Cerita Diajak Ngobrol Oleh Stranger dan Bahaya Terlalu Ramah

cerita-diajak-ngobrol-oleh-stranger

Sudah mau tulis ini sejak kemaren, tapi nggak enak takut orangnya baca. Tapi, setelah saya pikir-pikir, memangnya kenapa kalau dia baca?

Toh belum tentu juga dia beneran baper, gegara mengobrol dengan saya, dan saya menanggapi dengan sangat ramah. 


Tiba-Tiba Diajak Ngobrol Stranger (Orang Asing) Ketika Sedang Numpang Ngetik Di Gerai Fastfood

Jadi ceritanya, hari Senin tanggal 30 Oktober lalu, seperti biasa saya mampir di salah satu gerai fastfood, untuk numpang mengetik.

Saya tiba pukul 9 pagi, dan karena memang beberapa hari belakangan ini, ramai seruan memboikot gerai tersebut, jadinya kondisinya nggak seberapa ramai.

Baca juga : Tentang Boikot Produk Israel dan Pendukungnya 

Namun, karena meja di bagian depan sudah terisi penuh, saya terpaksa memilih meja yang masih kosong di bagian dekat toilet.

Sayangnya, ruangan tersebut agak menjorok ke dalam, sehingga saya yang bekerja dengan mengandalkan koneksi internet XL, jadi stres sendiri karena lemot.

Maka, ketika tangga menuju ke lantai atas dibuka, meski baru sekitar pukul 09.30an, which is penyejuk ruangan di lantai atas sudah pasti belum dinyalakan. Tapi saya tetap nekat naik aja.

Ternyata, di bagian atas sudah lumayan ramai, hampir semua datang membawa laptop. Kursi yang paling sering saya dudukin pun juga sudah terisi, terpaksa saya duduk di kursi yang ada, yang penting dekat dengan colokan listrik buat laptop.

Ketika sudah mengatur semuanya di meja, tiba-tiba dengan sudut mata perempuan yang memang lebih luas ketimbang laki kan ye. Saya melihat ada seseorang lelaki berjalan ke meja di bagian depan saya. Dia lalu duduk di meja tersebut, tapi anehnya gelagatnya tidak seperti pengunjung kebanyakan di resto tersebut.

Ye kan, saya udah 2 bulanan lebih sering nongkrong di situ, sekitar kurleb 3 jam an, hampir setiap hari, Tentu saja saya hafal kan gelagat hampir semua pengunjung.

Biasanya tuh ya, pengunjung akan menduduki masing-masing kursi yang ada, dengan menghindari hadap-hadapan dengan pengunjung lain.

Pokoknya ketahuan banget deh, kalau kebanyakan pengunjung di situ ya introvert semua, hahaha. Dan jujur, itulah yang saya butuhkan.

Melihat gelagat tersebut, saya mulai curiga, tapi tetap saja serius di laptop sendiri, meskipun ujung jangkauan mata saya tetap masih bisa menyadari gerak geriknya.

cerita-diajak-ngobrol-oleh-stranger

Dan benar saja, tiba-tiba si laki tersebut berdiri dan menyapa secara pelan, katanya mau pinjam bolpen. si Rey bilaik,

"Di zaman HP murmer tapi udah canggih sekarang, ada juga gitu yang pakai modus pinjam bolpoin?"

Padahal, saya nggak terlihat memamerkan bolpoin sama sekali loh.   

Masalahnya adalah, sudah sering saya tuliskan di blog ini, betapa saya tuh nggak bisa untuk serta merta cuekin orang. Meski dalam hati agak dongkol, karena waktu kerja saya terganggu, tetap saja saya ambilin bolpoin dalam tas.

Setelahnya saya kasih, dan kembali mengetik.

Etapi, kok bisa-bisanya dia ngajak ngobrol, nanya-nanya, apakah saya kerja sebagai marketing? Ya udah saya jawab jujur aja, kalau bukan. Saya juga jawab jujur bahwa saya adalah seorang blogger, ketika ditanya saya kerjanya apa?.

Yang sejujurnya, jawaban tuh laki bikin saya ilfil.

"Oh kaskus ya?"

Hadeh! kagak nyambung nih laki, pasti generasi malas baca dah, bisa-bisanya dia pikir, blogger itu penulis kaskus semata.

Kaskus pulak, masih mending kalau dia tanya, Kompasiana bukan? kan masih keren ya?

Baca juga : Meet Up Teman Blogger Kompasiana dan Introvert Abal-Abal Kata Mereka 


Oke baiklah, fokus! hehehe.

Dan, lagi-lagi!

Meskipun aslinya udah ilfil, saya nggak bisa tuh memberikan wajah jutek dan nggak ramah ke dia, malah ini mulut juga ikutan nanya-nanya.

DUH!

Seketika dia cerita, kalau dia mau daftar CPNS kemenhukam kalau nggak salah. Dan jujur, saya nggak tahu, dan nggak mau tahu juga, apakah itu beneran, atau cuman ngasal aja.

I mean, gini loh!

How can you describe! *halah!

Bagaimana bisa saya mau daftar CPNS, tapi nyasar ke mekdi, ngajak ngomong orang asing, pinjem bolpoin tapi nggak ada buku atau kertas buat nulis. (Eh yang ini, saya nggak yakin ya, cuman seingat saya kok, dia nggak ada sesuatu yang dipegang kek buku kek).

I told you, sejujurnya saya tuh orangnya cueeeeekkkkkk tingkat dewa, saking cueknya, bahkan kalaupun orang bawa bom di samping saya, keknya saya nggak bakal nyadar sampai tuh bom meledak, hiks. 

Tapi, meski sikap saya secuek bebek gitu, namun saya bukanlah tipe orang yang tega membiarkan orang lain ngobrol sendiri.

Dan lagi, serius loh, entah kenapa mulut saya ini, udah kek blong aja rem-nya, sekali ngomong, nggaaaaaakkk ada rem-nya, huhuhu.

Wajar aja, banyak yang nggak percaya saya introvert, bahkan si Dea Mirena sangat meragukan ke-introvert-an saya, hahaha.

Karena itu tadi, saya tuh kalau udah ketemu orang dan diajak ngobrol, ya ampuuuunnn, nggak bisa direm mulutnya. Dan sesungguhnya saya menyadari, tapi tetep aja mulutnya nggak bisa diam.

Masalahnya lagi adalah, sejak jadi blogger, pengetahuan saya jadi lebih luas dan update tentang apa saja, karena membaca dan juga menulis kan ye.

Jadi, ketika bertemu orang dan diajak bicara, mau bicara topik apaaaa aja, hayuk!

Bahkan, topik yang tidak saya kuasai dengan baik, seperti otomotif, misalnya. Atau bahkan topik yang saya nggak sukai, kayak akunting. Tetep aja loh, mulut saya ini pinter banget cari bahan untuk tercipta obrolan yang nyambung.

Balik lagi ke stranger yang ngajak ngobrol itu.

Karena bolak balik kami ngobrol agak jauhan, dan suara saya katanya keras (ya iyalah, akoh orang sulawesi you know? terbiasa ngomong kenceng sejak kecil, hehehe).

Eh lama-lama si laki itu malah minta izin duduk di kursi tepat di depan meja saya. Padahal ya, meja itu kecil, dan kursi kosong depan saya tuh, dipakai buat taruh tas ransel dan segala peralatan tempur si Rey.

Tapi, lagi-lagi, segala hal yang berbentuk protes di kepala saya, cuman ada di dalam kepala saja, dan keluar dalam bentuk keringat membanjiri atas bibir serta badan saya, hahaha.

Iya, salah satu ciri-ciri saya sedang grogi atau kesal, atau sebenarnya merasa nggak nyaman, tapi nggak bisa bilang enggak, adalah.... seketika badan saya berkeringat, termasuk juga di wajah, tapi hanya di atas bibir saja, hahahaha.

Ujung-ujungnya, saya nggak bisa nulis dong, apalagi saat itu saya berencana nulis tentang perang Palestina dan Israel.

Duh, temanya berat, terus diajak ngomong? 

Nggak bisa nulis lah!

Dan begitulah, saya akhirnya hanya menghabiskan waktu sekitar 2 jam-an untuk mengobrol. Apaaaa aja diobrolin. Semua keluhannya saya dengarin, saya kasih semangat, meski jujur dalam hati pengen banget saya nabok mulut sendiri.

I mean!

Kamu ngapain, Rey? 

Who the hell si laki itu? sampai kamu merasa harus memberikan semangat dan seolah memahami dia begitu?

Sampai akhirnya 2 jam terlewati tanpa bisa saya nulis sama sekali, karena selama itu kami ngobrol sana sini nggak jelas. Lucunya lagi, saya nggak tahu (dan memang nggak mau tahu!) nama laki itu. Dan diapun nggak tahu nama saya.

Meski selalu senyum dan terlihat semangat menyimak pembicaraannya, kenyataannya juga saya bosan. 

Pertama, saya nggak bisa nulis woeeeee, setiap hari, waktu menulis paling penting itu ya, cuman di mekdi itu. Kalau udah pulang, nggak akan bisa fokus menulis, karena diajak ngobrol anak-anak mulu.

Kedua, sejujurnya tuh laki kurang bisa mengimbangi obrolan kami. Jadinya saya terus yang harus berputar-putar nyari bahan biar nggak awkward momen ajah, hahaha.  

Bahkan membahas tentang bidang yang seharusnya dia kuasai, katanya dia lulusan hukum kan, kok kayaknya kurang memuaskan aja tuh tanggapannya. Saya bahas apaaaa, dia bahas apa.

Contoh, dia bahas tentang kasus kopi Sianida, saya semangat dong dengarnya. Karena come on! dia anak muda (setidaknya menurut saya usianya jauh di bawah saya, orang katanya baru lulus kuliah sekitar tahun 2017).

Dan dia anak hukum.

Tapi, ternyata yang dibahas, persis kek cuitan nakanak Twitter yang asal bunyi aja (duh maafkan, mungkin ekspektasi saya yang ketinggian kali nih).

Baca juga : Memanfaatkan Twitter Sebagai Sumber Jualan Ala Rey 


Bentar, ini kenapa katanya nggak suka diajak ngobrol, tapi ternyata semangat juga, hahaha.

Maksudnya, ada beberapa bagian di mana saya senang diajak ngobrol, karena yang di hadapan saya ini adalah anak muda secara real.

Saya sukaaa banget ngobrol dengan anak muda, suka banget mendengar langsung isi kepala mereka. Penasaran aja, apakah semua anak muda itu, emang beneran pinter kek cuitan bacotnya di Twitter?

Tapi yang ada, sayanya udah semangat lari kencang, eh jadi tersendat karena ternyata pemahaman lawan bicara saya, nggak sejauh apa yang saya pikirkan.

Ketika saya membahas tentang kasus kematian pacar anaknya pejabat di Surabaya misalnya ya, dari bahas kasus Jessica Sianida nih ya.

Saya tuh pengen membahas tentang sisi ilmiah, di mana sebenarnya berita yang berkembang di masyarakat, bahwa anak pejabat yang udah terbukti mukul pacarnya dengan brutal, terus akhirnya pacarnya itu sampai meregang nyawa. Ujung-ujungnya dokter mutusin, kalau kematiannya bukan karena dipukul, tapi karena asam lambung.

Eh disambut dengan ungkapan, bahwa hukum memang mengikuti uang.

Ih padahal saya pengen dengar tentang sisi orang yang ngerti hukum kan ye. Bukankah memang hukumnya seperti itu? dalam UU diatur, seseorang hanya bisa diputuskan bersalah sebagai pembunuh, kalau terbukti secara sah melakukan apa yang mengakibatkan kematian korbannya.

Sama kayak kasus Jessica, misalnya pun Jessica terbukti kasih racun ke Mirna, tapi setelah diotopsi ternyata diketahui kalau penyebab kematian Mirna ternyata jantung misalnya. Tentu saja Jessica tidak bisa divonis sebagai pelaku pembunuhan. Ye kan?  

Eh bentar, ini kenapa jadi bahas hal serius ya, padahal saya kan lagi curhat tentang stranger itu, hahaha.

Pokoknya gitu dah, intinya sebenarnya saya tuh cuman menghargai lawan bicara aja, makanya saya sambut obrolannya dengan baik dan ramah.

Tapi, setelah mengobrol, ternyata kok enggak nyambung-nyambung banget. Jadinya fix dah, cuman menghargai aja, dan jujur saya mulai merindukan waktu fokus bekerja saya, tanpa diajak ngobrol.

Eh sayangnya, terlambat.

Si laki itu, akhirnya minta nomor WA, yang bodohnya juga saya kasih. Tapi untungnya sih saya kasih WA nomor bisnis.

Dan nggak sampai di situ, dia berharap bisa ngobrol lagi keesokan harinya.

You know lah ya, salah satu kekurangan yang paling mendasar di saya adalah, enggak bisa bilang 'NO'!.

Duh ya, dengan senyum tipis dan sebenarnya setengah hati saya menjawab, kalau saya hampir setiap hari di situ, karena menulis. Itu ngomong menulisnya saya tekankan berkali-kali loh, berharap dia ngerti, kalau "AKOH BUKAN MAMAK PENGANGGURAN DAN KESEPIAN WOEEE!".

Tapi entahlah, si laki itu sedang iseng atau gimana ya. 

Setelah akhirnya sampai di pukul 12 siang yang saya nantikan banget, maksudnya biar bisa cao gitu, dengan alasan mau jemput anak.

Eh si laki itu nganterin dan lagi-lagi mengingatkan kalau pengen ketemuan besok di situ. Saya cuman mengiyakan, sambil menyusun strategi panjang dalam pikiran, besok saya harus ke mana ya? i need my self time! *halah!.

Baca juga : Mengatasi Depresi Dengan Pola Pikir Ala Rey 


Disusul Si Laki Kenalan Baru di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jatim

Bukan main terkurasnya energi saya di hari itu, begitulah mengapa saya ngotot mengatakan diri sebagai introvert, karena sebagaimanapun terlihat ramah dan heboh diajak ngobrol. Sesungguhnya setelahnya semacam semua energi saya terkuras sampai habis.

Capeeekk, sampai gemetaran banget seringnya.

cerita-diajak-ngobrol-oleh-stranger

Karena itulah saya mulai memikirkan strategi, agar tidak perlu ketemu dengan orang iseng itu. Terlebih saya mulai merasa kalau si laki ini agak aneh sih, kayak kurang kerjaan.

Iya sih, katanya dia emang lagi nganggur, kebetulan juga lagi mau daftar CPNS kemenhukam. Tapi, i mean, mengajak bicara orang asing setiap hari, bukankah itu adalah sesuatu yang berlebihan ya?

Karenanya, saya bertekad untuk tidak mau lagi bertemu dengan orang asing seperti itu. Dan mulailah saya mencari tempat baru buat numpang mengetik dengan nyaman dan murah.

Setelah berkeliling di google maps, selama beberapa jam di malam hari, akhirnya ketemulah sebuah ide, untuk berkunjung ke Dinas Perpustakaan dan kearsipan Jatim, yang biasa orang sebut, Perpusda.

Singkat cerita, keesokan harinya, setelah mengantar si Adik ke sekolah, sayapun kembali lagi untuk menuju ke Perpusda ini. Sampai di sana, saya lalu semangat berjalan di lorong-lorong tumpukan buku menarik, mencoba memutuskan mau liat buku yang mana?.

Setelah ketemu 3 buah buku, segera saya bawa ke meja buat dibaca. Sebenarnya, sejak sampai di perpusda tersebut, saya sempat liat kalau ada chat dari nomor si laki tersebut. Tapi saya lagi malas buka WA.

Sampai akhirnya, saya nggak enak karena dihubungi mulu, lalu saya coba jawab kalau lagi ada kerjaan di Disperpus. Sengaja saya nggak nulis Perpusda, biar dia nggak tahu di mana tuh Perpus yang saya maksud. 

Ya, meskipun saya nggak yakin dia bakalan seheboh itu mencari saya, tapi sejujurnya saya nggak mau ambil resiko untuk ketemu dan menghabiskan waktu buat ngobrol lagi.

Hellooooo! i need time sooo muccchhhh!!!! 

Sayangnya saya salah.

Tidak berselang lama saya menjawab WA si laki, di mana setelahnya saya taruh HP begitu saja, lalu sibuk membaca beberapa buku yang saya ambil dari rak.

Kemudian tersadar kalau saya pengen cari buku sejarah buat si Kakak, serta buku internet buat saya.

Berdirilah saya, dan ketika menoleh, mata saya tertuju pada seorang laki yang melihat ke arah saya sambil tersenyum, seraya berkata,

"Aku di PHP"

Seketika senyumnya hilang berganti cemberut, dan memandangi saya yang sibuk memaksa otak untuk cepat berpikir, ini orang keknya saya kenal ya?.

Dan iyes!

Si laki yang kemaren.

Astagaaaaaaa!!!!

Seketika saya lemas, dengan perasaan campur aduk, antara geli, risih, kesal, sebal. Mengingat saya bakalan nggak bisa kerja lagi hari itu, dan juga mengingat, kalau ternyata saya nggak bisa 'sembunyi' di perpus ini, huhuhu.

Tapi, ternyata saya salah.

Kata siapa, saya nggak akan bisa kerja?

Bukan! Bukan hanya nggak bisa kerja lagi, tapi juga bakalan merasa risih dan merinding parah. 

Si laki tersebut, nggak cuman 'hanya mengganggu' saya dengan mengajak ngobrol aja, tapi kali ini dia jadi lebih agresif.

"I miss you, Rey!"

"Kamu apain aku? aku terbayang-bayang kamu terus!"

"Aku, kamu pelet ya?"

"Kamu single parent ya?"

"Usiamu berapa sih? nggak jauh dari aku kan?"

Baca juga : Ekspektasi dan Realisasi Tipe Lelaki Idaman di Masa Single 


Belum lagi ketambahan, dia narik-narik saya, diajak ke lorong perpustakaan paling belakang. Untungnya sih ada beberapa orang yang nyebar di perpus itu, jadi nggak ada tempat yang benar-benar selalu sepi.

Saya bukannya takut diapa-apain, cuman takut kalau saya nampar orang aja, hahaha.

Sejujurnya, meski saya merasa terganggu dengan ajakan ngobrol si laki. Tapi kalau dia benar-benar cuman butuh teman ngobrol. Nggak apa-apa kali, saya temani sekali lagi.

Saya udah biasa banget punya teman laki, apalagi laki dengan usia yang di bawah saya kan. Nggak apa-apa deh, saya sediakan kuping lagi sehari.

Tapi, jujur banget nih, saya benar-benar nggak suka diobsesiin sama laki, yang jauh banget dari tipe saya.

Udah pernah saya tulis loh di blog ini, salah satu alasan saya betah di Surabaya adalah, karena saya risih pulang ke Buton. Di mana ada laki orang yang selalu aja ngejar-ngejar saya, bahkan udah di luar batas banget.

Bukan hanya karena dia laki orang ya, tapi saya tuh benciiiiii banget dikejar-kejar orang yang nggak saya sukai. Dan percayalah... bagi saya...

Sekali nggak suka, kayaknya sangat mustahil bisa suka, meski terbiasa! 

Saya ngalamin loh ketika terakhir kali pulang ke Buton, saat bapak meninggal. Karena emang butuh, saya terima deh bantuan laki yang dulu memang ngejar-ngejar saya, sampai saya kabur ke Surabaya.

Dan tebakan saya tidak meleset. 

Gara-gara saya terima bantuannya, mulai lagi deh error-nya kambuh. 

Mulai dari ngajak ngobrol, dan saya udah merasa aneh melihat pandangan matanya terlalu lama liat wajah saya. Persis kek si laki *maaf* bocah kemaren (i call bocah, karena usianya jauh di bawah saya!).

Dan dari semua alasan yang ada..

WOEEEE, AKOH INI MAMAK-MAMAK WOIIIEEEE!

DAN MESKI AKOH TERLIHAT TIDAK PUNYA SUAMI, TAPI AKOH SAMA SEKALI, TIDAK PERNAH MERASA KESEPIAN! NEVER EVER!!!

Beruntung, saya bisa segera pergi saat itu, dengan alasan anak saya hari itu pulang cepat, sayapun akhirnya bisa keluar dari perpus itu, meninggalkan si laki dengan wajahnya yang super murung.

Entah apa yang ada di pikirannya. 

Apakah dia benar-benar kecewa karena saya menolak ajakan keluar nanti malam, ajakan nonton.

Nonton?

Dih!

Baca juga : Tips Mengajak Anak Usia 2 Tahun, Nonton Di Bioskop 


Saya Memang Ramah, Itu Tidak Dosa, Meski Berbahaya Juga

Terlepas dari entah si laki stranger itu awalnya iseng, lalu keterusan. Atau gimana-gimananya ya!.

Karena gini loh, sejujurnya wajah asli saya itu, nggak ada menarik-menariknya, setidaknya buat para laki zaman now, di tengah belantara wanita cantik.

Adalah mustahil, ada orang yang bisa suka sama saya, hanya karena melihat wajah saya pertama kalinya, atau 'love at first sigh' gitu lah.

Saya pikir, mungkin awalnya si laki ini iseng nyapa saya, karena dipikir saya seperti kebanyakan wanita-wanita yang numpang kerja di McD, di mana mereka semua adalah wanita karir yang (terlihat) sukses. Datang bawa laptop, berkendara mobil.

Ini saya duga, karena ketika mau pulang di McD hari itu, dia sempat nanya,

"Naik motor, Mbak? panas-panas dong?"

Makanya, saya nggak terlalu berpikir macam-macam lagi, karena saya pikir si laki ini salah cari 'mangsa', hahaha. 

Ye kan, si Rey dengan motor uzurnya kan ye. Pakaiannya juga, keliatan banget lusuh dengan harga puluhan ribu ala Shopee-nya, hahaha.

Namun, sikapnya yang menyusul saya di Perpusda, sambil datang dengan sikap yang jauh lebih agrresif, bikin saya menyadari satu hal.

Kayaknya biang keroknya sikap 'terlalu ramah' saya deh.

Teringat kembali masa-masa yang lalu. Meski saya tidak secantik dan seberuntung teman-teman lainnya dalam percintaan.

Saya bahkan hanya mengenal 1 laki-laki sebagai pacar, dan kemudian jadi suami.

Tapi, setidaknya dalam hidup, saya pernah mengalami hal dikejar-kejar laki yang bikin nggak nyaman sama sekali.

Yang paling teringat ada 2, karena kedua ini memang dosis obsesinya terlalu berlebihan. Apalagi yang satu, sampai jadi suami kakak saya dong, saking wajah saya dengan kakak itu mirip.

Satunya lagi, teman STM jurusan Listrik.

Dan ceritanya mirip-mirip, mereka semua sama sekali tidak 'love at first sigh'.

I told you, kagak ada yang menarik di muka saya, hahaha.

Hanya saja, sikap 'terlalu ramah', nggak bisa nolak saya yang bikin orang jadi salah paham. Masalahnya, kalau setelah mengerti kalau dia cuman salah paham, terus selesai kan, beres ya!.

Nah, kalau kayak kakak ipar saya itu?

Yang, salah satu alasan saya nggak mau pulang ke Buton, biar saya mengalah demi kebahagiaan kakak saya, yang kemudian disalah artikan, kalau saya nggak mau tinggal dekat keluarga kandung, hahaha.

Itu juga sama, bermula dari sikap terlalu ramah, selalu bisa mengimbangi obrolan, tau menempatkan diri di antara ego lelaki dan tau kapan harus maju.

Bikin laki, jadi merasa terpenuhi egonya.

Belum tahu mereka, saya seperti itu, karena tahu,

"Kamu, bukanlah apa-apa buat saya, jadi apapun yang ingin kau lakukan untuk hidupmu, goooo, silahkan!"

Tapi, coba kalau mereka jadi orang yang spesial buat saya, kayak si kakak pacar dulu yang berkesinambungan sampai jadi suami.

Ya tentu saja, saya nggak selalu mengiyakan, ketika melihat orang spesial menempuh jalan yang tidak baik untuknya kan.

Tapi ya, meski saya menyadari sepenuhnya, dikejar orang yang nggak saya sukai, karena sikap 'terlalu ramah' saya. Tetap aja loh, tidak semudah itu untuk bisa menjadi orang yang cuek dan jutek, ketika ada yang ngajak ngobrol.

Siapapun sebenarnya, bukan hanya laki, perempuan juga, hayuk!

Sudahlah terlalu sok ramah, nggak bisa menolak atau bilang 'tidak', pulak!, ckckckck.

Namanya juga manusia kan ye.. Setiap orang pasti punya kekurangan.

Menjadi pribadi yang ramah, biar kata aslinya saya merasa introvert, mungkin bisa jadi kelebihan saya. Karena ramah itu baik loh, enggak dosa juga.

Bahkan, adalah nggak baik, jika kita disapa orang yang mungkin benar-benar butuh kita, eh kitanya malah cuek kan.

Baca juga : Naksir Adiknya, Malah Berjodoh dengan Kakaknya 


Tapi, bisa menjadi kekurangan juga, jika keadaannya kayak kemaren, bikin baper orang.

Apalagi sikap nggak bisa bilang 'tidak'nya si Rey ya.

Ini juga kekurangan saya, di mana nggak mudah loh bisa mengubah hal tersebut.


Pokoknya, gitu aja deh, keknya udah 3000an kata ini, hahaha.


Surabaya, 04 November 2023

6 komentar :

  1. Sepertinya mbak harus mulai berani katakan "tidak" biarpun orangnya ga enakan. Soalnya kadang merepotkan diri sendiri.

    Untungnya ngobrol dengan stranger itu di mekdi ya mbak, jadi setidaknya ada orang lain, kalo cuma berdua kan bahaya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iyaaaa, etapi meski diriku punya kekurangan tersebut, di otak udah punya 1001 plan buat self defense :D

      Hapus
  2. Mungkin dulu zaman2 20an, boleh laah kita layan yg model begini ya Rey 😅. Tapi aku pun di usia skr, udh ketemu cowo ga dikenal yg mendekat, langsung pasang badan 🤣. Pada dasarnya aku juga ga suka Ama cowo yg blm aku kenal tp ngajakin ngobrol banyak bgt 🤣🤣.

    Ganggu memang.

    Dulu aku tipe yg terlalu ramah juga. Kayaknya sejak nikah, muka langsung auto dingin kalo ketemu cowo ga dikenal 😂.ketemu cewe aja yg masih bisa pasang senyum 😄

    Aku penasaran tuh cowo bakal reaksi gimana kalo tahu anakmu 2 dan usia yg jelas ga sebaya dia 😄😄.tapi sbnrnya aku juga curiga dia ada maunya Rey. Bawaan ku curiga Mulu memang Ama orang ga dikenal. Udh kebiasaan pas kerja di bank 🤣

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha, dia tahu kok Mba, keknya emang si laki ini agak gimana ya, faktanya ternyata hal kek gini sering dia lakukan.
      Diriku ketemu si Dea di Perpus kan, trus tiba-tiba si laki juga datang.
      Dan you know, suprisingly, si Dea ini tau si laki, katanya sekitar 2 tahunan lalu, dia sering ke perpus dan digodain laki itu terus, akhirnya dia nggak nyaman.

      Astagaaaa... 2 tahun lalu, dan sampai sekarang masih sama, wakakakaka

      Hapus
  3. wowww 3000an kata
    aku penasaran sama tuh cowo, gatel gatel cari mangsa mungkin ya istilahnya hahahaha
    bener juga kata mbak rey, Mungkin karena sikap "ramah" mba rey, dia mikir "oo ni cewek bisa dijadiin target selanjutnya"

    kurang kerjaan juga dia sampe nyusul lagi keesokan harinya ke perpus
    anak hukum tapi ngomongnya geje, aku anak hukum juga ngga asal nyerocos soalnya hahaha, apalagi kalau yang dibahas berita yang emang lagi hits sekarang

    bisa aja dia mau "gendam" mba rey, tapi secara perlahan-lahan dulu, mungkin nyari tau dulu kelemahan mba rey.
    baca ini, aku jadi waspada juga kalau besok besok pas ke surabaya dan lagi nongkrong sendiri misalnya, terus disamperin model beginian, jadi tau apa yang akan kulakukan nantinya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaaaa, keknya udah sifatnya gitu, suka banget ajak cewek kenalan. Biasanya kan ciwi-ciwi kalau ada orang ga jelas gini, langsung pasang wajah jutek

      Lah ketemu diriku yang memang susah untuk nggak ramah kalau diajak ngobrol.
      Dia salah paham deh, ckckckck.

      Nah iya saya, takut juga ya kek gitu, cuman diriku emang tipe manusia yang bosanan, jadi kalau dikasih hati dengan nggak frontal ditolak nggak mempan, ya dikasih tahu aja langsung di depannya, hahaha

      Hapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)