Gara-gara mengadukan masalah penelantaran anak ke UPTD PPA Surabaya, saya jadi lebih banyak mengerti tentang hal-hal yang sering terjadi di keluarga namun diabaikan.
Salah satunya adalah masalah penelantaran keluarga.
Saya baru ngeh juga, kalau ternyata penelantaran keluarga ini banyak bentuknya, dan bisa banget dilaporkan bahkan ditindaki secara hukum.
Apa itu Penelantaran Keluarga?
Penelantaran keluarga merupakan tindakan yang melanggar hukum dan juga salah satu bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Hal ini bisa diartikan secara luas dan merupakan isu yang banyak berkembang belakangan ini. Misal, suami yang tidak memberikan nafkah kepada istri, anak yang sengaja ditinggalkan oleh orang tuanya, dan masih banyak lagi.
Secara hukum, masalah penelantaran keluarga ini masuk ke dalam ranah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT. Yang mana hal ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, atau UU PKDRT
Bentuk Penelantaran Keluarga yang Harus Diketahui dan Dilaporkan
Masih banyak orang yang belum mengerti, apa saja sih bentuk penelantaran keluarga yang bisa ditindaki?. Sehingga banyak masyarakat yang pasrah saja dengan keadaan yang tidak menyenangkan itu.
Saya sendiri, baru benar-benar paham tentang hal ini, setelah mendapatkan ide dari seorang sahabat di media sosial untuk meminta bantuan ke dinas Perlindungan Perempuan dan Anak.
Dari sinilah saya mulai memahami beberapa bentuk penelantaran keluarga yang sebenarnya hal itu bisa ditindaki secara hukum.
Semuanya terjabarkan dalam UU PKDRT yang bisa dijabarkan seperti berikut:
1. Penelantaran Ekonomi
Untuk masalah ini tidak melulu dalam hal suami yang tidak memberikan nafkah yang cukup kepada istri atau keluarganya. Tapi lebih meluas seperti:
- Suami yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah, jadi meski sudah menikah seorang istri berhak untuk tetap bekerja di dalam maupun di luar rumah ya.
- Suami yang membiarkan istri bekerja untuk dieksploitasi.
- Memaksa korban bekerja secara eksploitatif, termasuk di bidang pelacuran.
- Melarang korban bekerja, tetapi menelantarkannya.
- Mengambil, merampas, atau memanipulasi harta benda korban tanpa sepengetahuan dan persetujuannya. Ini nih yang pasangannya suka ambil harta benda pasangan tanpa izin apalagi untuk digunakan buat hal-hal yang tidak bermanfaat.
- Menjadikan korban tergantung atau tidak berdaya secara ekonomi.
- Tidak memenuhi kebutuhan dasar korban.
2. Penelantaran Kesehatan
Penelantaran kesehatan ini menyangkut kesehatan fisik maupun mental, di mana tidak diberikannya akses kesehatan kepada anak atau keluarga yang membutuhkan hal tersebut.
3. Penelantaran Pendidikan
Hal ini meliputi tidak dipenuhinya hak anak dalam memperoleh pendidikan yang layak.
4. Penelantaran Pemenuhan Kebutuhan Pokok
Penelantaran pemenuhan kebutuhan pokok ini, bisa berbentuk tidak adanya nafkah yang cukup untuk keluarga, bisa juga diakibatkan dari pembatasan satu pihak dalam berdaya sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok dalam hidupnya, contoh: kebutuhan untuk makan, pakaian dan tempat tinggal.
5. Tidak Memberikan Perhatian dan Kasih Sayang
Tidak hanya kebutuhan hidup, penelantaran juga bisa berbentuk tidak adanya perhatian dan kasih sayang kepada keluarga terutama anak-anak.
Ancaman Denda atau Sangsi Penelantaran Keluarga
Tindakan penelantaran keluarga ini, tentunya bisa dikenakan ancaman denda atau sangsi yang beragam, sesuai dengan kasus penelantarannya dalam UU PKDRT.
Berdasarkan pasal 49, dikatakan bahwa:
Ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
a. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b. menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
Kesimpulan dan Penutup
Masalah penelantaran keluarga adalah isu serius yang sering kali diabaikan, padahal dampaknya sangat merugikan baik secara fisik, mental, maupun emosional. Penelantaran dalam keluarga, mulai dari aspek ekonomi, kesehatan, pendidikan, hingga kasih sayang, merupakan pelanggaran hukum yang diatur dalam UU PKDRT.
Hal ini menunjukkan bahwa keluarga memiliki tanggung jawab moral dan legal untuk saling menjaga, mendukung, serta memenuhi kebutuhan satu sama lain.
Untuk mengakhiri penelantaran keluarga, penting bagi setiap individu untuk menyadari hak dan kewajiban mereka dalam keluarga.
Jika menjadi korban atau ada orang di sekitar kita yang mengalami penelantaran keluarga, jangan ragu untuk melaporkan ke lembaga berwenang seperti UPTD PPA, agar tindakan tegas dapat diambil.
Dengan demikian bisa tercipta keluarga yang lebih harmonis dengan saling menghargai, mendukung, dan memenuhi kebutuhan masing-masing. Karena keluarga yang kuat adalah fondasi masyarakat yang sehat dan sejahtera
Surabaya, 19-11-2024
Sumber:
- UU PKDRT.
- Pengalaman pribadi
Gambar: Canva edit by Rey & dokpri
Mbak Rey, aku udah lama gak BW ke blogmu. Dan sekalinya mampir, langsung melipir ke beberapa posting lama. Aku cuma bisa bantu doain yang terbaik aja ya untuk Mbak Rey dan Anak-anak. Semoga kelak dipertemukan jalan yang indah untuk semua :')
BalasHapusAkupun sering berselisih sama istriku. Kadang kalo lagi capek, ya silent treatment juga. Tapiiiii.. ya paling mentok geh sehari, udah abis itu ngobrol lagi. Kalau sampe ngilang terus-terusan apalagi sampai berbulan-bulan, aku bacanya aja sampai heran. Pria ga semestinya gitu sih.
Dan satu lagi, tinggal sendiri dan berpisah dari orang tua itu kewajiban. Sebab memang pada dasarnya sebaik-baiknya rumah tangga, itu rumah tangga yang mandiri. Akupun sempat bertahan cukup lama di rumah orang tua, tapi akhirnya pindah ke kontrakan sekitar 6 bulan lalu. Demi apa? Yaa demi kewarasan bersama!
Alhamdulillaaaahhh, makasih ya udah ga silent treatment ke istrimu.
HapusKalau cuman beberapa saat, itu bukan silent treatment, tapi mendinginkan kepala.
Tapi setelah itu, wajib dibahas ya masalahnya, komunikasikan dengan baik apa saja solusinya.
Benar banget itu, kudoakan semoga dirimu semakin jadi laki-laki hebat yang diberkahi Allah ya.
Suka banget dengan pola pikir tersebut, betul sekali, kontrak dan mandiri insya Allah dikasih rezeki cukup sama Allah kok, dan yang penting lebih damai
Betul mbak. Kadang kalo emosi yaaa, gitu deh. Cari pelampiasan ke hal lain, tapi setelahnya ya teteup dikomunikasikan. Ga ada masalah yang selesai karena diem-dieman. Semuanya baru clear kalau sudah dibicarakan.
HapusAmiin, makasih doanya ya Mbaak. Dan semoga hal yang baik juga menghampiri Mbak Rey dan keluarga.
Hai mba, lama banget aku tidak main-main di blog kamu ini. Sesama warga surabaya yang sekarng udah pindah KTP, aku baca blog-blog mba sebelum ini ikut sedih tapi juga seneng karena semangatnya mba untuk terus maju demi anak-anak dan kebahagiaan mba.
BalasHapusRasanya pengen terus kontak mba Rey dan bilang kamu ga sendirian mba, speak up nya mba buat kita-kita disekitar mba jadi lebih aware kalo meskipun hahahihi ada moment jga seseorang itu butuh di peluk. Sekarang keadaan gimana mba? Aman? semoga aman selalu ya mba..