Ghost Writer dan Buku dengan Tulisan yang Bernyawa

ghost writer

Ghost writer atau GW adalah sebutan untuk penulis 'bayangan', yang mana istilah ini sudah lama saya dengar. Tapi jujur saya baru ngeh dong, kalau ternyata orang dengan profesi tersebut juga mengerjakan buku milik penulis buku atau novel. Wewwww!

Selama ini, saya pikir GW itu hanya menulis artikel di blog atau website, kalaupun menulis buku lebih sering buku ilmiah kayak skripsi dan semacamnya.

Meski karya tulis ilmiah itu seharusnya hasil kerja sendiri, tapi saya paham sih tidak semua orang bisa menulis dengan baik. 

Karenanya, profesi penulis bayangan ini, dibutuhkan oleh beberapa orang untuk menghasilkan tulisan yang baik atas karya ilmiahnya.

Tapi, hari ini saya baru ngeh kalau ternyata GW juga dipakai oleh para penulis buku atau novel untuk bantuin nulis bukunya.

Ceritanya, saya nulis status gegara kesal banget sama anak-anak yang nggak bisa kasih maminya waktu fokus buat nulis.

Kalau enggak diajak ngomong, ya mereka berantem, minta makan atau minta tolong bersihin ketika pup. Jujur masalah cebokin anak ini jadi masalah besar buat saya ketika sedang nulis, karena sekarang jari saya tuh sensitif. 

Kalau udah kena air, nggak bisa lagi dipakai buat ngetik, harus nunggu sampai minimal 15 menit atau lebih agar kuat ngetik tanpa kesakitan.

Dengan jeda selama itu, tentu saja semua ide yang nangkring di otak, buyar semuanya, hiks.

Biar plong, saya nulis deh di facebook, bagaimana betenya kerja dekat anak itu. Kadang iri sama yang lain, punya waktu khusus dan fokus bisa nulis. Kalau si Rey? boro-boro nulis buku, nulis blog aja tulisannya kadang nggak nyambung antar paragraf, saking dijeda mulu, hiks.

Eh tahu-tahu ada yang komen dong di tulisan saya itu, katanya kenapa nggak pakai GW aja?

Saya tanya dong, apa itu GW? ternyata ghost writer.

Katanya, beberapa penulis terkenal juga pakai ghost writer.

Si Rey bilaik, sungguh terkejoed! hahaha. 


Hobi Membaca yang Menurun dan Sulitnya Mendapat Buku dengan Tulisan yang Bernyawa

Ini luar biasa sih, dalam sebulan saya menemukan kenyataan sisi lain dari para penulis buku yang saya pikir seharusnya punya kelebihan lain dibanding penulis blog kayak si Rey.

tulisan yang bernyawa

Di awal tahun ini, saya menemukan buku yang isinya mirip banget dengan isi blog saya dan isi blog beberapa blogger lainnya. Kalau dibaca, berasa tulisan saya dicopas jadi buku dan dijual nggak sih?

Sontak hal itu membuat saya jadi kaget dan mulai memahami, mengapa banyak buku yang terlihat menarik cuman di judulnya atau cover bukunya doang, hehehe.

Eh, ketambahan mengetahui kenyataan, kalau ada penulis buku atau novel yang pakai jasa ghost writer. Dan yang membagongkan adalah, ketika saya mengetik kalimat 'apa itu ghost writer' di pencarian google, coba tebak apa yang muncul?.

tere liye ghost writer

Ada pertanyaan, "Apakah Tere liye menggunakan jasa ghost writer'. Di bagian bawah ada sebuah artikel dengan judul, 'Tere Liye Diduga Pakai Jasa Ghost Writer untuk Menulis Buku, Apa Itu?'

Uwowww...

tere liye ghost writer

Maafkan ke-kudet-an saya, ternyata masalah ini pernah menjadi sebuah trending topik Twitter di bulan November 2023 silam.

Temans bisa googling sendiri kasusnya dengan pencarian 'Tere Liye Ghost Writer'. 

Tapi, mari kita lupakan masalah si penulis terkenal itu yang ternyata pernah dicurigai pakai penulis bayangan. Saya sedang berpikir, apakah ini yang menjadi alasan mengapa saya sekarang malas baca?.

Saya sering menuliskan cerita, betapa saya suka banget baca buku ketika kecil dulu. Saya pikir, salah satu penyebab saya bisa juara kelas ketika SD, karena saya suka baca buku apa saja. Meski suka baca, ortu nggak mampu belikan saya buku bacaan. Di sekolahpun tidak banyak buku bacaan yang tersedia.

Akhirnya, saya milih membaca buku pelajaran, jadilah saya bisa mengerjakan semua soal ulangan atau ujian dengan mudah. 

Segitu sukanya saya sama yang namanya membaca buku.

Tapi, satu hal yang aneh, ketika dewasa, dan punya banyak akses membaca buku dengan mudah bahkan gratis. You know, saya sering tertidur kalau baca buku, hahaha.

Padahal, ada begitu banyak buku atau novel menarik yang bisa saya baca, entah saya beli yang diskonan, sampai buku-buku yang dikasih teman-teman. Bahkan, saya punya beberapa buku yang dibeli bertahun lalu, tapi masih ada sampulnya alias belum dibuka sama sekali, boro-boro dibaca, wakakaka.

Bahkan sekarang tuh lebih membagongkan, hampir setiap hari saya berkeliaran di perpustakaan. Di balik rak-rak buku yang menggoda itu, seakan melengkapi apa yang kurang di masa kecil saya. 

Ketika dulu saya begitu mengharapkan dibelikan buku, atau minimal punya akses yang mudah buat pinjam buku di perpustakaan. Siapa sangka, semua impian itu tercapai setelah puluhan tahun kemudian, tapi kok udah lain rasanya, hahaha.

Sejujurnya, saya menyadari, salah satu alasan saya malas baca buku, karena merasa isi buku itu kok kebanyakan mirip-mirip yak, hahaha.

I mean, entah gaya tulisannya yang mirip, atau ceritanya yang mirip.

Saya merasa kek lagi baca artikel di website berita aja rasanya, bedanya di buku atau novel ada tanda petik yang menandakan percakapan.

Nah, kalau baca buku yang bukan novel, makin nguap lebar dah saya, hahaha.

Maapkeun! ini bukan berarti kualitas semua buku itu kurang ya. Hanya saja saya gagal menemukan sebuah sentuhan, yang bikin saya nggak bisa berpaling dari buku tersebut.

Sama kayak kita baca tulisan blog kan, kalau tulisannya udah membosankan dari awal, flat berasa baca artikel di website berita. Udah malas rasanya diterusin bacanya.

Mungkin ini juga masalah selera, kayak saya suka jenis tulisan yang benar-benar pakai 'emosi' (kalau kata si Dea Mirela eh Merina ding, hehehe). Tapi kata saya adalah sebuah tulisan yang bernyawa, tulisan yang ketika kita membacanya, seolah kita berada di depan penulisnya yang sedang ngobrol ke saya.

Salah satu contoh tulisan kayak gitu adalah, blognya Ratu Meong, tau kan? itu si Mba Fanny Dcat Queen, hehehe.

Entah mengapa, ketika saya membaca tulisannya, seolah saya diajak bareng merasakan hal yang dia tuliskan.

Saya jadi merasa seolah pernah liburan ke Korea Utara, gara-gara membaca tulisannya tentang pengalaman dia liburan ke negaranya si Kim Jong Un itu.

Demikian juga, saya seolah ikut merasakan dia makan sesuatu, bahkan aroma makanannya seolah mampir di hidung, hanya dengan membaca tulisannya di blog.

Jujur, tulisan seperti itu sangat sulit kita temukan di buku-buku yang ada. Mungkin ada sih, saya aja yang baru baca daftar isi, udah keburu ngantuk, hahaha.

Tapi bukan berarti nggak pernah nemu buku yang bagus ya, saya pernah baca buku kalau nggak salah judulnya tentang 'marriage'. Lupa sih tepatnya, apalagi nama penulisnya lucu.

Buku itu menceritakan kisah pribadi penulisnya, dari awal dia menikah, lalu hubungannya dengan mertuanya yang bikin dia jadi depresi.

Yang paling membagongkan adalah, ketika malam pertama, si ibu mertua ingin menginap di kamar mereka, wakakaka.

Buku itu saya baca di aplikasi Ipusnas deh, kalau nggak salah, ketika tahun 2020 lalu.

Mungkin selera saya gitu kali ya, tulisan yang menceritakan dirinya sendiri, dan ditulis sendiri (kayaknya sih ditulis sendiri tuh, hahaha). Kisah sendiri, ditulis sendiri, nulisnya pakai emosi pulak, meski ceritanya sederhana, tapi selalu bisa menghipnotis pembaca untuk mau meneruskan bacaannya, bahkan bisa mengajak pembaca masuk ke dalam cerita buku tersebut.

That's why, saya lebih suka buku yang ditulis penulisnya sendiri, ketika dituliskan orang lain. 


Apa itu Ghost Writer dan Apa Saja Tugasnya?

Oh ya, mungkin ada temans yang masih bertanya-tanya, apa sih ghost writer itu? dan apa saja tugasnya?. 

ghost writer

Dikutip dari glints.com, ghost writer atau GW atau penulis bayangan adalah seorang penulis yang bekerja oleh individu ataupun perusahaan, di mana dia harus menulis untuk individu atau perusahaan tersebut.

Seringnya sih dipakai untuk menulis buku-buku memoar atau autobiografi seseorang. Jujur, saya pun baru ngeh, kalau ternyata buku biografi itu, ditulisin orang lain.

Dulu tuh saya kagum, duh si bapak ini kok hebat ya, di tengah kesibukannya masih punya waktu menuliskan kisah hidupnya. 

Ampun si Rey ini, makanyaaaa rajin-rajin baca buku, Rey! Biar nggak kudet dan polos atau oon, hahahaha.

Nah, kalau untuk buku semacam biografi gini, saya setuju banget jika mempekerjakan ghost writer, karena kan yang dijual kisah hidup orang yang udah terkenal. Jadi, kalaupun tulisannya tidak punya karakter khusus, orang akan tetap fokus ke isi ceritanya, bukan hanya bagaimana cara buku itu menceritakan kisah hidupnya.

Adapun tugas seorang ghost writer adalah bikin tulisan sesuai permintaan klien, yang tentu saja atas nama klien tersebut. Namanya juga bayangan, jadi nama si ghost writer nggak akan muncul sama sekali dalam buku yang dia tulis.

Adapun tulisan yang dibuat bisa berbentuk buku, tulisan di website atau blog, esai, atau hal apa pun sesuai permintaan kliennya.

Meski demikian, hal yang dikerjakan oleh seorang GW tidak sebatas menulis dan menulis ya, ada beberapa hal yang juga harus dilakukan, seperti : mencari klien potensial sendiri, bikin outline tulisan sekalian mengedit dan mengembangkan sesuai keinginan kliennya.

Bahkan harus melakukan riset juga dari materi yang diberikan, mengumpulkan materi dari untuk draft tulisan, hingga mewawancarai narasumber yang dibutuhkan.

Selain itu, seorang GW juga dituntut bisa menyesuaikan tulisannya dengan persona kliennya, dan segala hal lain yang sebenarnya mirip dengan penulis lakukan.

Bedanya, si GW ini cuman bayangan.

Agak nganu ya, sejujurnya kalau dia punya kemampuan menulis yang baik, mending nulis bukunya sendiri. Atau bisa jadi, seorang penulis buku juga jadi GW untuk orang lain yak, hehehe.


Penulis Buku Pakai Ghost Writer? Ini Opini Ala Rey

Menurut saya, ghost writer itu sah-sah saja sih, bahkan ketika ada yang pintar nulis memilih jadi GW tanpa pernah menerbitkan buku atas namanya sendiri.

penulis buku ghost writer

Karena sejatinya, menjadi penulis itu lebih mudah daripada menghasilkan uang dari menulis buku sendiri.

Di zaman sekarang, orang lebih memilih tokoh penulisnya, ketimbang isi tulisannya. Jadi butuh waktu panjang sampai bisa menghasilkan buku sendiri dan bisa menjualnya secara laris manis.

Namun, dalam pendapat pribadi saya nih ya. SEKALI LAGI, INI PENDAPAT PRIBADI! tidak mutlak benar. Seorang penulis buku memakai jasa GW itu agak gimanaaaa gitu.

I mean, namanya juga penulis kan ye. PE NU LIS.

Sejatinya kan kerjaannya menulis. Bukan hanya menciptakan tema atau topik tulisan. 

Kecuali minta diketikan aja kali ya, tapi itu mah bukan ghost writer lagi namanya, tapi terima jasa ketik, wakakakakak.

Dan saya pikir, meski ide dan bahkan outline dari si penulis buku, tapi kalau yang nulis pengembangannya orang lain, ya nggak bakalan ngeblend dengan menghasilkan tulisan yang kayak punya nyawa.

Selain itu, tulisan orang-orang yang sering nulis itu, meski diubah sedikit, bakalan sulit menghasilkan tulisan yang beda.

Itulah mengapa, kalau kita baca di beberapa buku, meski judulnya terlihat bagus, tapi isinya kok ya mirip-mirip gitu.

Gaya penulisan yang mirip, bahkan jenis pembahasanpun hampir mirip.

Awalnya, saya pikir masalah ini, karena beberapa penulis memilih tulisan kutipan dari tulisan orang lain, tapi ngutipnya luar biasa, sampai mirip copas aja, hahaha.

Ternyata masih ada terduga penyebab lainnya, menurut saya mungkin karena pakai jasa GW itu. 

Lalu kalau ditanya, apakah buku dari seorang penulis tetap otentik sebagai karyanya?

Tentu saja masih karyanya, tapi karyanya bukan sebagai penulis, *eh, hahaha.

Kabooorrrr....

Sudah ah, semoga tulisan ini tidak menyinggung siapapun yang pakai jasa GW ya. Ini cuman opini saya kok, dan bukankah beropini itu halal?.

Orang presiden aja, diberikan opini hampir oleh semua orang, yang bahkan nggak ngerti sama sekali tentang dunia kepemimpinan kan, hehehe.


Kesimpulan dan Penutup

Sudah lama saya dengar profesi ghost writer atau GW atau penulis bayangan. Tapi jujur nih, saya baru ngeh loh kalau ternyata GW juga dipakai jasanya oleh beberapa penulis buku atau novel. Bahkan sekelas penulis novel ternama, dicurigai memakai jasa GW.

Saya jadi berpikir, apakah ini salah satu penyebab, mengapa sekarang saya sulit mendapatkan buku yang bisa mencuri perhatian dengan menghipnotis kayak susah berpaling dari tulisan tersebut.

Meskipun bukan berarti itu semua benar ya, bisa jadi juga karena si Rey hanya sering baca daftar isi buku, abis itu baca bab awal, bab tengah lalu endingnya, waakakkakaka.

Tapi jujur loh, saya kok merasa, kebanyakan buku-buku sekarang tuh, gaya tulisannya mirip-mirip. Berasa baca artikel di website dah. Bagus sih, tapi... berasa nggak ada 'nyawa'nya aja.

Ini opini saya sih, how about you, Temans?


Surabaya, 21 Januari 2024

Sumber: 

  • Opini dan pengalaman pribadi
  • https://glints.com/id/lowongan/apa-itu-ghost-writer/
Gambar: Canva edit by Rey

3 komentar :

  1. Aku pernah baca informasi kalo penulis terkenal itu mengaku kalo ia memang memakai jasa ghost writer. Makanya dia jadi penulis produktif. Tapi katanya tetap penulis terkenal itu akan diedit lagi agar sesuai dengan tulisan khas dia.

    Kalo soal biografi, rasanya wajar pakai ghost writer, soalnya tokoh terkenal belum tentu bisa lancar bercerita seperti mbak Rey.

    BalasHapus
  2. Sama mba, aku mengira ghost writer hanya untuk artikel seperti buletin dll, pokoknya bukan novel. Syok aku kalo emang beneran ada yang menggunakan ghost writer. Mungkin karenaa identitas tulisannya belum nemu, tapi kalo 1 buku pake ghost writer berarti itu disebut penipuan ga? kecuali untuk biografi ya mba.

    BalasHapus
  3. Tahun lalu, tulisan di blogku tahun 2018 tentang Tere Liye mendadak dapat banyak sekali kunjungan, Mbak. Sempat deg-degan khawatir ada yang aku salah tulis terus viral. Tapi rupanya ada bookstagram yang kasih tautan ke situ waktu rame-rame soal ghost writer di X. Memang di situ aku nulis tentang co-writer yang disebutkan Tere Liye di jumpa penulis yang aku datangi, walaupun nggak spesifik soal ghost writer.

    Aku sendiri lebih cenderung berpendapat, kenapa nggak disebutkan sebagai co-writer/author saja, ya. Atau editor, gitu. Apalagi ketika kita baca tulisan seseorang kan pasti jadi punya persepsi tertentu ke orangnya, ya. Baca tulisan artis misalnya, jadi melihat bahwa oh cara pandang dia begini, cara menyajikan pendapatnya begini, boleh juga nih. Kalau ternyata orang lain kan jadi bingung gitu, ya. Kecuali ya kalau mau dianggap sebagai satu proses pembelajaran juga ke penulis yang namanya dipajang di situ, syukur-syukur jadi makin jago nulis sendiri ke depannya. Dan bagi si ghost witer, kesempatan ini artinya juga sebagai sumber penghasilan, di tengah tantangan besar yang mungkin dihadapi kalau mau mempublikasikan karya dengan namanya sendiri di penerbit besar.

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)