Malam ini saya cuman ingin menuangkan segala kekalutan yang dirasakan sejak siang tadi. Sayangnya saya tidak bisa menceritakan halnya dengan detail, dengan alasan 'nggak enak', hehehe.
Intinya, saya kembali lagi merasa sedikit kesal karena begitu sulitnya meyakinkan ke banyak orang, bahwa menafkahi anak-anak itu bukan hanya kewajiban ibu. Dan ayah merupakan sosok kepala keluarga yang wajib menafkahi anak istrinya.
Jika seorang ayah sedang berada di masa paceklik, memang sih tidak bijak memaksa sang ayah untuk bisa menafkahi anak dan keluarganya dengan uang. Tapi bukan berarti si ayah lepas tangan begitu saja dong.
Maksudnya, kalau ayah yang biasanya jadi tulang punggung keluarga tiba-tiba nggak bisa menafkahi. Terus bagaimana alasannya tuh hal nafkah anak dilimpahkan ke ibu, sementara si ibu ini kesehariannya adalah seorang ibu rumah tangga, yang harus mengurus anak-anak dan rumah sendiri.
Setidaknya kan, ada hukum yang mewajibkan sang ayah tetap berperan atas kewajibannya pada keluarganya. Kalau enggak atau belum mampu menafkahi, ya kerja sama dong urus anak, biar saya sebagai ibu bisa ambil alih tentang nafkah.
Apalagiiii, meski sebagai IRT, saya kan punya modal sebagai blogger dan konten kreator serta bisa menulis buku juga. Yang saya butuhkan adalah waktu yang fokus, agar bisa memaksimalkan modal tersebut, untuk bisa sejenak mengambil alih tugas ayahnya anak-anak mencari uang.
Tapi yang terjadi kan enggak, sampai detik ini bapakeh anak-anak berkeliaran begitu saja di luar sana, tidak peduli dengan nasib anak-anaknya.
Padahal, seperti yang sudah 10001 kali saya jelaskan, tindakan bapakeh ini benar-benar sangat keterlaluan, mengingat kondisi kami:
- Saya seorang IRT yang nggak punya penghasilan cukup untuk menghidupi anak-anak
- Kami belum punya rumah, selama ini ngontrak, bahkan beberapa tahun belakangan ini kami kontrak bulanan, yang berarti butuh pengeluaran bulanan yang cukup besar untuk biaya kontrak rumah juga.
- Saya nggak punya aset yang bernilai tinggi untuk dijual
- Saya nggak punya keluarga sama sekali yang bisa dimintai tolong di Surabaya. Keluarga ayahnya memang banyak bahkan tinggal dekat dengan kami, tapi nggak ada yang peduli sama sekali, even ke anak-anak. Saya sudah lost contact lama dengan keluarga kandung karena selama ini memilih ikut suami yang nggak mau sama sekali bersilaturahmi dengan keluarga kandung saya.
Intinya, kondisi saya dan anak-anak itu sangat membutuhkan perhatian banget, terutama anak-anak sih. Berbeda dengan kasus penelantaran yang banyak dilakukan para lelaki belakangan ini, tapi istrinya masih bisa pulang ke rumah ortu, saya tidak!.
Karena penelantaran yang dilakukan di awal Oktober 2024 lalu, saya udah berpikir mau mengakhiri hidup saja, mengajak anak-anak sekalian. Karena bagaimana saya mampu mengakhiri hidup, kalau anak-anak tak ada yang peduliin kan?.
Beruntung saya masih sanggup untuk speak up di facebook khususnya, dan dari situ banyak teman yang peduli, menyemangati, memberikan solusi dan bantuan. Dan dari teman-teman juga saya bisa mengenal dan meminta bantuan dari UPTD PPA Surabaya, sampai akhirnya dilakukan pendampingan hingga ke Polrestabes Surabaya.
Keputusan ini saya ambil karena tidak ada jalan lain, daripada saya mati sia-sia kan, setidaknya ada hal yang bisa saya lakukan, yaitu menyeret manusia yang tidak bertanggung jawab, agar paham tanggung jawabnya.
Kalau ditanya, kenapa sih nggak cerai saja?.
Lah, kalau udah cerai gimana? baca lagi kondisi saya di atas ya!.
Opsi itu juga diberikan oleh beberapa pihak, dan sudah saya bahas bersama dengan beberapa pihak itu. Saya menanyakan, kalau udah cerai gimana? hidup bahagia?.
Bahagianya dari mana? orang keadaan saya sekarang ya sama aja kayak janda. Kalau orang lain menikah tapi berasa janda karena suaminya nggak peduli tapi masih serumah. Saya dong udah lama pisah dengan bapakeh anak-anak ini. Meskipun pisahnya nggak bisa dikatakan menerus, ada satu dua hari dia datang, abis itu kabur lagi.
Jadi, opsi bercerai ini sebenarnya sama sekali nggak ada manfaatnya, setidaknya saat ini. Kan yang saya butuhkan adalah UANG UNTUK BIAYA HIDUP ANAK.
Kalau bercerai saya bisa dapat uang banyak untuk biaya hidup anak sih dengan segera saya urus. Masalahnya kan podho waeeee, ada kalimat yang sangat dipuja semua orang termasuk para perempuan loh. Bahwa, 'seorang ayah wajib menafkahi anaknya sesuai kemampuannya'.
Nah, kalimat tersebut yang paling diutamakan oleh banyak orang, bahkan perempuan loh. Sehingga banyak laki-laki yang seenaknya lepas tanggung jawab terhadap anaknya.
Dan ini yang pengen saya curhatkan malam ini, bagaimana peran perempuan dalam 'woman support woman' terutama yang memang berkecimpung membela hak-hak perempuan dan anak ya.
Saya rasa SEHARUSNYA TARGET UTAMAnya adalah, bagaimana memaksa para lelaki untuk beertanggung jawab. Dipaksa ya, secara hukum! Bukan mengemis kepada lelaki untuk bertanggung jawab.
Kenyataannya kan, saya merasa seolah dipaksa untuk mengemis ke ayahnya anak-anak untuk mau menafkahi anaknya sendiri.
Watdeeefffffffaaaakkkkkkk! maapkeun saya nggak bisa nahan untuk ngomong kasar, KASAAAARRR!!!
Astagfirullahal adzim!.
Dari yang semacam menakut-nakutin,
"Takutnya ayahnya makin marah dan makin tidak mau menafkahi anak-anaknya!"
WATDEEEFFFFFFFF!!!
Ya itu dia, karena itulaaaahhhh! seharusnya ada hukum atau undang-undang yang ditegakan untuk menampar para lelaki yang tidak bertanggung jawab itu.
Jangan cuman ayah yang mencubit anaknya lalu viral yang dipolisikan, sementara ayah yang terang-terangan menelantarkan anaknya malah dibela, dilembut-lembutkan.
Seolah menormalisasi, kalau ayah yang menelatarkan anak itu biasa aja.
WAAAATTTDDDDEEEEEEEFFFFF!!!
Ketika saya membawa kasus ini ke polisi, sebenarnya banyak yang nggak setuju, alasan beberapa orang beragam. Ada yang bilang, katanya berurusan dengan hukum itu sangat melelahkan, mending fokus cari uang saja.
Dan membiarkan ayahnya anak-anak melenggang bebas seenaknya gitu ya!.
Biar Allah yang balas!.
Ya udah, bubarkan saja kepolisian, batalkan saja semua UU yang ada!. Serahkan semua ke Tuhan.
Tapi ada juga alasan yang bikin saya ternganga lebar sulit mingkem,
"MASALAHNYA, KALAU DILAPORKAN, KITA KAN NGGAK TAHU HATI MANUSIA KAYAK GIMANA?, BISA JADI DIA JADI SADAR, ATAU MALAH SEMAKIN MARAH DAN SEMAKIN NGGAK MAU MENAFKAHI ANAKNYA!"
Waittt...waitttt...
Ini saya salah dengar atau gimana nih.
Coba jelaskan ke saya, sejelas-jelasnya, mengapa anak-anak harus mengemis ke ayahnya sendiri. Mengapa saya harus mengemis kewajiban orang lain ke anaknya?. Mengapa?.
Orang-orang yang yang bilang gitu itu, tau artinya tanggung jawab dan kewajiban nggak sih?. Orang-orang yang bilang begitu, tau apa maksudnya ada hukum dan undang-undang nggak sih?.
Dan tahu nggak, ucapan-ucapan seperti itu, justru lebih banyak saya dapatkan dari perempuan.
Bagaimana kita berharap kesetaraan gender yang adil?. Yang ada keseteraan gender yang dimaksud malah bikin perempuan jadi makin diperbudak lelaki karena kewajiban lelaki ditanggung oleh perempuan.
Ingat, saya bahkan tidak menuntut hak saya sebagai istri, yang saya perjuangkan adalah hak anak-anak. Kalaupun saya melaporkan kasus KDRT psikis di kepolisian juga, itu karena saya tahu UU PKDRT khususnya pasal penelantaran keluarga ini sangat lemah melindungi perempuan dan anak.
Dan bukan hanya UU-nya saja, tapi implementasinya juga luar biasa sulit.
Tapi, bukan si Rey kan kalau cuman bisa diam dan nangis. Iyaaa... saya memang cengeng, tapi nggak cuman nangis aja, saya juga nggak akan diam gitu saja menormalisasi penelantaran anak-anak yang dilakukan ayahnya.
Ingat, anak-anak saya keduanya laki.
Dan melawan normalisasi penelantaran anak oleh ayah, juga merupakan tindakan saya mendidik anak lelaki untuk mengerti tanggung jawabnya.
Tahu kan, anak-anak mencontoh orang tuanya. Dan saya tidak akan diam saja membiarkan anak-anak saya tumbuh jadi manusia pengecut lantaran mencontoh hal pengecut.
Saya ingin mereka melihat, bahwa maminya berjuang untuk melawan hal yang salah, dan penelantaran yang dilakukan oleh ayah ke anak-anaknya itu adalah salah.
Semoga anak-anak saya bisa tumbuh menjadi lelaki yang bijak dan bertanggung jawab, aamiin
Surabaya, 08-01-2025
- Kalau bercerai, lalu apakah akan bahagia? Begitu pertanyaan dari Rey Kan==> Tapi kalau tidak bercerai, apakah Rey bahagia? Perceraian bukan sesuatu yang bisa memastikan masa depan, tetapi "mungkin" bisa membuka sebuah awal baru bagi kehidupan di masa depan.. Tetap tidak ada kepastian tentang masa depan, tetapi bisa merupakan opsi untuk menyelesaikan masalah di masa depan
BalasHapus- Kalaupun tidak bercerai, apakah Rey mendapatkan uang dan pemasukan dari suamimu? Apakah dgn ke polisi Rey bisa memaksa paksu menyelesaikan tugasnya? Kalau begitu mengapa mempertahankan hubungan yang tidak memberikan apa-apa, selain penderitaan ke Rey, selain status sebagai "istri" dan bukan "janda"?
- Rey mengatakan butuh "UANG" untuk anak-anak, apakah Rey mendapatkannya dari paksu? Lalu apakah dgn mempertahankan status tidak jelas pak su uang itu datang?
Setelah beberapa tahun membaca tentang kesulitan dan kepusingan yang dikau alami dalam hubungan keuangan dan hubungan dengan pak su, kupikir sih masalahnya ada juga yang berasal dari Rey. Mungkin Rey tidak berani mengambil keputusan untuk "berhenti" dan memilih "terus" bergantung" pada sesuatu yang tidak jelas...
Bukan tentang salah atau benar, tetapi keputusan Rey untuk mengabaikan opsi-opsi lain dengan berbagai pembenaran (yang menurutku sih kurang masuk akal) berperan dalam terjadinya situasi seperti ini. Kamu punya hak penuh memutuskan jalan yang hendak dipilih, tetapi juga harus konsekuen dengan hasil yang diterima...
Bukan salah orang yang memberi saran, karena mereka hanya mencoba berdiri di atas "kakimu" dan berpikir tentang yang sebaiknya dilakukan. Kalau Rey tidak OK dgn saran itu, ya abaikan saja, tetapi sesuatu yang aneh juga, ketika keluhan tentang masalah yang sama terus menerus terjadi ==> kecuali kamu memang tujuannya untuk mengundang iba dan empati..
Karena saya sudah membaca hal yg seperti ini sejak beberapa tahun yang lalu, dan sampai sekarang masih tidak ada penyelesaian. Kesimpulanku sih, dikau "tidak berani" menagmbil langkah dan pilih bergantung pada "ketidakjelasan" atau mungkin karena dikau begitu cintanya sama si paksu dan pilih menderita demi mempertahankan dia..Entahlah hanya dikau yang tahu.
Cuma yang jelas, ada kekagumana sendiri.. Kamu pilih bertahan menderita, curcol terus terusan, ngeluh terus terusan, mau hidup dalam kesusahan, dan tetap tidak mau melihat opsi lain...khas kalangan masochist :-D :-D maaf ya.. maksudnya orang yang gemar menikmati "kesakitan" dan "penderitaan".. dibandingkan mencari solusi..
That goes my two cents.. kalau ga suka ya didelete saja ya Rey
Tentu aja nggak akan di delete :)
HapusTidak ada satu komentar apapun di blog ini yang bakal saya delete, kecuali yang mengandung backlink, hehehehe.
Saya sudah menuliskan hal ini banyak banget, tapi memang sulit dipahami oleh orang yang ga berada di posisi kayak saya.
Sebenarnya ya, hidup saya tuh nggak penuh dengan keluhan loh, coba baca time line medsos dan blog saya, macam-macam loh cerita saya.
Sepanjang hidup, saya juga berbahagia, saya juga sedih.
Cuman memang, tulisan saya yang sedih aja yang menarik dibaca orang, jadinya banyak orang yang menyimpulkan saya sejak beberapa tahun lalu NGELUUUHHHHH AJA MULU HEHEHEHE
Padahal sejujurnya enggak kok.
Justru hidup saya tuh berwarna, dan saya adalah manusia yang fokus ke diri sendiri.
Makanya ketika senang ya saya cerita senang, saat susah ya saya cerita susah.
Susahnya sama, ya saya ceritakan saja.
Tujuannya apa?
pertama: untuk merekam cerita hidup
kedua: untuk bisa selalu bersyukur
ketiga: untuk bisa menerima hidup
keempat: agar hidup lebih bijak :)
Makanya itu, kalau dilihat di jejak digital saya, jaraaaaanggggggggggggg banget saya mengomentari masalah orang lain, apalagi men judge orang lain.
Karena saya selalu jujur dengan hidup saya.
Jadi saya paham betul apapun jalan hidup dan keputusan orang lain.
Dan masalah kalau bercerai, apakah akan bahagia?
I know, dari komentarnya semacam menyuruh saya:
Ya udah cerai aja dulu, biar tahu bahagia atau enggak!
Percayalah, bercerai itu sama kayak menikah, kalau Allah masih takdirkan berjodoh, manusia bisa apa?.
Memangnya saya harus tulis dengan detail, usaha apa yang saya lakukan untuk bercerai?.
Banyaaakkkk banget usaha untuk bercerai.
Tapi memang ternyata masih harus punya buku nikah.
Tapi sudahlah, sebagaimana pun saya jelaskan, akan sulit dimengerti.
Kecuali, ada di posisi saya.
Mungkin baru akan sedikit mengerti :)
Istri yang baik, tidak akan memberatkan suami. Tapi... Suami yang baik, tidak akan membiarkan anak istrinya sengsara.
BalasHapusSemangat mbak rey