"Kita perempuan ini yang sudah menikah ini, beda dengan laki-laki. Kalau laki menganggap sex itu sebagai kebutuhan pokok, tapi kalau perempuan tidak!"
Demikian kira-kira kata teman lama yang masih merupakan saudara saya, pagi tadi ketika kami sedang rempong mencari kos-kosan di Baubau.
Perkataannya tiba-tiba kembali mengingatkan saya akan obrolan serius saya dengan beberapa bapak-bapak di sebuah instansi, beberapa hari lalu.
"Kalau sebagai laki-laki dewasa yang sudah menikah, ada perempuan yang mau dekat, apalagi perempuannya udah pernah menikah, pastinya tau dong ujungnya ke mana?"
Kira-kira seperti itulah perkataan bapak-bapak tersebut, dan saya dengan polosnya menjawab,
"Enggak sih, kalau cewek ya nggak aneh-aneh!"
Tapi sejujurnya saya tidak terlalu paham apa maksud si Bapak, sampai saya dengar perkataan teman saya tersebut.
Perempuan Dengan Kontrol Manajemen Pikiran Kebutuhan Sex
Lalu saya merasa, kayaknya semua anggapan kebanyakan orang (bukan hanya laki ya, tapi juga perempuan yang nggak merasa kayak saya dan sebagian perempuan lainnya), wajib paham hal ini.
Tanpa sadar menghubungkan beberapa keadaan yang sering saya hadapi beberapa tahun terakhir ini.
"Pokoknya, kalau dia akhirnya mau ke sini, tolong hargai juga perasaan saya ya, saya nggak mau disentuh!" demikian kata saya ketika kakak mengatakan niatnya membujuk papinya anak-anak agar mau menyusul kami ke Buton.
Kakak memang berusaha agar kami bisa berbaikan, meskipun berkali-kali sudah saya jelaskan, kalau saya udah nggak ada perasaan sama papinya anak-anak, bahkan ini sudah terjadi selama bertahun-tahun belakangan ini.
"Saya udah lama nggak mau disentuh, bahkan selalu merasa tenang kalau dia jauh dari kami, dan bisa stres bahkan ketika dia mengatakan akan pulang ketika cuti kerja", demikian penjelasan saya.
"Loh, jadi kamu udah lama nggak dikasih nafkah batin, terus kebutuhanmu gimana?" kakak terheran-heran.
"Heh, kebutuhan batin gimana maksudnya?, kebutuhan sex?" tanya saya masih bingung.
Kakak memandangi saya dengan bingung sambil mengangguk.
"Ya nggak gimana-gimana, biasa aja tuh, saya nggak menganggap hal tersebut sebagai kebutuhan yang mendesak!" jawab saya.
Saya nggak tahu saat itu, apakah kakak saya percaya dengan perkataan tersebut, nyatanya memang seperti itulah yang terjadi pada saya.
I mean, saya juga normal sebagai perempuan dewasa, buktinya saya punya 2 anak. Tapi jujur saya nggak terlalu mempermasalahkan kebutuhan tersebut harus ada.
Mungkin bisa dikatakan bahwa saya punya kemampuan manajemen pikiran yang baik akan kebutuhan tersebut, sehingga mampu menganggap kalau hal tersebut bukanlah hal yang wajib ada.
Dan hal ini semakin saya yakini setelah mendengar perkataan teman saya tadi pagi. Saya merasa kalau ternyata ada loh teman perempuan yang sama kayak saya. Bahwa kami juga bisa berlaku seperti perempuan pada umumnya terhadap kebutuhan tersebut. Tapi, juga bisa memanajemen pikiran kami untuk nggak terlalu mempermasalahkan hal tersebut.
Paham nggak sih, maksud saya?.
Dan ini yang harus dipahami kebanyakan laki-laki zaman sekarang.
Jujur, saya mulai mengerti mengapa akhir-akhir ini, teman-teman laki saya tuh agak-agak error bercandaannya.
Saya udah sering bergaul dengan kebanyakan teman laki, bahkan saya jarang punya teman perempuan, karena emang sejak SD, SMP, STM, Kuliah hingga kerja, mostly lingkungannya ya laki semua.
Jadi saya udah terbiasa dengan candaan teman-teman yang 'urakan', dan kadang terlalu vulgar. Namun akhir-akhir ini memang saya mulai merasa risih, karena ketika kami ngobrol seringnya kebanyakan teman saya ngomongin hal ranjang.
Ngajak ke hotel lah, ngajak ngamar lah, memuaskan hal yang udah lama nggak dipuaskan lah, dan segala hal semacamnya, yang kalau didengar orang lain mungkin jatuhnya pelecehan secara verbal nggak sih?.
Akan tetapi, saya belum terlalu ngeh, sampai hari ini.
Jadi sepertinya, kebanyakan laki-laki tuh menganggap perempuan yang tak punya suami kayak saya tuh sebagai perempuan yang 'gatel' karena kebutuhan biologisnya tidak terpenuhi.
OH TIDAK YA!
Tidak semua perempuan tak punya kontrol manajemen pikiran yang baik terhadap kebutuhan biologis tersebut ya.
Saya dan beberapa perempuan lainnya punya, jadi saya enggak 'gatel' dan mau meladeni lelaki manapun demi itu, astagfirullah!.
Dan bukan hanya lelaki, para perempuan yang nggak punya kontrol manajemen pikiran seperti ini juga wajib tahu!. Bahwa kami perempuan yang tidak punya suami enggak se'gatel' itu!.
Jadi, nggak perlu takut suami kalian akan kami goda hanya karena kami butuh hal itu.
Yang perlu diketahui juga, bahwa kami para perempuan yang berani cut off pasangan yang tidak baik buat mental dan fisik kami ini, tentunya akan menjadi perempuan yang lebih selektif dalam menerima lelaki yang mendekat.
Khususnya saya pribadi ya.
Alhamdulillahnya, saya sebelumnya mendapatkan lelaki yang spek-nya kayak Gwan sik (itu tuh yang booming dari drakor When Life Gives You Tangerines), masalah yang saya rasakan berat tuh cuman mental papinya anak-anak yang nggak kuat terhadap ujian ekonomi.
Tapi untuk hal lainnya, papinya anak-anak tuh meratukan saya banget.
Saya nggak pernah kehilangan jati diri ketika menikah dengan dia, selain anak-anak yang memang menjadi hal yang berat untuk karir saya.
Jadi, ketika saya akhirnya dengan tegas meng-cut off papinya anak-anak, tentunya saya hanya akan menerima lelaki yang spek Gwan sik tapi lebih bertanggung jawab secara ekonomi.
Dengan kata lain, saya ya pilih-pilih juga, karena saya cuman mau hubungan yang serius.
Harus sekufu, satu visi misi, satu pola pikir, atau setidaknya paham dan menerima pola pikir saya yang lebih modern, terbuka dan up to date.
Jika enggak, dan ketika saya berada di situasi yang tidak saya inginkan, saya pasti berontak dan itulah yang terjadi pada beberapa hari belakangan ini, ketika saya akhirnya menghadapi situasi yang menghebohkan, tapi saya belum bisa menceritakan secara detail.
Intinya begitu.
Semoga dengan tulisan saya ini, beberapa orang bisa lebih paham keadaan saya dan beberapa perempuan lainnya.
Khususnya buat para lelaki hidung belang, stop berpikiran saya 'gatel' karena butuh hal itu. Jangan lupa, saya akan melakukan apapun demi harga diri dan nama baik saya, jika kalian berani mendekati saya hanya karena menganggap saya perempuan yang bisa seenaknya kalian perbuat karena saya butuh.
Tidak ya! saya perempuan dengan kontrol manajemen pikiran yang baik akan kebutuhan seks.
Baubau, 01-09-2025
Memang sulit Mba memahami pola pikir lelaki hidung belang. Semoga Mba Rey dijauhkan terus dari cowok-cowok model begini dan didekatkan dengan jodoh yang terbaik untuk Mba Rey, aamiin.
BalasHapus