Minggu kemaren saya dan si Adik semacam Sunday Riding berdua. Kami mengendarai motor mengunjungi si kakak Darrell yang sudah hampir 5 bulan hidup terpisah dengan kami karena ikut neneknya di Buton.
Jarak antara rumah nenek dengan kota Baubau sekitar 70 KM, itu berarti kami menempuh jarak 140 KM untuk PP (Pulang Pergi).
Kami berangkat dari kos agak siangan sekitar pukul 9.00, karena antri kamar mandi. Itupun masih harus muterin kota Baubau cari jajanan atau makanan buat nenek.
Awalnya saya berencana membelikan roti coklat yang dijual adik sepupu saya di daerah Lamangga. Tapi ternyata hari itu kios rotinya tutup. Alhasil saya memutuskan untuk membelikan coto Makassar saja.
Karena bingung mau beli coto di mana, akhirnya saya cari di tengah kota saja, dan ketemu warung coto Makassar di samping kantor Cabang BNI Baubau.
Kalau nggak salah namanya Rumah Makan Laguntu.
Setelah parkir, saya masuk ke dalam warung dan langsung menanyakan harga per porsinya. Ternyata harganya 35ribu tanpa ketupat, jika pakai ketupat 40 ribuan.
Saya minta bungkus tanpa ketupat saja, eh pas udah siap, ternyata dapat teh panas juga yang dibungkus di gelas plastik dan dikemas dengan seal sehingga nggak tumpah.
Setelah membayar di kasir, saya dan si Adik keluar dan mulai mengendarai motor menuju jalan ke luar kota.
Cuaca siang itu sangat cerah, bahkan cenderung terik meski waktu masih menunjukan pukul 09.20an. Sengaja saya mengendarai dengan santai, karena si Adik duduk manus di belakang saya. Kami harus mampir ke Alfamidi lagi untuk membeli snack ciki-cikian pedas buat si Kakak.
Di Alfamidi daerah Bure kami mampir, kami beli snack 2 dan juga susu kotak buat si Adik. Setelah bayar, kamipun bergegas keluar dan bersiap untuk berangkat dengan perlengkapan lebih safety.
Si Adik saya minta duduk di depan, lalu saya pasangin sabuk bonceng, sedikit rempong karena dia mengenakan helm. Namun karena posisi di depan gitu lebih nyaman buat saya yang kadang ngebut, terutama di jalanan yang lurus dan sepi.
Setelah siap, saya pun memacu kendaraan dengan fokus.
Di daerah bypass Waruruma, saya putuskan lewat bawah aja, menyusuri sepanjang jalan dekat laut.
Baca juga : Sea Therapy Atau Terapi Laut untuk Kesehatan Mental
Kami berhenti sejenak di pinggir laut, tapi nggak lama karena cuaca terasa panas menyengat. Hanya sedikit foto-foto dan kemudian meneruskan perjalanan.
Di ujung jalan by pass, ternyata ada proyek pembuatan jalan. Sedikit panik karena takutnya kami disuruh balik ke jalan awal. Masalahnya jalanannya tuh mendaki banget, dan saya nggak berani mendaki setajam itu.
Syukurlah ternyata kami dibolehkan melewati pekerja tersebut, dan ternyata jalanannya juga sudah dipadatkan, nggak kayak sebelumnya yang masih penuh batu-batu.
Setelah melewati jalanan tersebut, kami sampai di jalur jalan utama menuju ke rumah nenek, dengan fokus saya memacu kendaraan lebih cepat, dengan harapan kami bisa tiba di rumah nenek lebih cepat juga.
Syukurlah jalanan siang itu terasa lengang, hanya ada beberapa kendaraan yang melaju searah dengan kami. Tapi masih bisa saya salip dan kemudian kembali melaju dengan kencang.
Cuaca juga cerah, kami bersyukur banget karena kemarennya sering hujan baik siang maupun malam.
Si Adik juga bersahabat sepanjang jalan, nggak ngantuk seperti biasanya. Hanya saja dia mengeluh pantatnya sakit, dan minta berhenti. Saya janjikan kami akan berhenti di daerah selepas kecamatan Kapontori.
Ada lokasi yang asyik buat berhenti sejenak, sambil melihat pemandangan yang cantik dari ketinggian. Akan tetapi karena si Adik marah-marah, saya jadi kesal dan tak jadi berhenti di tempat yang saya janjikan.
Nantilah masuk di daerah hutan lindung Lambusango, saya menepikan motor sejenak, karena juga merasa mata saya sedikit perih entah karena apa.
Baca juga : Hutan Lindung Lambusango, Paru-Paru Dunia di Buton
Setelah menepi, mood si Adik kembali ceria, terlebih kami melihat ada monyet yang mengintip kami dari balik rimbunnya pepohonan di tepi jalan. Sebenarnya saya sedikit takut sih berhenti di jalanan tengah hutan lindung gitu, takut ada ular. Tapi karena ada banyak kendaraan lain yang juga sedang lewat, juga kami menemukan daerah yang pepohonannya jarang dan tanpa semak-semak rimbun di tepi jalan, jadi kami berani berhenti.
Setelah membersihkan mata, dan si Adik berdiri sejenak biar pantatnya nggak sakit, kamipun kembali meneruskan perjalanan.
Sekitar 2 jam lamanya dari kota Baubau, kamipun sampai di rumah nenek. Pas nyampe di depan pagarnya sedang terbuka, dan ternyata ada kakak Jouke yang sedang bersiap hendak pulang ke Baubau.
Kamipun berpelukan, lalu bercakap-cakap sejenak, lalu akhirnya kakak Jouke pulang duluan ke Baubau. Ternyata dia sudah 3 harian di rumah nenek, sengaja di sana untuk bantu mama masak buat tukang yang membangun rumah mama.
Baca juga : Rumah Mama Kebakaran
Tak banyak yang saya lakukan di rumah mama, hanya sibuk mengatur ulang aplikasi Family Link yang dihapus oleh Kakak Darrell, lalu menasihati si Kakak yang ngambek karena Family Link-nya diaktifkan kembali.
Baca juga : Ketika Darrell Menghentikan Family Link di HP-nya
Setelahnya saya dan si Adik makan kolak yang dimasak Kakak Jouke, lalu pukul 3 sore saya pun pamit balik ke Baubau.
Si Kakak Darrell sudah mulai tenang karena udah disogok duit sama maminya, hahaha.
Perjalanan balik ke Baubau kami lewati dengan tenang dan fokus. Kami berhenti sejenak di bukit yang ada di atas daerah Kapontori untuk mengikuti permintaan si Adik yang katanya pantatnya sakit.
Setelahnya kami melaju dengan cepat dan fokus, melewati jalanan berkelok, lalu sampai di jalanan lurus selepas daerah Wakalambe (kalau nggak salah), sayapun ngebut.
Sekitar pukul 17.00 kami tiba di kota Baubau, namun mampir dulu di Bukit Wantiro untuk minum saraba dan makan gorengan.
Sengaja kami pilih tempat di dekat tulisan Bukit Wantiro, saya lalu memesan 1 gelas saraba dan 4 buah pisang goreng serta 4 buah tuli-tuli (gorengan khas Sulawesi yang terbuat dari olahan singkong). Harga 1 gelas saraba adalah 10ribuan, sedangkan gorengannya 4 biji 5 ribuan.
Suasana bukit wantiro begitu cerah sore itu, matahari masih memancarkan sinar sorenya yang masih teras hangatnya. Ada beberapa orang yang sedang menikmati sore indah dengan suasana asyik plus view laut cantik dari ketinggian.
Potongan demi potongan gorengan lalu masuk ke dalam perut kami, terasa nikmat setelah dicocol sambal yang nyaris tak terasa pedasnya.
Tegukan minuman saraba terasa hangat di tenggorokan dan dada. Btw saraba adalah minuman yang terbuat dari jahe yang diberi campuran kental manis.
Tak menunggu lama, gorengan yang tersaji di piring atas meja kamipun ludes, si Adik minta tambah, saya minta deh dia pesan lagi 4 gorengan dan 1 gelas saraba.
Dengan semangat dia berjalan di warung yang terletak di pinggir jalan, memesan tambahan gorengan dan saraba. Dan berselang lama, datanglah pesanan tambahan kami.
Ternyata si Adik tak mampu menghabiskan gorengannya, terpaksa deh maminya yang habisin. Setelahnya kami duduk sejenak menikmati sore sambil menanti sunset yang sedikit demi sedikit meninggalkan semburat jingga yang cantik di ufuk Barat.
Setelah matahari terbenam, saya membayar pesanan kami, lalu memacu motor pulang ke kos.
Dan begitulah, sampai kos kami beneran tepar karena kecapekan, apalagi keesokan harinya kami harus masuk pagi.
Baubau, 18 November 2025










Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)
Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)