Another Ujian Hidup, Rumah Mama Kebakaran

kebakaran di desa lawele

Senin malam kemaren rumah mama kebakaran.

Saya baru saja selesai makan malam sama si Adik, ketika dia memelas minta jajan. Kebetulan saya lagi nunggu air minum galon. jadi setelah dianter saya pun ajak si Adik keluar, jalan kaki saja ke Indomaret di depan gang kos-kosan kami.

Tapi ternyata kami cuman beli indomie saja, dan si Adik minta beli gorengan. Jadi kamipun pulang untuk ambil motor, lalu berangkat cari gorengan.

Setelah beli gorengan, kamipun kembali ke kos. Dan baru saja saya parkir motor, tiba-tiba empu nya rumah datang memberitahukan kalau saya dicariin, karena ada kabar rumah kebakaran.

Saya nggak langsung ngeh maksudnya apa, lumayan lama loading pikiran, sambil melirik ke kamar-kamar kos, nggak ada api, nggak ada kehebohan khas ketika ada api atau kebakaran.

Sampai akhirnya dijelasin lagi, kalau yang kebakaran adalah rumah mama. Saya langsung terduduk lemas. 

Menyadari kalau kejadiannya baru saja, saya liat jam masih pukul 9 malam, itu berarti kejadiannya sekitar pukul 8.30an tadi. Dan itu berarti kemungkinan besar mama maupun kakak Darrell sudah tidur.

Btw kakak Darrell memang sekarang tinggal sama neneknya, dan sudah menjadi kebiasaan mereka, tidur lebih awal.

Pikiran saya langsung kacau, memikirkan kemungkinan terburuk, apalagi saya liat sekilas pop up di layar HP saya berisi pesan-pesan yang mengirimkan foto dan video kebakaran tersebut.

Ponsel saya tak berhenti berdering, saya hanya sempat mengangkat telpon kakak Eli dan Kakak Eti. Berikutnya saya tolak panggilan lain, lalu kemudian saya matikan data internet biar nggak ada yang bisa telpon bolak balik, dan bikin saya makin panik.

Tak lama kemudian, saya nyalakan lagi data internet, dan membaca pesan bahwa si Kakak Darrell baik-baik saja. Langsung nangis dan bersyukur tanpa henti, kemudian mencari kabar mama.

Syukurlah, hanya berselang sedikit waktu, saya mendapatkan kabar mama juga baik-baik saja. Selanjutnya saya bingung mau ngapain, antara mau nangis dulu, mau siap-siap ke rumah mama atau gimana.

Setelah menenangkan diri, menarik nafas panjang, akhirnya saya meraih tas, entah apa isinya, pokoknya bawa aja. Mengunci pintu, sejenak kemudian saya mulai memngendarai motor perlahan karena badan masih sangat gemetaran.

Akan tetapi, baru saja mau keluar dari pagar, telpon kembali berdering, saya sempatkan lihat layar, ternyata dari kakak saya. Seketika saya angkat, akan tetapi ternyata itu kesalahan saya pertama.

Baru saja diterima, kakak saya menegur dengan nada yang tidak nyaman saya dengar di tengah kekalutan tersebut. Tentu saja respon berikutnya saya marah dan kesal, lalu menutup telepon kemudian kembali menerjang perjalanan menuju rumah tante saya di daerah dekat Tanah Abang.

Sampai di rumah tante, kami menunggu sejenak dalam diam dan pikiran masing-masing. Tak lama kemudian kami pun bertolak ke rumah mama sekitar pukul 10 malam.

Adik sepupu saya mengendarai mobil dengan sangat kencang, sehingga kami segera sampai di lokasi hanya dalam waktu di bawah 2 jam perjalanan.

Ketika mulai memasuki wilayah rumah mama, bau asap tercium jelas bercampur dengan aroma dinginnya malam. Air mata kembali jatuh, tak sabar bertemu dengan kakak Darrell.

Dan dalam sejenak mobil yang saya tumpangi berhenti di depan rumah mama. Saya meminta agar adik sepupu berhenti agak ke depan lagi, saya tak sanggup melihat keadaan rumah mama. Apalagi mama dan kakak Darrell memang sedang berada di rumah seorang bidan yang akrab dan dekat dengan mama.

Baru saja mobil berhenti, saya segera turun dan berlari mencari si Kakak Darrell. Alhamdulillah dia sedang duduk di kursi rumah bidan tersebut, rasanya puas dan beryukur karena masih bisa memeluk anak bermata bundar tersebut.

Juga lega banget melihat mama tidak apa-apa, hanya sedikit shock dan tangan hingga lengannya sedikit melepuh. Kata mama, dia berusaha memadamkan api, sampai apinya malah menjilat tangannya.

Untungnya bidan Ros sudah sampai dan langsung menarik mama untuk segera keluar. Sementara si Kakak Darrell sudah menyelamatkan dirinya juga.

Selanjutnya saya tak tahu pasti seperti apa kondisinya, saya cuman sanggup mendengar cerita tersebut. Sambil memasang telinga mendengar cerita orang-orang, kalau barang yang selamat cuman motor kakek yang dipakai si kakak Darrell ke sekolah.

Demikian juga ponsel kakak, Alhamdulillah masih bisa diselamatkan.

Agak lama saya menghabiskan waktu dengan memeluk kakak Darrell, meskipun dia terlihat baik-baik saja, mamapun tak lama kemudian segera terbangun sehingga ketahuan ternyata kulit yang melepuh sampai di lengannya.

Bidan Ros lalu menghubungi dokter puskesmas yang ada di samping rumahnya, tak lama kemudian dokternya datang dan membalut kulit lengan mama setelah diolesin salep. Setelahnya dokter juga pulang ke rumah dinasnya.

Satu persatu keluarga pamit pulang, adik bapak dari desa lain, keluarga mama, saudara-saudara sepupu saya. Sementara itu anak-anak kakak dan suaminya juga tiba, mereka lalu menuju bekas rumah yang terbakar mencari barang-barang yang masih bisa diselamatkan.

Alhamdulillah mereka menemukan uang meskipun uang ratusan ribu tak ditemukan. Uang tersebut terbakar di bagian sisi-sisinya.

Tak lama kemudian mereka pamit pulang ke Baubau, sementara saya bersama kakak sepupu dan tante (adiknya mama) stay menjaga mama sampai pagi.  

Subuh harinya saya terbangun karena mama selesai shalat subuh berniat melihat bekas kebakaran tersebut. Saya pun shalat setelah Kakak Darrell shalat.

Setelahnya kami menuju rumah bekas terbakar itu yang berada di depan rumah bidan.

Ketika memasuki pagar hitam yang sebelumnya jarang terbuka itu, hati rasanya tertusuk-tusuk. melihat rumah yang pernah saya tinggali ketika masa kecil dan remaja telah rata di tanah.

Rasanya lebih lemas membayangkan surat-surat penting saya juga ada di rumah itu, barang-barang yang sempat saya bawa dari Surabaya, baju-baju saya yang baru, semua pakaian si Kakak.

Peralatan ngonten saya, dan masih banyak lagi, kamera, laptop lama saya, semua musnah.

kebakaran di rumah mama desa lawele

Lalu, perlahan saya mendekat ke mama, yang termenung melihat bekas kebakaran tersebut. Perlahan mama mengguman, kalau tak ada lagi bekas tangan almarhum bapak saya.

Btw, rumah itu memang sederhana, bahkan sebagian sudah lapuk dimakan usia, tapi itu merupakan hasil tangan bapak. Rumah itu juga menyimpan kenangan masa kecil dan remaja saya.

Setiap sudutnya tersimpan bayangan saya dan almarhum Adik, Maykel.

Kini semua sudah musnah, tak tersisa sedikitpun.

Setelah perlahan menjadi terang, seiring matahari mulai menampakan diri, saya menuju bekas kamar saya dengan anak-anak.

Sedih rasanya melihat sisa kertas yang isinya foto-foto saya dan anak-anak, raport si Adik dan kakak. Ngenes banget mengingat itu sisa-sisa barang saya di Surabaya, yang akhirnya ikutan musnah.

Tak ada yang bisa diselamatkan, dan akhirnya saya memilih untuk duduk termenung saja memandangi lautan arang. Memandangi mama yang mengais-ngais arang di bekas kamarnya.

Tampak akte kelahiran almarhum adik saya yang masih disimpan mama. Si Kakak juga menemukan piringan yang saya duga itu sisa laptop saya yang memang disimpan di lemari mama.

Makin lemas dan lunglai rasanya.

Singkat cerita, mama akhirnya memaksa saya segera kembali ke Baubau, demi menghindari keributan. Saya terpaksa harus mengalah lagi agar mama tenang. Meskipun rasanya ingin berontak, tapi tak ada yang bisa saya lakukan karena tak mau menambah runyam masalah dan mama makin pusing.

        

Baubau, 24-09-2025

1 komentar :

  1. Rey, ikut sedih bacanya 😔. Syukurlah mama dan si kakak selamat yaaa. Merinding aku bayangin saat kejadian ada mama dan si kakak di dalam. Lihat dari fotonya, pas api berkobar juga gede banget. 😔😔.

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)