Culture Adjustment Ala Rey Di Baubau (02), Sebentar dan Nanti

culture adjustment di baubau

Beberapa hari lalu saya menuliskan cerita tentang Culture Adjustment atau penyesuaian budaya kembali, khususnya buat saya yang sudah 25 tahun di Surabaya, lalu kembali menetap di Baubau dan Buton.

Sekarang saya pengen bercerita lagi tentang salah satu hal yang harus saya sesuaikan tapi tak ingin saya biasakan, yaitu penyesuaian makna bahasa.

Mengapa makna bahasa, dan mengapa nggak ingin saya biasakan? padahal saya menetap di sini?. Karena saya pengen membiasakan yang benar, bukan membenarkan yang biasa.

Atau dengan kata lain, karena makna bahasa ini salah dalam penggunaannya bagi kebanyakan orang di Buton atau Baubau, maka saya akan tetap menggunakan yang benar, meskipun saya tahu maksudnya jika kebanyakan orang Buton menggunakan kata tersebut.

Apa itu?

Penggunaan kata 'nanti' dan 'sebentar'. 


Makna dan Perbedaan Kata 'Nanti' dan 'Sebentar' Dalam KBBI 

Dalam KBBI, makna antara kata 'nanti' dan 'sebentar' itu sama-sama merujuk pada waktu. Namun yang membedakan adalah lama waktunya.

Kata 'nanti' punya makna "pada waktu yang akan datang, kemudian" atau "sesudah ini". 

Contoh: "nanti malam" atau "nanti saya datang"  

Ini berarti bahwa makna kata 'nanti' mengacu pada waktu di masa depan yang tidak terlalu jauh. Misalnya, ketika seseorang berkata "Saya akan datang nanti,". Tentunya itu berarti bahwa dia akan datang pada waktu yang akan datang, baik beberapa menit, jam, atau hari kemudian, tergantung konteksnya.

Sedangkan kata 'sebentar' punya makna 'singkat', 'sesaat', atau 'tidak lama'. 

Contoh: 'tunggu sebentar', atau bisa juga sih punya arti 'nanti' dalam konteks yang pas, serta 'kadang-kadang'.

Contoh, 'sebentar, aku datang' atau 'sebentar pergi, sebentar tidak'. 

Pada intinya, kata 'sebentar' dapat digunakan untuk menunjukkan durasi yang singkat atau waktu yang tidak lama. Dan, sebentar juga bisa punya arti yang sama dengan nanti, menunjukkan waktu di masa depan, dengan konteks yang berbeda. 


Makna Kata 'Nanti' dan 'Sebentar' Bagi Orang Buton

Nah masalahnya adalah, penggunaan kata nanti dan sebentar di Buton itu, kebalik dari makna yang sebenarnya. Kalau orang yang nggak paham, dijamin pasti salah sangka.

Waktu kuliah dulu, saya pernah ketemu teman dari Buton yang kuliah di Jogja, dia bercerita tentang pengalamannya dalam salah makna kata 'sebentar' dan 'nanti'.

Ceritanya, si teman ini janjian sama teman kosnya mau ke mall. Si temannya yang orang Jawa ini nanya, kapan ke mall-nya?. Dengan santai si orang Buton ini menjawab.

"Sebentar dulu!"

Lalu dengan santainya dia menarik selimut, dan tidur siang, sementara si teman Jawanya dengan setia menanti di depan kamarnya yang tertutup, hahaha.

Karena pemaknaan kata 'sebentar' dan 'nanti' bagi orang Buton itu berbeda dengan makna sebenarnya. 

Di Buton, kata 'sebentar' itu punya makna kata 'yang akan datang' tapi dalam waktu yang masih lama.

Misal, masih pagi nih, saya mau ngomong,

"Nanti siang saya mau makan di sana". 

Nah orang Buton akan mengatakan,

"Sebentar siang"

Sedangkan kata 'nanti' bagi orang Buton, seringnya dipakai dalam kata 'sebab akibat'. Misal,

"Jangan lari, nanti jatuh!"

Saya pikir, orang-orang harus memahami kalau kebiasaan penggunaan kata 'sebentar' dan 'nanti' yang salah ini, tak bisa dibiasakan. Karena bisa terjadi kesalahan penafsiran maknanya, apalagi sekarang udah zamannya medsos yang mana kita bisa berinteraksi dengan semua orang dari daerah manapun dengan mudah.

Kalau dalam konteks yang biasa aja sih, nggak masalah. Tapi bagaimana jika terjadi dalam konteks yang lebih formal, misal dalam pekerjaan.

Karenanya, saya tetap menggunakan kata 'nanti' dan 'sebentar' sesuai makna yang sebenarnya. Meskipun paham, bahwa di Buton tidak bermakna demikian.

Begitulah, jadi Temans jangan salah makna ya, kalau ketemu dengan orang Buton, atau mungkin sedang berada di Buton atau Baubau. 


Baubau, 28-09-2025

1 komentar :

  1. Kayaknya salah satu alasan kenapa bisa beda-beda dalam memaknai kata ini juga nggak bisa lepas dari pengaruh budaya ya, Mba. Dilema juga sih sebenernya. Soalnya di satu sisi sebagai pendatang biasanya kita dituntut supaya ikut pepatah "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Tapi di sisi lain, hati nurani juga nggak bisa tinggal diam kalau mendapati sesuatu yang kurang bener 😭

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)