Istri Introvert Idealis Berjodoh Dengan Suami Ambivert

istri introvert berjodoh dengan suami ambivert

Sharing By Rey - Introvert vs ambivert? siapa yang selalu jadi trouble maker?

Menuliskan hal ini sebenarnya sambil diiringi oleh senyum geli saya.
Bagaimana tidak?



Postingan ini sebenarnya bercerita tentang saya dan suami, dan si istrovert idealis adalah saya, sedang ambivert kurang komunikatif adalah pak suami.

Padahal, mungkin saya salah mengartikan, harusnya si pak suami ini masuk golongan introvert juga.
Mungkin kali ya, secara saya bukan psikolog dan saya hanya menarik kesimpulan dari hal-hal besar yang ada di sifat pak suami.


Sekilas perbedaan sifat kami yang bikin saya menyimpulkan siapa introvert, siapa ambivert


Saya adalah seseorang yang :

  • Lebih suka hidup terencana.
  • Lebih eh hanya suka hidup di tempat yang rapi dan bersih.
  • Lebih suka suasana tenang, bahkan salah satu alasan saya naik motor ke mana-mana pakai helm ya karena gak kuat bising di luar, haha.
  • Lebih suka kegiatan dalam rumah seperti nonton, baca buku, menulis, browsing.
  • Kurang suka keluar rumah, bahkan amat sangat jarang ketemu tetangga dan memilih buang sampah pas malam demi menghindari rumpi-rumpi dengan tetangga (parah ya, tapi selain itu karena saya gak pernah jilbaban atau pakai pakaian panjang di rumah sih, lol).
  • Hanya tertarik mengunjungi tempat yang baru.
  • Kurang suka terlalu lama berbasa basi dengan orang tua.
  • Kurang suka berada di kumpulan orang yang saya asing di dalamnya, seperti teman pak suami.
  • Lebih suka mencegah daripada mengobati alias selalu berhati-hati
  • Malu berhutang.
  • Kurang suka banyak bicara, tapi suka banget berdiskusi membahas rencana hidup secara jelas. 
  • Tidak suka menunda kerjaan, rela bertahan dalam sampai kerjaan selesai baru berhenti.
  • Mampu berbicara hingga berjam-jam lamanya demi mengutarakan maksudnya ke pak suami.
  • Apalagi ya? intinya sifat-sifat saya itu lebih ke introvert, meskipun juga kadang bisa jadi ambivert.

Sedang suami adalah seseorang yang :


  • Hidup apa adanya, let it go, go with flow, pokoknya semacam mengikuti arus hidup gitu, sehingga sudah dipastikan amat sangat jarang bikin rencana, even rencana buat esok pagi, fiuhhh. 
  • Mau bersih atau kotor gak masalah, yang penting perut kenyang, tidur juga cukup.
  • Suasana tenang oke, suasana ramai ya gak masalah.
  • Lebih suka masak camilan, makan, jalan-jalan keluar kota gak peduli tempatnya udah 3000 kali dikunjungi, lol. Atau... TIDUR, ini mah hobinya banget, *sigh.
  • Di rumah oke, keluarpun tidak masalah, di rumah nonton, makan atau tidur, keluar jalan-jalan depan rumah, bahkan jalan-jalan keluar kota.
  • Mengunjungi tempat baru atau lama gak masalah, yang penting di luar kota.
  • Gak pandai berbasa basi dengan orang tua, tapi gak merasa terganggu dekat-dekat orang tua.
  • Gak masalah berada di manapun, enjoy di antara teman saya, dan rame di antara temannya.
  • Kurang pandai mencegah, cuek aja, kalau sakit baru diobati *hadehhh...
  • Kalau butuh ya hutang gak masalah.
  • Kurang bisa berkomunikasi, terutama hal-hal yang berat, kecuali di ajak duluan, itupun banyakan diamnya. 
  • Tidak punya daya tahan kuat terhadap kerjaan, kalau capek ya berhenti dan tidur.
  • Sanggup mendengarkan omelan istrinya selama berjam-jam sambil terdiam.
  • Apalagi ya? intinya secara umum, si pak suami itu kayak awan, dia mengikuti arah angin bertiup, makanya dia dulu suka pakai nick name Awan, kependekan dari Kurniawan, nama belakangnya, hahaha

Duhhh...
Kok kalau dibaca lagi, semacam saya itu orang yang rempong gitu ya, dan suami yang asyik gitu ya.
Padahal dalam kenyataannya (menurut saya, lol) si pak suami itu orang nyebelin gegara sifatnya itu.

Mungkin karena sifat kami lumayan bertolak belakang ya.
Saya idealis, beliau apa adanya.
Terlebih setelah saya ikutan bisnis Oriflame, tiap saat dikasih masukan untuk pengembangan diri, semakin lebarlah gap di antara kami.

Saya yang semakin serius memikirkan kehidupan, dan beliau yang masih tetap saja sama seperti pemikirannya yang go with flow.
Sampai-sampai saya selalu bilang,
"go with flow emang baik, tapi yakin flow-nya ngalir ke laut? kalau ngalir ke comberan gimana? atau lebih parahnya ngalir ke septiktank, euyyy"


Perjalanan Menyeimbangkan Perbedaan Sifat


Lalu gimana pernikahannya dengan sifat yang amat bertolak belakang tersebut?
Ya gak gimana-gimana, selain berselisih lah, hahaha.
Dari yang namanya saya ngomel biasa, lalu beliau jawab, lalu saya ngamuk, lalu beliau milih diam, lalu saya semakin ngamuk karena berasa ngomong sama tembok, lol.

Emang gak capek seperti itu?
Gak capek lah, tapi capeeekkkkk banget hahaha.

Hal yang paling mendasar dari setiap perselisihan kami adalah, karena beliau kurang bisa berkomunikasi dengan baik.

Beliau lebih memilih diam, sehingga banyak yang mengatakan beliau sabar, padahal... sabar dari Hongkong? beliau diam karena beberapa alasan.


1. Gak bisa ngomong atau berkomunikasi dengan baik

Pak suami tersebut, sulit banget berkomunikasi dengan baik, i mean sulit mengungkapkan maksud hatinya. Ini yang mengakibatkan semua masalah kami tidak pernah selesai dengan baik.

Yang ada, setiap kali kami berselisih, saya bakalan ngomeeeeelllll sepanjang kereta api se Indonesia di sambung jadi satu, eh bahkan kurang deh, kudu minjam gerbong kereta di negara tetangga kayak Malaysia gitu biar sama panjangnya dengan omelan saya, lol.

Giliran saya kesal dan maksa pak suami menjawab semua pertanyaan saya, eh gak jarang beliau malah marah-marah sampai misuh-misuh ala Suroboyo, yang bikin taring saya keluar.
Saya sering marah, tapi amat sangat jarang memaki, palingan suaranya naik beberapa oktaf wakakak.


2. Saya selalu punya jawaban dari semua jawaban beliau.

Beberapa tahun lalu, kami pernah punya masalah besar, waktu itu saya lagi di Buton, dan kami berantem di telpon sampai didengar kakak ipar saya, lalu sang kakak ipar saya menasehati saya.
"Sebenarnya masalah kalian itu satu, kamu terlalu cerdas Rey, kamu selalu benar dan suamimu jadi salah, emang sih itu benar, tapi sesekali mengalahlah menyeimbangkan suami"
Waktu itu saya manggut-manggut, meskipun dalam hati berontak.
"Apa???? saya kudu mengalah dan membiarkan pak suami yang salah itu benar?, duh ya alangkah anehnya hidup ini, sampai kapan kita harus hidup dengan MEMBENARKAN YANG BIASA meski itu salah, bukannya MEMBIASAKAN YANG BENAR"

Selain dalam hal berdebat, kurang komunikatif pak suami itu kadang terlalu berlebihan, sampai-sampai beliau pindah proyek, udah pindah gitu baru ngomong, iya sih beliau pernah menyinggung hal tersebut, tapi belum dibicarakan secara mendalam, apakah saya keberatan atau enggak?
Bagaimana nasib saya dengan 2 anak tanpa ART, tanpa tetangga, tanpa keluarga ini?

Siapa yang bakal belanja di pasar, siapa yang bakal antar jemput kakak les kalau lagi hujan?

Ya kan, beliau lupa kalau istrinya ini amat sangat manja kalau urusan rumah tangga, lol.
Jadinya sering banget beliau baru nyampe tempat kerja, sayanya udah baper gegara merasa sendirian, huhuhu.


Menyikapi Masalah Berulang 


Kalau dipikir-pikir, rasanya capeeekkk banget menjalani hubungan dengan segala perbedaan tersebut, anehnya masalah ini baru muncul setelah kami menikah, padahal kami menjalani hubungan pacaran selama 8 tahun sebelum akhirnya menikah, dan selama itu sepertinya saya kurang peka dengan perbedaan di antara kami, lol.

Terus gimana dong?
Mau gak mau saya pakai cara yang lebih mudah dan memungkinkan saja, yaitu :


👌 Mengurangi ekspektasi sesuai sifat saya, dengan merubah diri


Berselisih itu capek, dan capeeekkkkkkkk...
Ya ampun, saya pernah loh ngomel dari pukul 12 siang sampai pukul 12 malam, masha Allaaaahhhh, tenggorokan sampai kering, si kakak sampai auto urus dirinya sendiri, dia makan sendiri, mandi sendiri, nonton tivi, bobo. Bosan dia liat mami ngomel mulu hahaha.

Dan tau gak sih, ujung-ujungnya tanpa keputusan, karena si papi malah diaaaammm aja mulu, atau kadang kalau saya udah capek dia bakal ngeluarin kata-kata ajaib yang udah gak ajaib yang sudah saya hafal.
"Maaf mi, papi bakal lebih perhatian lagi sama mami, lebih peduli ama masa depan, endebrei-endebrei"
Lalu besoknya diulangi lagi, lalu  repeat keluar lagi kata-kata tersebut, muahahaha.

Lama-lama saya malas, mengubah suami ternyata sulit, mending mengubah diri sendiri, meskipun juga sulit, secaraaaa, bagaimana bisa saya beradaptasi jadi hal yang lebih ke 'bawah'
I mean, saya yang disiplin kudu malas dikit, padahal disiplin itu udah habbit saya sejak kecil, huhuhu.

Tapi, merubah orang lain ternyata lebih sulit, masih mending merubah diri sendiri, karena diri saya ya saya sendiri yang bisa kuasai.

Jadinya saya turunkan semua ekspektasi saya, misal tentang kerapian rumah, berusaha tetap tenang meski rumah kayak kaal pecah dan juga meskipun ujung-ujungnya saya histeris juga saat si bayi ke-gap sedang mengunyah sesuatu yang setelah di periksa ternyata dia ngunyah benda sembarangan, entah karet gelang, entah tisue, entah kertas, entah bungkus permen atau snack lainnya.

Tuh kaaaannnn...
Sebenarnya rumah rapi itu bukan hanya karena keidealisan saya, tapi emang kebutuhan karena di rumah ada bayi, huhuhu.

Tapi gapapalah, biar si pak suami mengerti sendiri setelah lihat anaknya hampir kesedak makanin benda berbahaya gitu.


👌 Mengimbangi pak suami

Hal ini sebenarnya hampir sama dengan point di atas, yang mana saat pak suami kambuh sifat seenak perutnya, kalau ngantuk dudukpun bisa ketiduran, kalau sudah gini, daripada saya kesal, saya juga ikutan tidur deh, muahahaha

Atau, kalau rumah sudah berantakan (biasanya terjadi saat pak suami ada di rumah, karena si kakak jadi manja kalau ada papinya), saya milih ngungsi di kamar saja.
Beresin kamar, nyalain AC, buka laptop dan nulis deh.
Peduli amat dengan rumah yang berantakan, lol.


Pernikahan Adalah Ibadah Dengan Perjuangan Tanpa Batas


Bersyukur adalah cara termudah untuk bahagia.
Hal ini pernah saya singgung di postingan terdahulu saya.

Meyakini bahwa menikah adalah ibadah, dengan perjuangan tanpa batas akan sedikit banyak melegakan hati.

Karena saya yakin, tidak ada suami yang baik di dunia ini, jika sempurna adalah ukuran suami baik di mata kita.
Bisa jadi, saya menemukan lelaki yang seperti impian saya, sifatnya seperti saya, tapi saya yakin seyakin-yakinnya akan ada kekurangan lainnya yang bakalan mengganggu saya.

So, berusaha menerima dan memperbaiki kekurangannya sedikit demi sedikit adalah cara terbijak menyikapi agar wajah gak cepat berkerut eh maksudnya  agar hidup berumah tangga dengan bahagia akan tercapai.

Karena, bagi saya..
Kebahagiaan itu bukanlah sang suami jadi seperti yang saya mau, tapi bahagia adalah saat saya masih diizinkan menjadi istri pak Ade Kurniawan, dan ibu dari kakak Darrell dan baby Adean.

Jadi, apalah gunanya bahagia, jika saya sudah gak bisa bersama mereka lagi.

Awwww.. so sweettt, coba gitu ya pak suami itu rajin dikit membaca, minimal baca tulisan istrinya ini gitu loh, wakakakaka

Ingin membaca artikel mengenai pernikahan lebih banyak lagi?
Klik #FridayMarriage ala Rey ya

Semoga manfaat :)


Sidoarjo, 11 Januari 2019

Reyne Raea

26 komentar :

  1. hahahaha...kalau gitu saya ambivert juga, bukan ambeien.

    Rasanya sih suamimu melakukan hal terbaik kalau istri sedang ngamuk kayak gitu, Diam..saya pun akan melakukan itu

    Tidak pernah menyenangkan ada orang yang berusaha merubah kita, bahkan meski itu istri sendiri. Karena itulah, saya tidak mau mencoba metubah istri saya karena tahu rasanya tidak akan menyenangkan.

    Saya lebih memilih menerima perbedaan antara kita. Toh kita memang dua orang yang berbeda

    Kalau soal ngomel dan berantem..yah ga seru aja kalo g gitu. 😂😂😂

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwkwkw, jangan dong kalau ambeien hahahah
      Iya juga ya, gak pernah berantem juga hambaaarr hahaha

      Hapus
  2. Mbaaa.. apa semua suami kayak gitu ya? Haha.. kayaknya banyak kesamaan deh. Saya lebih terencana sementara suami cuek bebek, apa adanya, ikutin arus aja. Kalau dimarahin pun gitu, diem2 aja.

    Beneran suami mba Rey ga bilang2 pindah proyek? Yaampuunn saya bisa kesel bgt kali itu ya, soalnya kan banyak yang harus dipikirkan, khususnya masalah anak ya.

    Oya, pak suami gak pernah baca blog ini? Kotak aja mba.. haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha typo banget.. "jitak aja" maksudnya mbaaa ;)

      Hapus
    2. hahaha, kebanyakan kayak gitu ya, beliau bilang kok, cuman gak sampai ajak diskusi, hadeehhh... rempong deh :D

      Suami emang gak suka baca, sudah lah gak bisa komunikatif, gak bisa nulis, malas baca pula wakakakak

      Hapus
  3. Mba Rey, pernah iseng tes MBTI ngga? Tesnya tidak bisa dikatakan valid sih, cuma untuk senang-senang saja. Jadi kepribadian seseorang kalau menurut teori di tes itu tidak hanya dipengaruhi Introvert/Extrovert saja, tapi ada beberapa faktor lain... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pernah mbaaaa... sudah 2 kali, hasilnya introvert wkwkw.
      Iya emang ya, saya dulu test pertama kali belum jadi blogger, beda ama hasil test sekarang, tapi tetep juga introvert :D

      Hapus
    2. Saya juga hasilnya selalu dapet introvert. Tapi belakangnya berubah jadi lebih ke feeler, padahal dulu thinker banget... ku makin baper kayaknya mba XD

      Apa memang penulis itu rata-rata Introvert ya? Atau emang kebetulan aja hehe

      Hapus
    3. Iya mba, kayaknya selain introvert extrovert ambivert, ada banyak sub sub nya lagi, kayak yang lagi booming juga tuh, duh apa ya namanya yang punya nya mba Meutia Rizky :)

      Hapus
    4. Tapi kalau saya tanya dosen saya, sebenarnya ambivert itu tidak masuk dalam indikator kepribadian Mba ._. tapi saya juga belum riset tentang ambivert ini sih

      Wah yang kata Mba Rey Stiffin itu ya? Itu tesnya berbayar?

      Hapus
    5. Iya mba sayyy, Stiffin juga ada kayak seminarnya gitu, sekalian ama testnya.
      itu manfaat banget buat mengenal diri kita, jadi tau kelemahan kita apa, kekuatan kita di mana.
      Jadi bisa memaksimalkan kekuatan untuk berbagai hal.
      Sya pengen deh ikutan, tapi full booked mulu di Sby :(

      Hapus
    6. Jadi pengen coba.... kayaknya di Jakarta ada, cuma bener ngga sih akses / bookingnya dari www[.]stifincenter[.]com?

      Hapus
    7. Wah saya baru tau malah ada websitenya itu hahaha, saya intip punya mba Meutia itu, kayaknya dia kayak beli lisensi gitu bikin cabang untuk daerah Tangerang.
      Tapi dia sering banget roadshow keliling Indonesia.

      Saya juga pengen banget

      Hapus
  4. Penasaran, Mba... soal membenarkan yang biasa itu, akhirnya ada toleransi juga kah? Hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pastinya ada mbaa hahaha, kalau enggak bisa perang dunia ke 7 *eh.
      Harus perlahan2 merubah karakter orang sih, meskipun banyak yang ngomong harus terima pasangan apa adanya, saya mah gak mau, justru karena saya sayang pasangan makanya saya ingin dia berubah jadi lebih baik :)

      Hapus
    2. Hwaaa, setuju, Mbak. Menerima apa adanya itu kan ya nggak plek-plek gitu, yaa. Kan justru karena sayang, dan manusia sudah seharusnya hari demi hari semakin baik ya.

      Hapus
    3. Beneerrrrr, menerima kekurangan itu kalau yang kecil dan gak berdampak bahaya, misal perbedaan pendapat dari kedua hal yang benar.
      Tapi kalau merokok, sholat dll itu ya apapun yang terjadi kudu di ubah.
      Demikian juga dengan istri yang kekurangannya melanggar aturan agama, masa iya diterima mulu :D

      Hapus
  5. Idih mirip-mirip sama dengan cerita saya dan istri.
    Seru baca artikelnya, lucu-lucu gimana gtu.. Wah, jadi inget dan kangen istri sekarang

    Hahahah

    BalasHapus
    Balasan
    1. wkwkwkwk, semangat selalu, semoga langgeng dan bahagia selalu :)

      Hapus
  6. Naaah, perkara suami yang bertolak belakang sifatnya dengan istri memang bikin lelah. Rumah tangga jadi kayak roller coaster. Saya dan suami pun demikian, ada masa berselisih paham dan jengkel teramat sangat. Lalu kemudian tenang sendiri setelah saya marah, atau suami yang marah. Kemarin saya marah kalau suami bersikap kasar pakai acara membentak karena sedang lelah. Saya tak suka dengan caranya yang emosional dan bilang sangat sebal. Habis itu, ya, sudah. Pasti terulang lagi sisi negatifnya, atau sisi negatif dari saya.
    Kadang kepikiran kalau taraf hidup kami sudah mapan mungkin suami tak perlu mudah kesulut emosinya hanya karena hal sepele. Kerja kasar jadi laden bangunan itu melelahkan daripada tukang, Mbak Rey. Tenaga ekstra namun penghasilan kecil. Memamng suami belum punya keahlian jadi tukang karena butuh waktu yang lama banget dan kecerdasan. Untuk berubah itu pada dasarnya tidak mudah, butuh kesadaran sendiri.
    Yah, kalau suami kita terbiasa sembarangan dari kecil memang sulit diubah. Makanya Kak Darrel pun harus tetap dibiasakan rapi meski ada papi.
    Saya juga nyerah jika rumah berantakan karena anak dan suami gak bisa diajak kerja sama. Ya, sudah. Saya biarkan dulu jika sedang sibuk. Kalau tak sibuk baru beresin. Masalah kita beda, karena penghuni cuma tiga dan tak selalu bikin berantakan sepanjang waktu, sih. Tetap jadi mami yang kuat, ya, Mbak.Semoga suami bisa upgrade diri, flowing gitu gak baik juga ke depannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awww.. peluk mba Rohyati :)

      Semangat selalu mba, tidak ada usaha yang sia-sia, semoga kehidupan lebih baik lagi :)

      Hapus
  7. Masa sih mba introvert saya pikir mba extrovert loh, oya pernah tes psikologi yg lgi booming itu gak mba yg 16 jenis itu mungkin hasilnya lebih lengkap deh mba, btw mengenai Pak Su ada mirip2nya dgn suami saya deh terutama sifat cueknya itu, sy jadi mikir apa semua laki2 itu suka cuek ya thd sekitar,hmmm

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahahah, coba deh baca artikel saya tentang "5 fakta tentang saya" di blog ini. Emang banyak banget yang gak nyangkah saya introvert, soalnya kalau udah kenal ya ramenya minta ampun

      Sudah cobain mba, 2 kali malah, dan hasilnya emang beda setelah dicoba kembali berbulan2 kemudian.

      Ga juga sih, ada juga yang istrinya cuek, suami sensi hahaha

      Hapus
  8. wahh kak biarpun aku belum bersuami, tapi ciri-cirinya kita kok samaan ya. Seperti lebih senang di tempat tenang, suka ke tempat baru,dan rada malu kalau berhutang makanya sampai sekarang aku gak punya kartu kredit. hahaha

    BalasHapus
  9. Saya kaget membaca artikel ini, jujur saya tidak sengaja tau lalu membaca ini jadi inget. Saya seorang idealis & mantan suami saya terlalu ambivert ( g bisa komunikasi) ujung"y saya menyerah & kita cerai juga.

    BalasHapus

Terimakasih sudah mampir dan membaca tulisan saya, silahkan meninggalkan komentar dengan nama dan url yang lengkap, mohon maaf, percuma ninggalin link di dalam kolom komentar, karena otomatis terhapus :)

Link profil komen saya matikan ya Temans.
Agar pembaca lain tetap bisa berkunjung ke blog masing-masing, gunakan alamat blog di kolom nama profil, terima kasih :)