa memaksa diri untuk selalu tampil rapi dan cantik.

Kebiasaan dulu yang sering begadang menulis sampai subuh pun jadi berkurang, karena saya harus memastikan bisa bekerja dengan baik dan minim kantuk.


Pada akhirnya, tantangan bagi saya yang sudah menjadi IRT selama kurang lebih 9 tahunan, lalu back to work again, bisa lebih mudah dilewati.

Semua ini bisa saya lewati dengan baik, bahkan mengubahnya menjadi hal positif, bukannya tanpa modal. Bersyukur selama menjadi IRT saya melakukan banyak hal, yang ternyata menjadi modal utama beradaptasi dalam tantangan being a working mom again

Demikianlah, ada yang punya cerita sama?.


Baubau, 11-12-2025

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)